Audit Keselamatan Gedung

Kebakaran besar yang melalap gedung utama Kejaksaan Agung, menjadi keprihatinan aspek sistem keselamatan. Gedung Kementerian serta Lembaga Negara, dan gedung Pemerintahan Daerah perlu melakukan audit kelaikan konstruksi. Terutama gedung yang telah berusia setengah abad. Perlu penyesuaian kondisi ke-kini-an, merespons perkembangan pelayanan publik. Juga penyesuaian konstruksi pada protokol kesehatan aspek CoViD-19.

Korps penegak hukum belum lama ini dikejutkan ledakan besar pada gudang penyimpanan barang bukti, di kota Beirut, Lebanon. Perhatian sedunia tertuju pada kawasan yang sejak lama menjadi area konflik bersenjata. Ternyata, ledakan bukan disebabkan tembakan rudal, melainkan kelalaian dalam sistem keamanan gedung. Penyimpanan 2.750 ton ammonium nitrat, semula sebagai barang bukti kapal tua yang tidak laik melaut. Gudang meledak, menewaskan 170 warga kota, dan melukai ribuan warga lain.

Kebakaran besar selama ini masih dianggap sebagai “musibah,” bencana yang datang tiba-tiba. Namun sesungguhnya tiada bencana (alam) yang datang tiba-tiba, karena lazimnya selalu terdapat warning alamiah. Misalnya, daya dukung alam yang makin menyusut, menyebabkan lingkungan terancam banjir dan longsor. Begitu pula gempa vulkanik (gunung berapi), terdapat tanda-tanda awal berupa suara gemuruh dari dalam magma. Binatang di hutan mulai turun ke lembah, menjauh dari kawasan puncak.

“Musibah” kebakaran gedung, juga terdapat tanda-tanda awal. Umumnya berupa kelalaian (dan ke-abai-an) sistem keamanan mechanical engineering, terutama instalasi listrik. Seiring perjalanan waktu, banyak kabel bergeser, dan telah aus. Sehingga diperlukan pengawasan secara periodik. Korsleting listrik, masih menjadi penyebab utama kebakaran gedung. Dampak kebakaran sering terasa pedih, terutama karena musnahnya harta, korban luka, dan korban jiwa.

Sesungguhnya telah terdapat undang-undang (UU) yang secara lex specialist menjadi pedoman wajib sistem keamanan gedung. Yakni, UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Serta dilengkapi regulasi turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2005. Bahaya “musibah” kebakaran telah diantisipasi dengan penetapan teknis kelaikan.

UU tentang Bangunan Gedung pada pasal 17 ayat (1), menyatakan, “Persyaratan keselamatan bangunan gedung … meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.” Maka sistem pencegahan “musibah” kebakaran menjadi kewajiban teknis ke-konstruksi-an.

Pada pasal 17 ayat (3), dinyatakan, “Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran … merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif.” Proteksi pasif berbasis pada desain struktur dan artsitektur, sehingga secara struktur bangunan mampu menghambat penjalaran api.

Pada pasal 19 ayat (2), lebih dirinci tentang proteksi aktif. Dinyatakan, “Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi aktif … meliputi kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap, dan sarana penyelamatan kebakaran..” Proteksi aktif berbasis pada sistem peralatan pemadam kebakaran, termasuk sistem hidran, hose-reel, sprinkler, dan emadaman api ringan.

UU Bangunan Gedung, pada pasal 41 ayat (2) juga mewajibkan pemilik dan pengguna bangunan gedung untuk memelihara secara berkala, dan melaksanakan pemeriksaan secara berkala kelaikan fungsi bangunan. Maka kebakaran gedung milik negara yang masih aktif, dan vital, tidak dapat dianggap sebagai “musibah.” Diperlukan audit terstruktur sistem keamanan terhadap potensi bahaya, dari luar, dan dari dalam gedung.

Keselamatan bangunan gedung bisa menjamin ketenteraman pengguna. Ke-tidak patuh-an terhadap peraturan keselamatan bisa menyebabkan “musibah” yang pedih, menimbulkan kerugian negara dan dan masyarakat.

——— 000 ———

Rate this article!
Audit Keselamatan Gedung,5 / 5 ( 1votes )
Tags: