Cegah KLB Hepatitis A

Berbagai tempat keramaian di kabupaten Pacitan, dikhawatirkan terpapar penularan penyakit Hepatitis A. Bahkan sudah patut dinyatakan KLB (Kejadian Luar Biasa), karena jumlah kasus telah lebih dari 880 orang. Secara tradisional, hepatitis A dikenal sebagai penyakit kuning. Penularannya melalui hubungan (kontak) dengan penderita. Mudah menular pada kawasan yang kotor. Maka seyogianya pemerintah (dan daerah) segera me-minimalisir penularan antar kawasan.
Hepatitis A merupakan infeksi organ hati yang endemis. Biasa lebih menggejala pada perubahan musim. Sumber penularan disebabkan feses pasien yang terinfeksi. Terutama melalui pencemaran air minum, pencemaran makanan, sanitasi yang buruk, dan kebersihan lingkungan yang buruk pula. Juga disebabkan hubungan seksual. Tetapi tidak membahayakan dalam pergaulan di sekolah, maupun di tempat pekerjaan.
Sebenarnya hepatitis A tidak mudah menular. Karena itu sebaiknya memahami gejala awal, agar tidak tertular, dan tidak menulari. Gejala hepatitis A seperti flu, disertai nafsu makan berkurang. Juga terjadi perubahan air kencing berwarna kecoklatan (seperti teh). Segera berobat sebelum gejala lebih parah (berupa wajah dan kulit tubuh berubah menguning). Lebih mudah dilihat pada bagian mata, dan sekitar kuku jari.
Pada tampakan gejala awal, hepatitis A tergolong penyakit ringan. Begitu pula setiap petugas kesehatan di Puskesmas, telah bisa mendeteksi dan mengobati hepatitis A. Tidak perlu obat khusus. Bahkan bisa sembuh dengan sendirinya, asalkan melakukan pola hidup sehat, serta menjaga keseimbangan nutrisi dalam tubuh. Namun terlambat berobat bisa meningkatkan ke-parah-an hingga menggerogoti fungsi organ hati (liver).
Mencegah KLB hepatitis A, tidak memerlukan biaya besar. Hanya dibutuhkan kampanye masif menjaga kebersihan lingkungan. Terutama di sekitar pasar, dan ponten (toilet) di tempat umum. Serta sentra kuliner di berbagai daerah. Maka Pemerintah Kabupaten dan Kota, memiliki tanggungjawab utama mewujudkan kebersihan dan kesehatan lingkungan. Kewajiban Pemerintah Daerah, tercantum dalam Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren, Sub-Bidang Persampahan.
Bahkan sebenarnya, konstitusi juga memerintahkan perwujudan lingkungan hidup yang sehat, dikategorikan sebagai HAM (Hak Asasi Manusia). UUD pasal 28H ayat (1), dinyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Konstitusi mengulang amanat pentingnya perlindungan kesehatan masyarakat. Yakni, pada UUD pasal 34 ayat (3), dinyatakan, “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan …yang layak.” Namun ironis, KLB bagai tidak memiliki payung hukum memadai. Bahkan juga tidak diatur secara khusus pada UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Tetapi UU Kesehatan tidak merinci benar kewajiban pemerintah (dan daerah) maupun partisipasi masyarakat. Wabah penyakit menular, dalam UU Kesehatan pada pasal 154 ayat (1), hanya menyatakan, “Pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan.”
Ke-genting-an KLB, diatur pada pasal 165 ayat (1). Kelemahannya, UU menggunakan frasa kata “dapat” bukan dengan kata “wajib.” Sehingga pemerintah (dan pemerintah daerah) bisa diam saja, walau penyakit telah mewabah. Boleh jadi, hal itu untuk mengurangi trauma psikologis (ketakutan) masyarakat. Tetapi malah bisa melemahkan upaya bersama (masyarakat) untuk penanggulangan wabah penyakit.
Sudah banyak korban jiwa disebabkan “birokrasi” definisi KLB. Antara lain kriteria status KLB Demam Berdarah (DB) tahun 2018. Menghindarkan masyarakat dari wabah penyakit merupakan amanat konstitusi (UUD). Wajib dilaksanakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

——— 000 ———

Rate this article!
Cegah KLB Hepatitis A,5 / 5 ( 1votes )
Tags: