Dindik Janji Panggil Delapan Kepala Sekolah

12-grafis-sekolah-maladministrasiDindik Surabaya, Bhirawa
Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya akhirnya mau terbuka menerima laporan Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Jatim terkait temuan dugaan maladministrasi di delapan sekolah jenjang SMP. Dindik yang mulanya menganggap gampang persoalan itu berjanji akan memanggil masing-masing kepala sekolah untuk dimintai keterangan.
Tidak hanya memanggil pihak sekolah yang bermasalah, Dindik juga akan mempertemukan ORI berhadapan langsung dengan pihak sekolah yang diberi rekomendasi untuk disanksi.
Kepala bidang Pendidikan Dasar Dindik Surabaya Eko Prasetyoningsih menyebutkan, langkah ini ditempuh agar permasalahan yang dituduhkan jelas adanya. Sebab, dikhawatirkan jika tidak ditemukan bersama akan ada maksud laporan yang tidak jelas, bahkan bisa menjadi fitnah. “Kita panggil sekolah yang bermasalah untuk memastikan kebenaran masalah yang dilaporkan ORI Jatim,” tutur Eko saat dikonfirmasi, Minggu (14/9).
Langkah berikutnya untuk menindak lanjuti temuan itu, baru akan ditentukan setelah ada hasil dari pembicaraan di antara tiga pihak, yaitu Dindik, ORI dan sekolah. Eko mengaku Dindik harus berhati-hati dalam menentukan sikap. Karena jika sampai keliru, yang akan dirugikan bisa banyak pihak. Mulai dari Dindik hingga sekolah itu sendiri.  “Makanya kita akan temui kedua belah pihak untuk mendengar bagaimana pengaduan dari Ombudsman dan bagaimana kroscek dari sekolah,” imbuhnya.
Ditanya terkait temuan ORI Jatim, Eko membenarkan bahwa tindakan mewajibkan siswa membeli seragam dan atribut selain pada siswa baru adalah tindakan yang melanggar surat edaran yang diterbitkan Dindik. “Sesuai surat edaran yang sudah kami berikan, seharusnya yang diberi kewajiban untuk siswa baru saja. Dan ada beberapa syarat seperti harga yang harus bersaing dengan harga pasar serta dijual melalui koperasi sekolah,” katanya.
Selain itu, Eko heran pada sekolah yang memberi kewajiban untuk membeli seragam itu. Terutama pada sekolah SMPP YP 17. Menurut Eko di sekolah itu justru banyak siswa dari golongan mitra warga. Yang merupaka siswa dari keluarga yang kurang mampu. Sehingga tidak sepatutnya ditarik kewajiban untuk beli seragam. Bahkan seharusnya para siswa mendapat bantuan beli seragam dan peralatan sekolah.
“Di sekolah YP 17 itu malah banyak titipan siswa mitra warga, makanya saya juga heran. Akan tetapi akan kita kroscek ulang nanti,” katanya. Menurut Eko, seharusnya untuk para siswa mitra warga bisa mendapatkan bantuan. Seperti dari laba penjualan koperasi sekolah.
Seperti diberitakan sebelumnya, ORI Jatim merekomendasikan ke Dindik untuk memberik sanksi pada delapan sekolah tingkat SMP negeri dan swasta lantaran ditemukan adanya maladministrasi. Maladministrasi yang dimaksud adalah adanya pewajiban sekolah pada siswa kelas delapan untuk membeli seragam dan atribut sekolah. Padahal sesuai dengan surat edaran Dispendik, sekolah diperbolehkan mewajibkan membeli seragam dan atribut sekola hanya pada siswa baru saja. Sedangkan untuk selain siswa baru seharusnya bukan mewajibkan melainkan option, boleh membeli ataupun tidak. Sekolah yang dilaporkan ke Dindik adalah SMPN 7, SMPN 38, SMPN 42, SMP YP 17, SMP Taruna Jaya 1, SMP Unesa 1, SMP Taruna Jaya 1, dan SMP PGRI 1.
Asisten ORI Perwakilan Jatim Muflihul Hadi mengatakan, temuan tersebut telah dilaporkan ke Dindik Surabaya sejak tiga hari lalu, Jumat (12/9). Pihaknya mengaku akan menunggu tindak lanjut yang akan dilakukan Dindik. “Kami siap jika akan dimintai keterangan lebih detail. Termasuk ditemukan dengan pihak sekolah,” tutur dia. [tam]

Tags: