Gubernur Segera Kumpulkan Warga Dolly

12-tolak-dolly-tutupPemprov, Bhirawa
Meski ada penolakan, tampaknya tekad Gubernur Jatim Dr H Soekarwo untuk mendukung penutupan lokalisasi Gang Dolly dan Jarak pantang surut. Terbaru, mantan Sekdaprov Jatim ini akan segera mengumpulkan warga Gang  Dolly dan Jarak yang selama ini menggantungkan hidupnya pada dua lokalisasi tersebut.
“Tanggal 19 Juni 2014 nanti Insyaallah Dolly akan tetap ditutup. Untuk warga yang selama ini menggantungkan hidup di situ (Dolly dan Jarak) akan kita kumpulkan untuk diberi pengarahan dan bantuan modal usaha,” kata Soekarwo dikonfirmasi, Minggu (1/6).
Menurut Pakde Karwo, sapaan lekat Soekarwo, Pemprov Jatim akan terus berupaya mengangkat hidup masyarakat Jatim agar lebih bermartabat. Salah satunya adalah secara bertahap menutup lokalisasi di Jatim, dan mengentaskan PSK dari lembah hitam tersebut.
“Mengurus orang bingung tidak boleh lelah. Para PSK  adalah orang yang bingung. Mereka diperas para mucikari. Hidupnya dililit utang yang tiap tahun terus menggunung. Padahal mereka menginginkan hidup yang lebih bermartabat,” ungkapnya.
Sampai saat ini, WTS yang ada di Dolly dan Jarak berjumlah 1.082 orang. Mereka akan diangkat hidupnya menjadi lebih bermartabat. Para dai akan mendampingi dan membangun kembali moral mereka agar menjadi lebih baik . Selain itu, Pemprov Jatim akan memberi keterampilan dan modal usaha sebesar Rp 3 juta dan mucikari Rp 5 juta.
Sementara itu, penutupan Dolly dan Jarak di Surabaya oleh Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya menurut pengamat sosial Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr Bagong Suyanto, bukanlah perkara mudah. Pemkot harus memiliki program open menu untuk banyak pihak, sehingga tidak akan memicu perselisihan.
“Penutupan lokalisasi ini bukan untuk kepentingan pemkot belaka. Yang terpenting bukan pro atau kontra, tapi bagaimana eksis strateginya. Tujuannya untuk membantu, tidak hanya sekadar menutup,” kata Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unair ini.
Artinya, lanjutnya, banyak elemen yang perlu diperhatikan di sekitar Dolly dan Jarak. Seperti para PSK, warga setempat dan dampak yang akan terjadi pasca penutupan. “Strategi Wali Kota Surabaya menutup lokalisasi itu harus dibicarakan dengan para PSK. Terutama terkait programnya apa dan kebutuhannya bagaimana,” ungkapnya.
Menurutnya, ini terutama soal memanuasiawikan manusia. Bagaimana program penutupan lokalisasi ini mampu menyelamatkan nasip PSK dan mengakomodir kebutuhan mereka. Lagi pula, pekerjaan para PSK  bukan tanpa risiko. Mereka memiliki latar belakang masalah yang berbeda-beda.
Bagong menegaskan, posisi para PSK ini adalah korban. Di mana masing-masing PSK punya persoalan yang berbeda. Ia berharap agar Pemkot Surabaya mengedepankan pendekatan personal. Memahami bahwa lingkungan hitam tersebut tidak hanya dilatarbekalangi perkara kemiskinan, tetapi juga gender, kekerasan dalam rumah tangga, perkosaan dan lain sebagainya.
“Karena itu, program Bu Risma harus bisa dibicarakan antara pihak, PSK dan warga setempat. Seyogyanya dibentuk program open menu yang mampu mewakili permasalahan dari bawah. Serta memberikan penyelesaian dari akar masalah. Jangan hanya diam, karena terkesan menganggap bahwa para PSK ini hanya sebagai terdakwa,” pungkasnya. [iib]

Rate this article!
Tags: