Virus Corona Bahaya, DBD Lebih Mematikan

15 Orang Meninggal di Jatim
Surabaya, Bhirawa
Sejumlah warga Kota Surabaya mengaku tidak terlalu khawatir dengan potensi penyebaran virus Corona di Surabaya. Hal tersebut diungkapkan saat ramainya warga dalam menghabiskan waktu di car free day (CFD) Darmo, Minggu (8/3).
Yulinawati, warga Lebak Rejo, meyakini bahwa Indonesia, khususnya di Jawa Timur bisa mencegah dan menanggulangi penyebaran Covid-19 ini. Menurutnya, masyarakat tidak perlu berlebihan dalam melihat penularan virus yang sudah menjangkiti empat orang Indonesia.
“Di Jawa Timur pasti bisa ditangani. Jadi, jangan terlalu fokus ke Corona karena berdampak negatif yaitu menyebabkam kepanikan di masyarakat,” ujarnya.
Perempuan yang kesehariannya menjadi guru di TK Mojo Indah Surabaya ini Indonesia mempunyai pengalaman dalam menanggulangi virus berbahaya yang menyebabkan kematian. Bahkan, Indonesia berhasil dengan cepat menanggulangi virus SARS yang lebih berbahaya dari Covid-19.
Kata Lina, sapaan akrabnya, virus dapat dicegah penularannya dengan rajin menjaga kesehatan tubuh dengan cara berolahraga. Jadi, menurut dia, masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan dan takut untuk berolahraga di tempat keramaian seperti saat car free day.
“Dengan menjaga kesehatan dan berolahraga adalah kunci terpenting dalam menghadapi potensi penyebaran virus ini,” paparnya.
Menurut Lina, media maupun warga tidak perlu terlalu fokus dengan Corona. Justru, yang perlu dikhawatirkan adalah demam berdarah dengue (DBD). “DBD lebih berbahaya dan mematikan. sudah ada yang meninggal tahun ini karena terserang itu,” ujarnya.
Secara umum, ada 27 orang yang positif COVID-19 di Indonesia, terdiri dari warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA). Hingga kini ada 4 WNA dalam daftar. Ada pula sejumlah kasus COVID-19 yang menjangkiti WNI di luar negeri.
Sebanyak 2 orang di antara 27 orang itu sudah dinyatakan negatif COVID-19. Namun perlu sekali lagi tes dengan hasil negatif COVID-19 sebelum 2 orang tersebut boleh pulang dari ruang isolasi rumah sakit.
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Herlin Ferliana menuturkan bahwa Covid-19 dan DBD harus dicegah demi melindungi masyarakat Jatim. “Sama-sama bahaya, keduanya harus sama-sama kita cegah dan masyarakat Jatim harus dilindungi,” katanya saat dikonfirmasi Bhirawa, Rabu (11/3) kemarin.
Menurut Herlin, penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue (DHF) kalau tidak dicegah akan memakan korban yang banyak. Sedangkan, Covid-19 kalau dibiarkan juga makan korban yang banyak pula. “Ayo kita jaga semoga Jatim tetap sehat,” pintanya.
Dinkes Jatim, kata Herlin, melihat penyakit demam berdarah masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Jatim dengan jumlah penderita yang fluktuaktif. Oleh karena itu, Dinkes Jawa Timur melakukan berbagai upaya untuk mencegah penyakit DBD.
Berdasarkan catatan Dinkes Jatim, total penderita demam berdarah dengue (DBD) pada Januari sampai 10 Maret sebanyak 1.766 kasus. Jumlah kematian karena penyakit ini mencapai 15 orang.
Jumlah penderita DBD terbanyak antara lain di Kabupaten Malang ada 218, Kabupaten Pacitan ada 208, Kabupaten Trenggalek ada 166, Kabupaten Kediri ada 100 dan Kabupaten Probolinggo ada 97.
Herlin menuturkan, sejumlah upaya dilakukan untuk mengendalikan DBD. Hal yang telah diupayakan antara lain penggiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M yaitu menguras, menutup tempat penampungan air, menyingkirkan atau memanfaatkan, mendaur ulang barang bekas.
Selai itu, menghindari gigitan nyamuk dengan pemakaian lotion anti nyamuk, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa, ikanisasi pemakan jentik, dan lainnya dengan melaksanakan kegiatan Gerakan satu rumah satu jumantik di semua wilayah.
“Penatalaksanaan kasus DBD yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan dan pemantauan kasus DBD di kabupaten atau kota,” ujar dia.
Selain itu, juga menyiapkan petuas, sarana, dan prasarana logistik demam berdarah dengue (DBD) di kabupaten/kota. Pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) seminggu sekali secara rutin, bermutu dan berkesinambungan.
“Kemudian segera merujuk pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan puskesmas/rumah sakit bila keadaan pasien tidak membaik, dan meningkatkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS),” pungkasnya. [geh]

Tags: