46 Hektare Tanah Negara Terancam Dicaplok JIIPE

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Proyek prestisus yang digagas PT Pelindo III di Kalimireng Manyar, Gresik berupa pembangunan pelabuhan internasional yang terintegrasi dengan industri dan perumahan atau dikenal dengan istilah JIIPE (Java Integrated Industrial and Port Estate)  ditenggarai telah mencaplok tanah negara milik UPT Balai Besar Sungai Bengawan Solo Dinas PU Pengairan Jatim seluas 46 hektare.
Bahkan sebagian tanah negara  tersebut telah diperjualbelikan oleh pihak yang mengatasnamakan petani penggarap (penyewa lahan) kepada salah satu pengembang yang bertugas membebaskan lahan untuk kebutuhan pembangunan pelabuhan internasional Kalimireng Manyar Gresik yang direncanakan sekitar 3.000 hektare.
Ironisnya, petani penggarap lahan sepertinya tidak pernah merasa menjual, sehingga mereka tetap mengajukan surat permohonan perpanjang sewa lahan milik negara itu melalui Bupati Gresik, lantaran masa sewanya habis per 19 Juni 2015 lalu. Namun surat pengajuan permohonan sewa lahan tersebut hingga kini belum ditandatangani oleh Bupati setempat.
Gubernur LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) Jawa Timur Irham Maulidy membenarkan kalau pihaknya telah menerima pengaduan masyarakat Manyar Gresik terkait dugaan jual beli aset negara oleh oknum tertentu kepada salah satu pengembang di proyek JIIPE. Bahkan dalam waktu dekat pihaknya akan melaporkan dugaan kasus pidana ini ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Berdasarkan laporan yang masuk, kata Irham, total luas tanah negara di Dusun Karangrejo Manyar Gresik yang diduga telah diperjualbelikan oleh oknum tertentu itu seluas 46 hektare dan tersebar di 11 titik atau dikelola penyewa. Namun yang teridentifikasi LIRA baru ada dua titik yang disewa petani dengan nama Kholil dan Sukantini.
Dalam akte notaris jual beli tanah, pihak pengembang yang diwakili H Saiful Arif (PT BKMS)  telah membeli lahan yang diduga milik negara seluas 28.744 m2  atas nama Kholil sebagai pemilik dan seluas 26.543 m2 atas nama Sukantini sebagai pemilik terjadi pada 22 Mei 2014. Padahal kedua orang itu sejatinya adalah penyewa lahan. “Nilai transaksi jual beli lahan milik kedua orang itu tercatat sebesar Rp 9 miliar,” ujar Irham Maulidy, Minggu (8/11).
Dugaan adanya upaya penggelapan aset negara kian transparan, karena pihak pembeli secara sepihak membatalkan jual beli lahan milik Kholil dan Sukantini pada 30 Juni 2015. “Kami juga punya bukti transfer balik dari H Saiful ke pihak PT Pelindo III melalui Bank Permata senilai harga lahan yang telah dibeli dari kedua petani penyewa lahan milik negara,” ungkapnya.
Patut diduga pembatalan jual beli secara sepihak itu terjadi karena kedua petani penggarap mengajukan surat permohonan perpanjangan sewa lahan milik Dinas PU Pengairan Jatim UPT Balai Besar Sungai Bengawan Solo. “Karena itu LIRA berharap Pemprov Jatim melalui dinas terkait mengecek kembali asetnya di kawasan Manyar Gresik yang diduga telah diperjualbelikan oleh oknum tanpa sepengetahuan Pemprov Jatim,” pinta Irham Maulidy.
Terpisah, mantan Kadis PU Pengairan Jatim yang baru dua bulan dimutasi menjadi Kadis PU Bina Marga Jatim, Supaad mengaku bahwa tanah negara di bawah pengawasan Balai Besar Sungai Bengawan Solo tak boleh diperjualbelikan, termasuk yang ada di Manyar Gresik. “Kalau ada oknum yang menjual ya laporkan saja biar diproses secara hukum,” tegas pria yang juga menjadi Pj Bupati Jember ini.
Sayangnya, Kadis PU Pengairan Jatim yang baru menjabat beberapa bulan, Dahlan ketika dikonfirmasi via telepon dan SMS terkait masalah tersebut hingga pukul 19.00 kemarin enggan menjawab walaupun SMS nya terkirim dan nada deringnya berbunyi. [cty]

Tags: