Anak Bisa Menuntut Pengakuan Ayah Berdasar Hasil DNA

Ayu Tanisa, Mahasiswa Prodi Hukum Universitas 17 Agustus Surabaya berhasil melakukan penelitian tentang hak anak atas pernikahan kontrak.

Ayu Tanisa, Mahasiswa Prodi Hukum Universitas 17 Agustus Surabaya berhasil melakukan penelitian tentang hak anak atas pernikahan kontrak.

Ayu Tanisa, Mahasiswa Peneliti Status Anak Hasil Kawin Kontrak
Kota Surabaya, Bhirawa
Fakta tentang pernikahan kontrak ternyata masih tumbuh subur di Indonesia. Ini dibuktikan dengan banyaknya desa atau kampung yang melegalkan pernikahan kontrak. Seperti di Desa Krembang Pasuruan, Desa Sukabumi Cisarua  Jawa Barat, Kampung Jepara Jawa Tengah dan lain-lainnya. Padahal, UU Nomor 1 Tahun 1974 telah mengatur tentang perkawinan sah  dan menolak pernikahan kontrak ataupun siri.
Banyak kerugian yang akan menimpa perempuan dan anak dari praktik pernikahan tanpa pengakuan negara. Pria bisa meninggalkannya sewaktu-waktu dan tanpa memberikan nafkah. Konsekuensi lainnya yang tak kalah menyengsarakan adalah hak perdata anak. Anak yang lahir dari kawin kontrak tidak diakui UU dan dianggap anak luar kawin sehingga tidak berhak mendapatkan hak perdata, baik berupa waris, wali dan nafkah.
Itulah pemahaman awam tentang status anak dari pernikahan kontrak dan model pernikahan lain yang tidak diakui negara. Padahal, dalam undang-undang di Indonesia, status anak tetap bisa diakui sekaligus hak keperdataannya. Fenomena ini secara gamblang dibedah oleh mahasiswa semester 8 Program Studi Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), Ayu Tanisa Devi (22).
“Sebenarnya anak luar nikah dari perkawinan kontrak bisa tetap mendapatkan hak perdatanya karena ada UU yang mengaturnya,” tutur perempuan berparas cantik ini.
Sebelum 2010, Ayu mengakui, sulit bagi anak hasil kawin kontrak untuk mendapatkan haknya. Namun setelah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 46/PUU-VIII/2010 anak kawin kontrak ini bisa mendapatkan haknya dari ayah.
Ayu menganggap keputusan MK itu telah membawa angin segar bagi anak kawin kontrak yang selama ini tidak diakui ayahnya. Meski mereka lahir dalam status luar nikah, anak-anak ini tetap bisa mendapatkan hak perdata dari ayahnya. Hal itu dibuktikan Ayu dan dituangkan dalam tugas akhirnya yang berjudul Hak Keperdataan Anak dalam Perkawinan Kontrak.
Perempuan kelahiran Nunukan Kalimantan Utara (Kaltara), 10 September 1992 itu mengakui meski putusan MK itu berlaku namun dalam kenyataannya cukup sulit bagi ibu dan anak hasil kawin kontrak untuk mendapatkan hak perdatanya. Selain kurang sosialisasi, proses persidangan pengakuan hak perdata anak itu sulit dan membutuhkan biaya banyak.
Kendati demikian, tidak sedikit pula ibu dan anak hasil kawin kontrak di Indonesia yang bisa mendapatkan haknya dengan proses yang cukup rumit dan sulit.  “Saya ambil studi kasus di Cisarua. Seorang ibu berhasil mendapatkan hak perdata anak dari ayah berkebangsaan Jerman dengan tes DNA,” jelas alumnus SMAN 13 Surabaya tersebut.
Tentu tidak semudah membalikkan telapan tangan. Hak perdata tidak mudah didapatkan. Bila keluarga besar ayahnya tidak mau mengakui hasil DNA, maka anak kawin kontrak tetap tidak mendapatkan hak perdatanya. Sebaliknya, bila keluarganya menerima, maka anak kawin kontrak akan mendapatkan haknya seperti anak yang lahir dalam status pernikahan sah. “Tidak kita pungkiri banyak ibu di Indonesia yang malas mengurus hak perdata anaknya. Selain biaya tes DNA itu mahal. Tidak sedikit keluarga ayah yang menolak status anak kawin kontrak itu. Akhirnya, usaha itu sia-sia,” jelasnya.
Disinggung penolakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait tidak adanya hak anak yang terikat kawin kontrak?  Ayu menjelaskan dalam UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 anak hasil kawin kontrak tidak memiliki hak dari ayahnya. Akan tetapi, dengan adanya putusan MK tersebut, maka anak kawin kontrak masih bisa mendapatkan haknya dengan usaha keras dan rumit. “Munculnya putusan MK mungkin karena konsep bila seorang anak yang dilahirkan di dunia itu tidak bersalah dan tetap menjadi tanggung jawab orangtuanya. Jadi anak dengan status nikah dan di luar nikah tetap punya hak dari orangtuanya. Seorang ayah tidak bisa lepas tangan begitu saja terhadap anaknya,” jelas Ayu. [Adit Hananta Utama]

Tags: