Anita, Perempuan Difabel yang Menginspirasi

Anita, salah seorang penyandang difabel asal Situbondo yang dikenal gigih bekerja hingga memiliki usaha secara mandiri. [sawawi]

Bagi Difabel, Ilmu yang Paling Berharga Adalah Memiliki Percaya Diri
Kab Situbondo, Bhirawa
Jika bisa memilih, tak ada wanita yang ingin terlahir cacat atau difabel. Begitu pula yang diinginkan Anita, sosok perempuan muda dan tangguh yang tak ingin memiliki kelainan fisik. Namun garis tangan berbicara lain, Anita terlahir dengan kelainan pada kakinya. Meski begitu, kekurangan fisik yang dialaminya tak mematahkan semangat untuk menjadi lebih baik, utamanya secara ekonomi. Kerja kerasnya telah membimbingnya menjadi perempuan yang mandiri dan menginspirasi. Seperti apa kisahnya ?.
Saat masih kecil, Anita diketahui jarang keluar rumah. Dia lebih senang mengurung diri di rumahnya. Wajar saja, Anita merasa minder karena dibagian tubuhnya tidak normal. Bahkan Anita hanya sesekali saja keluar rumah. Itupun jika ada hal-hal penting yang harus ia kerjakan.
Saat bertemu dengan orang lain, Anita mengaku malu. Kondisi ini dirasakan Anita hingga bertahun-tahun lamanya. Disisi lain Anita juga jarang bersentuhan dengan dunia luar. Selama itu juga, Anita merasa hidup yang tertekan. “Ya dulu saya jarang keluar rumah,” aku Anita polos.
Menginjak usia remaja, pola pikir Anita berubah. Ia lebih tegar, pantang malu dan harus hidup dengan penuh kepercayaan diri. Kini, hidup perempuan asal Desa Juglangan, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo itu bisa menjalani hidup lebih berwarna.
“Memang sebelumnya jarang keluar rumah. Tapi itu harus saya lawan. Kini malah sering ke luar rumah dengan banyak menyibukkan diri mengikuti sejumlah kegiatan,” papar Anita sambil berjalan dengan bantuan kayu dikedua lengannya.
Perempuan yang mengaku memiliki tiga saudara itu mengatakan, mulai memasuki usia di atas 20 tahun, Anita mulai aktif di komunitas disabilitas Situbondo. Di rumah baru inilah dia sedikit demi sedikit mulai menemukan jati diri yang sebenarnya. Selain bisa bertemu sesama komunitas, kegiatan di komunitas difabel dapat menambah kepercayaan Anita tumbuh menggembirakan. “Di rumah baru ini saya mendapatkan banyak ilmu dan yang lebih menyenangkan lagi, kini kepercayaan diri saya kian bertambah,” terangnya.
Di mata Anita, ada beberapa hal yang sangat menginspirasi dirinya. Yakni sesorang yang tidak normal secara fisik, ilmu yang paling berharga adalah memiliki percaya diri. Jika sudah tidak malu dengan kekurangan fisiknya, maka potensi yang dimilik bisa segera dikembangkan.
Untuk itu, Anita menyarankan kepada wanita yang memiliki nasib yang sama untuk tidak terkungkung dengan sikap yang minder. “Sebaliknya saya sarankan, bagi teman-teman disabilitas, untuk tidak perlu malu. Segeralah bangkit dan tanamkan rasa percaya diri,” pesan Anita.
Kondisi menggembirakan kini dialami Anita. Sejak tidak malu dengan kondisi fisiknya, dia mulai berpikir untuk mengembangkan potensi diri. Puncaknya, ketika Anita berani membuka usaha sendiri meski, kecil-kecilan. Dengan membuka usaha berjualan, Anita lambat laun semakin hidup mandiri. Bahkan Anita tidak menggantungkan nasibnya kepada orang lain. “Saya sekarang berani berusaha dengan membuka jualan bensin, rokok, beras dan bermacam macam sembako lainnya,” ujarnya.
Anita berjualan di rumahnya. Dia membuat lapak seadanya. Dari hasil usahanya itu, Anita sudah merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Meski tidak seberapa, usaha yang ia tintis dirasa sudah merasa cukup karena tidak perlu bergantung kepada orang lain. Saat tidak ada kegiatan di luar, Anita hanya menjaga barang dagangannya.
Perempuan yang sudah memasuki usia 32 tahun itu lebih banyak menghabiskan waktu dengan berjualan. “Bedanya, kini saya sudah tidak merasa bosan meski ada di rumah terus. Karena sudah ada kegiatan dengan berjualan kebutuhan pokok rumah tangga ini,” imbuhnya.
Teman di komunitas Difabel, Luluk, mengakui Anita yang juga temannya tersebut sudah memiliki modal kepercayaan diri yang tinggi hingga berani membuka usaha secara mandiri. Anita, kata Luluk, tidak semata-mata hanya aktif di komunitas disabilitas akan tetapi juga punya kesibukan lain yang positif. “Itu semua terwujud berkat dukungan penuh dari keluarga. Termasuk juga dukungan dari kami (para difabel, red) ini,” katanya.
Luluk mengatakan, semasa ibu dan bapak Anita masih hidup, mereka selalu memberikan motivasi. Orang tuanya yang memberikan dorongan kepada Anita sejak kecil untuk tidak minder dengan keadaan fisiknya. Kemudian setelah orang tuanya tiada, teman dekatnya itu tampak tidak pernah lelah dalam menjalani hidup dan selalu tampil percaya diri. “Saat aktif di organisasi disabilitas, dia juga mendapatkan dukungan penuh dari kakaknya serta kerabat dekat lainnya,” sambung Luluk.
Aktivis sosial Situbondo, Agung Hariyanto, sangat mengapresiasi keteguhan hidup yang dialami Anita. Dimata Agung, sosok Anita layak untuk diteladani karena tidak hanya menerima kekurangan fisiknya dengan air mata.
Bahkan sebaliknya, Anita yang difabel mampu sukses dengan membuka usaha berjualan di rumahnya. “Tentunya ini menjadi inspirasi. Patut dicontoh para difabel lainnya di Kota Bumi Salawat Nariyah ini. Jangan hanya berpangku tangan tetapi harus berikhtiar untuk hidup yang lebih maju,” tegasnya. [sawawi]

Tags: