ASN Kota Mojokerto Dilarang Nikah Dua Kali atau Jadi Istri Kedua

Sosialisasi PD3AKB Terkait Nikah sirih di Perumnas Wates. [kariyadi/bhirawa]

(Antisipasi Nikah Siri, PD3AKB Warning Modin)
Kota Mojokerto, Bhirawa
Tingginya minat masyarakat terhadap nikah siri yang beredar di duniamaya disikapi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AK) Kota Mojokerto. Untuk mencegah praktek nikah bawah tangan ini DP3AK melakukan warning terhadap petugas pencatat nikah atau modin di kota Mojokerto agar tak memberikan fasilitas praktek nikah sirih.
”Kepada para modin itu kita sampaikan adanya pelanggaran UU Nomor 1 tahun 1974 tentang pernikahan dalam perkawinan siri. Perkawinan model ini tidak diakui pemerintah sebab dilakukan diam-diam tanpa mencatatkannya di KUA (Kantor Urusan Agama),” papar Kepala DP3AKB, Moch Ali Imron, ditemui usai sosialisasi bahaya nikah siri di kelompok Bina KB di Jl Panggreman XIV No 7, Perumnas Wates, Selasa (26/9) kemarin.
Menurut Imron, dalam praktik kawin siri wanita kerap menjadi korban ketidak adilan. ”Istri, seakan hanya jadi eksploitasi seksual. Mereka bisa saja ditinggal suami sementara hak waris atau gono – gini dalam perkawinan tidak bisa diminta. Dalam hal ini perempuan bisa menjadi korban,” urainya.
Disinggung soal data nikah siri di Kota Mojokerto, Imron menyatakan bahwa kasus nikah siri tidak bisa didekteksi. ”Mereka cenderung tertutup,” imbuhnya.
Meski demikian, ia menduga kasus ini marak terjadi di kalangan masyarakat. ”Dugaan kami banyak. Dan praktik poligami juga pasti ada di kasus nikah siri,” ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) juga berpotensi terjadi kasus nikah siri. ”Kemungkinan ada. Namun ingat bahwa PP 10 tentang perkawinan PNS yang direvisi dalam PP 54 masih berlaku. PNS tidak boleh kawin lebih dari satu, jangankan seperti itu PNS wanita juga dilarang menjadi istri kedua. Dan pelanggaran itu bisa dipecat,” tegasnya.
Sementara itu, Kabid Pengendalian Penduduk dan KB, DP3AKB, Djunaedi menambabkan kasus nikah siri ini terjadi dihampir semua kalangan masyarakat.
”Tidak melihat strata masyarakat, terjadi dimana saja,” jelasnya.
Djunaedi mengungkapkan, karena nikah siri sah menurut agama (Islam) maka tingkat pendidikan tidak mempengaruhinya. ”Walau demikian kita mensosialisasikan bahaya nikah siri, agar hak-hak kedua belah pihak dan anak dalam perkawinan terpenuh semuanya karena dijamin UU,” pungkasnya. [kar]

Tags: