Aturan P3K, Honorer dan GTT/PTT Tak Diberi Keistimewaan

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim dan PGRI Minta Proses Tes Dibedakan
Surabaya, Bhirawa
Usai diteken pada awal Desember 2018 lalu, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) memunculkan masalah baru. Pasalnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2018, mekanisme P3K hampir sama dengan perekrutan Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal itu, menurut beberapa pihak justru merugikan peran guru honorer atau guru tidak tetap (GTT) yang selama ini mengabdi cukup lama dengan metode tes yang tetap di berlakukan.
Menurut Ketua PGRI Jatim, Ichwan Sumadi perekrutan P3K harusnya dibuat berbeda dengan ASN. Itu untuk memberikan kesempatan bagi guru honorer dan GTT/PTT dalam memperoleh statusnya sebagai ASN. Karena jika metode tes tetap diterapkan untuk perekrutan P3K, tentu tidak bijak untuk menyamakan posisi guru honorer atau GTT dengan orang-orang baru yang ingin mendaftar.
“Kalau lulusan yg belum pernah mengajar tes diberlakukan itu boleh. Tapi untuk guru honorer atau GTT yang ngajar selama bertahun-tahun ya jangan. Itu nggak bijak,” ungkap dia.
Lebih lanjut, pihaknya justru mengusulkan agar menggunakan tes yang membedakan antara guru honorer atau GTT dengan peserta umum lainnya. Seperti, pemberlakuan tes keahlian maupun kurikulum yang diajarkan.
“Kami mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan dan memperhatikan nasib guru honorer dan GTT. Mulai dari lama masa kerja. Bukan guru yang baru-baru,” lanjut dia.
Hal yang sama juga diutarakan wakil ketua komisi E DPRD Jatim, Suli Daim yang menyatakan jika penggunaan tes dan jenjang dalam peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2018 terkait P3K harusnya diperjelas. Menurut dia peraturan pemerintah yang mengatur soal P3K tidaklah berpihak pada guru honorer atau GTT. Mengingat, usai peserta dinyatakan lolos dan diterima sebagai ASN di lenbaga tertentu dengan rentan waktu selama setahun, hal itu akan memunculkan dilema baru bagi mereka karena tidak ada kejelasan status.
“Mereka kan bilang jangka waktu kerjanya selama satu tahun dan akan diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Ini kan nggak ada jaminan. Kalau nggak dibutuhkan ya nggak diperpanjang lagi, kan begitu artinya,” papar dia. Jika pemerintah sungguh-sungguh, lanjut dia, dalam memberikan perhatian dan penghargaan kepada honorer dan GTT untuk membantu penyelenggara pendidikan pelaksanaan tes harus dibedakan antara peserta umum dan honorer atau GTT/PTT. Sebab, jika hal itu tidak diperhatikan pendidikan tidak akan bisa berjalan dengan semestinya. Karena ia menilai, setelah kebijakan monatorium beberapa waktu yang lalu hampir tidak ada yang mengisi pos-pos bidang studi. “Siapa lagi kalau mggak GTT dan guru honorer yang ngisis? Semestinya P3K diberlakukan untuk honorer dan GTT bukan untuk umum,” tegas dia.
Dalam membahas persoalan tersebut, pihaknya sudah membahas hal itu dengan Menpan RB (Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi). Ia mengaku jika pihaknya meminta agar mekanisme penerimaan P3K membedakan antara guru honorer atau GTT/PTT dan umum untuk ujian ASN.
“Pasti mereka yang sudah bekerja cukup lama akan kalah. Dari segi pengalaman mereka punya pengalaman. GTT tes sendiri, yang baru atau umum tes sendiri,” imbuh dia.
Akan tetapi, diakui Suli Daim, pembahasan tersebut hingga saat ini tidak ada jawaban maupun solusi yang diharapkan untuk kepentingan GTT/PTT dan kejelasan status GTT/PTT. “Belum ada revisi atau peninjaun kembali soal kebijakan dan mekanisme dari P3K. Sifatnya masih instruktif,” sambung dia. Namun, pihaknya tetap menganjurkan agar GTT/PTT maupun honorer tetap mengikuti proses yang ada. “Saya akan terus mendampingi mereka. Semangat kita yang selalu kita sampaikan ke Menpan,” pungkas dia.
Sementara itu, Kepala Dindik Jatim Saiful Rachman mengatakan jika persoalan P3K sudah menjadi ketentuan pusat yang mutlak. Pihaknya menganjurkan jika GTT/PTT tetap mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2018 . Karena pada dasarnya, posisi P3K dalam undang-undang sama dengan ASN.
“Di P3K ini yang diangkat benar-benar dibutuhkan, yang langkah juga berkualitas. Hak nya sama dengan ASN. Tapi memang tidak punyak hak ketika pensiun,” kata dia. [ina]

Tags: