Buaian Pesta Rakyat

Judul : Cannery Row
Penulis : John Steinbeck
Penerjemah : Eka Kurniawan
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : 1, 2017
Tebal buku : viii + 235 halaman
ISBN : 978-602-291-407-5

Pembaca di Indonesia mungkin agak terlambat membaca terjemahan novel Cannery Row karya John Steinbeck, tujuh puluh dua tahun setelah pertama terbit pada 1945. Pada zamannya, banyak diterbitkan karya sastra berlatar Perang Dunia II dan masa Depresi Besar di Amerika. Lirih dan dramatis. Steinbeck sempat menulis novel serius semacam itu lewat novel The Grapes of Wrath (1939). Terjemahan bahasa Indonesianya, Amarah, ditulis oleh Sapardi Djoko Damono.
Seakan jenuh, Steinbeck kembali dengan gaya menulisnya yang komikal. Mengisahkan kaum pinggiran dengan pesta dan mabuk-mabukan, Steinbeck terkesan tak berusaha menyuapkan pesan-pesan moral pada pembaca.
Dalam pembukaan novel, Steinbeck menggambarkan sebuah wilayah di Monterey, California, bernama Cannery Row. Sebuah toko kelontong serba ada milik seorang Cina bernama Lee Chong mengawali sejarah keberadaan gelandangan Mack dan kawanannya untuk mendapatkan tempat hunian bernama Palace Flophouse. Tak luput, rumah pelacuran bernama Bear Flag Restaurant juga hadir di satu wilayah yang sama. Steinbeck sama sekali tak menutupi kebobrokan kampung buatannya. Ditulisnya, “Penduduk Cannery Row berisi para pelacur, germo, tukang judi, dan anak-anak haram jadah.” (hal. vi).
Uniknya, di antara toko kelontong Lee Chong dan Bear Flag Restaurant, terdapat laboratorium Western Biological. Penghuninya seorang sarjana bernama Doc. Bertubuh kecil namun dapat “menjadi sumber filsafat, ilmu, dan seni.” Doc mendengarkan omong kosong macam apapun dan mengubahnya menjadi suatu kebijaksanaan untukmu. (Hal. 29) Doc hadir sebagai pelipur lara para pembaca akan kebobrokan Cannery Row. Begitu pula perasaan segenap penduduk di wilayah itu.
Suatu hari, Mack dan kawanannya hendak merencanakan sebuah pesta untuk Doc karena mereka menganggap, “Si Doc itu sahabat sialan yang baik hati.” (Hal. 46) Namun uang menjadi kendala bagi mereka. Tak mungkin mengadakan pesta tanpa makanan dan bir. Dan mereka memerlukan uang untuk mendapatkannya. Tersedia berbagai pekerjaan seperti menjadi bartender atau tukang jual ikan di Monterey, tapi pekerjaan semacam itu bakal merusak reputasi mereka sebagai berandalan.
Pencarian uang dilakukan tanpa merusak martabat mereka sebagai sampah masyarakat. Pergi mencari kodok untuk penelitian Doc, mereka bermabuk-mabukan dan bertengkar dengan penduduk lain. Sekembalinya ke Cannery Row mereka justru menjual kodok ke Lee Chong. Lantas kue dibuat, dekorasi dipajang, gramofon meraung keras. Para pelancong, pemabuk, dan pelanggan rumah pelacuran mangkir dan ikut berpesta. Pesta jadi tak terkendali.
Kebobrokan itu digambarkan John Steinbeck atas kecintaan terhadap kampung halamannya sendiri. Puncak sebuah pesta rakyat jelata adalah kehancuran. Kita menerka Steinbeck berusaha memberi petuah pada rakyat jelata yang berpesta, bahwa kaum miskin mempelajari hakikat pesta secara tak sempurna. (Hal. 216) Gejolak batin sebuah kampung bergantung pada penduduknya sendiri.
Tanggal 13 Februari 2018, KPU mengumumkan nomor urut pasangan calon peserta Pilkada 2018. Acara ini diliput langsung oleh berbagai media televisi. Selepas acara, dilanjut oleh hiburan-hiburan musik. Pendukung pasangan berpesta bersama, menghidupi “pesta rakyat” dari embel-embel demokrasi di Indonesia. Dan kita dapat membayangkan akhir pesta ini setelah membaca novel Cannery Row.

———- *** ———–

Rate this article!
Buaian Pesta Rakyat,5 / 5 ( 1votes )
Tags: