Bumi Semakin Panas

Najamuddin KhairurrijalOleh :
Najamuddin Khairur Rijal
Pengajar Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Mengapa suhu di bumi “semakin” panas? Kata “semakin” sengaja diberi tanda petik. Kata itu menunjukkan makna perbandingan, untuk menyatakan bahwa suhu di bumi dahulu tidak sepanas sekarang. Benarkah demikian? Benarkah bahwa dahulu suhu di bumi tidak sepanas yang kita rasakan saat ini? Berdasarkan berbagai literatur, suhu di bumi belakangan ini memang semakin panas.
Bumi Kian Sesak
Faktanya, bukan hanya di Indonesia, tetapi di manapun, di seluruh belahan dunia, suhu di bumi memang semakin panas. Pertanyaan di atas bisa dijawab dengan mengatakan bahwa suhu di bumi semakin panas sebab bumi kian sesak (crowded). Jumlah manusia semakin banyak dan mereka memadati bumi ini. Pertumbuhan penduduk melonjak tajam dari tahun ke tahun, sementara bumi tidak pernah bertambah lebih besar dan luas.
Suhu di bumi semakin panas karena pohon-pohon semakin berkurang. Pohon banyak yang ditebang untuk kemudian digantikan dengan “hutan beton” berupa bangunan-bangunan menjulang dan tempat tinggal. Akibatnya, fungsi pohon yang bertugas untuk menyerap karbondioksida (CO2) hilang. CO2 selanjutnya terbang bebas ke atas, merusak lapisan ozon. Dampaknya adalah sinar matahari yang terpancar ke bumi semakin terasa panas sebab lapisan ozon menipis. Padahal lapisan itu berfungsi menangkal atau menyaring sinar matahari yang dipancarkan langsung ke bumi.
Hal itu diperparah dengan semakin sesaknya bumi ini dengan kendaraan bermotor. Jalan-jalan dipenuhi oleh deru mesin kendaraan yang melemparkan asap polusi. Asap polusi dari knalpot itu mengandung CO2. CO2 itu diperoleh dari proses pembakaran bahan bakar fosil oleh mesin kendaraan. Karena pohon semakin berkurang, maka CO2 itu terbang bebas ke lapisan ozon. Terjadilah siklus seperti yang dikemukakan di atas. Padahal kita semua tahu bahwa pohon itu ibarat paru-paru dunia. Pohon menangkap CO2 di udara dan menggantinya dengan melepaskan oksigen untuk kita bernafas. Sayangnya, jumlah pohon semakin sedikit sementara manusia semakin banyak, sehingga fungsinya pun menjadi terganggu.
Dampak dari kian panasnya suhu di bumi menjadi sangat kompleks. Terjadi kerusakan alam, bencana alam, perubahan iklim, kekeringan, efek rumah kaca, dan banyak hal lain lagi yang bisa dijelaskan dengan sederet bukti yang terjadi. Kebakaran hutan (kebakaran hutan yang berlangsung alami, bukan sengaja bakar) yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera beberapa pekan terakhir pun menjadi salah satu bukti semakin panasnya suhu di bumi ini hingga membakar hutan dan pepohonan.
Simfoni Alam
Lalu, apakah kita, manusia, yang menjadikan suhu di bumi panas? Atau, Tuhan-kah yang menjadikannya panas? Mengutip pernyataan menarik Heidi Cullen, pakar iklim Weather Channel, “Alam tidak berbeda dengan sebuah simfoni yang besar dan kompleks, dan matahari seperti sebuah drum bernada paling rendah. Aksinya menggerakkan semua yang lain, sejak kita mengalami zaman es hingga kita mengalami masa-masa hangat.”
Lanjutnya, “akan tetapi sekarang pengaruh manusia telah masuk terlalu jauh ke dalam simfoni ini sehingga kita, manusia, mempengaruhi cuaca sehari-hari. Kita seperti membunyikan sebuah gitar melodi listrik keras-keras ketika alam sedang asyik dengan simfoninya.” Sederhananya, Cullen mau katakan bahwa manusialah yang menjadikan suhu di bumi semakin panas! Kita terlalu menghinakan Tuhan jika menyebut ini semua adalah aksinya.
Secara ilmiah, Thomas L. Friedman dalam bukunya Hot, Flat, and Crowded (2008) mengulas mengapa bumi semakin panas. Sebelum Revolusi Industri, pada abad kedelapan belas, dan selama sekitar 10.000 tahun sebelumnya, planet bumi memiliki kira-kira 280 ppm (part per million) CO2 berdasarkan volume di atmosfer. Kini, mengandung kira-kira 384 ppm. Hal itu terjadi karena emisi karbon dari pemakaian bahan bakar fosil untuk industri oleh manusia dan dari penggundulan hutan. Selain itu, juga karena faktor-faktor lain yang lebih kompleks.
Sistem iklim memiliki irama jantungnya sendiri, dan orbit bumi mengitari matahari menjadi penentu dari irama tersebut. Alasan mengapa temperatur rata-rata bervariasi sepanjang sejarah adalah kenyataan bahwa orbit bumi bukan lingkaran melainkan elips-elips yang bervariasi membentuk siklus. Maka, jarak bumi dari matahari berubah sedikit demi sedikit sejalan dengan perubahan bentuk orbit. Hal itu berpengaruh terhadap tingkat radiasi yang kita terima dari matahari.
Faktor lain adalah kemiringan (tilt) sumbu bumi. Kemiringan sumbu bumi inilah yang memberi kita musim. Karena bumi miring, kita mendapatkan radiasi matahari lebih banyak pada musim kemarau dan lebih sedikit pada musim hujan. Akan tetapi, yang terjadi selama kira-kira 40.000 tahun adalah kemiringan bumi tersebut berubah secara bertahap sebesar satu atau dua derajat. Pada gilirannya, hal itu menambah atau mengurangi intensitas radiasi matahari yang menerpa bumi.
Lalu, kita tidak bisa menyangkal bahwa perubahan yang terjadi pada matahari dan bumi adalah bukan efek nyata dari aktivitas manusia. Semua yang terjadi di alam ini adalah karena adanya kontribusi manusia. Maka, ketika kita menerima radiasi matahari semakin banyak, kita harus sadar bahwa manusialah yang punya andil atas itu.
Butuh Kesadaran
Satu hal yang perlu kita sadari adalah bahwa pemanasan bumi tidak boleh kita remehkan. Kita tidak boleh abai dan acuh atas apa yang terjadi pada bumi. Sebab, pada akhirnya, kita, manusia sendiri yang akan merasakan dampaknya. Kenyataan telah menunjukkan kepada kita bahwa kita merasa semakin gerah dari hari ke hari. Musim kemarau terasa semakin panas memanggang. Sementara musim hujan tampak setengah-setengah. Musim hujan, tapi hujan jarang turun. Musim hujan, tetapi matahari tetap panas dan intensitas hujan semakin tidak teratur.
Perlu kesadaran pada setiap diri kita bahwa di masa yang akan datang kita akan merasakan hal yang jauh lebih parah dari hari ini. Jika kita tidak segera sadar dan melakukan tindakan nyata untuk menyelamatkan masa depan bumi, maka apa jadinya bumi ini dan generasi kita dua puluh atau lima puluh tahun yang akan datang. Dan, masalah itu tidak akan selesai hanya dengan kita duduk berdoa! Kita perlu bertindak tentang langkah-langkah kecil yang harus kita lakukan namun berdampak besar, untuk kehidupan dan masa depan kita.

                                                                                                          ————- *** ————-

Rate this article!
Bumi Semakin Panas,5 / 5 ( 1votes )
Tags: