Menimbang Kebutuhan Rel Ganda di Jawa

Dian SavitriOleh:
Dian Savitri
Mahasiswa S2 Unmer Malang. Aktifis IMM Malang

Rel ganda (double track) kereta api Surabaya-Jakarta sepanjang 727 kilometer secara resmi telah beroperasi sejak 1 Mei 2014. Transportasi dan logistik Indonesia telah menapaki babak baru paska penggunaan rel ganda ini. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pun mendapat tantangan
yang sebenarnya tidak begitu baru, mengingat latar belakangnya yang tidak begitu asing dengan masalah rel kereta api.
Banyak yang dijanjikan dengan beroperasinya rel ganda ini. Frekuensi lalu lintas kereta api kini meningkat dari semula 84 trip menjadi 200 trip per hari. Transportasi kontainer akan meningkat dari semula 160 unit ukuran 20 feet menjadi 500 unit per hari. Dampak dari pemakaian
trailer berkurang maka terjadi penghematan pemakaian BBM 115 kiloliter per hari. Emisi karbon pun turun 350 ton per hari. Dalam setahun penghematan BBM mencapai 42 ribu kiloliter dan penurunan emisi karbon  128 ribu ton karbondioksida.
Jalan Pantura Jawa akan menjadi awet karena 30 persen beban beralih ke  moda kereta. Kapasitas beban jalan Pantura adalah maksimal 400 juta ton per tahun dan kini dibebani 800 juta ton per tahun. Jalur ini memberikan kontribusi 26,5 persen ekonomi Indonesia dan 38,5 persen
seluruh kegiatan ekspor dan impor di negeri ini. Inilah yang menyebabkan jalan yang awalnya dibangun oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36 Herman William Daendels ini rusak setiap 1,5-2 tahun padahal disainnya untuk 10 tahun.
Rel ganda itu menjanjikan sebagian solusi problem logistik Indonesia yang akut. Kementerian perhubungan menyebutkan bahwa ongkos logistik Indonesia masih tertinggi di negara sekawasan. Kini, sekitar 24,6 persen dari nilai barang, sementara Malaysia 15 persen, malah AS dan
Jepang hanya membebankan biaya logistik 10 persen. Kontribusi rel ganda diperkirakan menurunkan biaya logistik 17 persen.
Berdasarkan data World Bank (2012), Singapura menempati peringkat pertama daya saing logistik global. Malaysia (29), Thailand (38), Filipina (52), Vietnam (53), Indonesia (59) dan Kamboja (159). Tahun 2014 ini, posisi Indonesia berada di posisi 53 berdasarkan logistic
performance index (LPI) yang dikeluarkan lembaga yang sama dengan nilai 66,7 persen. Total skor rata-rata logistik 3,08 atau meningkat dibanding penilaian 2 tahun silam dengan skor 2,94.
Ongkos logistik 24,6 persen itu setara dengan Rp 1.820 triliun terdiri dari biaya gudang Rp 546 triliun, transportasi Rp 1.092 triliun dan biaya administrasi Rp 182 triliun.
Palang Pintu
Dampak yang pasti, dengan diluncurkannya rel ganda ini adalah soal jaminan keselamatan pengguna moda jalan darat. Kecelakaan lintasan kereta api Bintaro, akhir tahun lalu yang menyebabkan 9 korban tewas masih membekas. Masih banyak lagi kecelakaan di lintasan kereta
lainnya yang tidak terekspos media dan jumlah korbannya tidak kalah dengan Bintaro.
Kejadian kecelakaan di perlintasan kereta karena minimnya sarana palang pintu menjadi tugas tambahan pemerintah daerah setempat. Biaya ini tidak murah, untuk membangun palang pintu dengan empat mesin listrik dan konstruksi sipilnya minimal memerlukan Rp 200 juta setiap
perlintasan. Di seluruh Jawa, kini ada lebih dari 6.000 titik lintasan kereta api dan minimal memerlukan biaya hingga Rp 1,2 triliun belum termasuk upah penjaga. Karena itu, kini ada sedikitnya 1.192 titik lintasan yang tidak dijaga sama sekali oleh petugas. Operasi rel ganda
di sisi lain membutuhkan tantangan dan biaya tidak murah sebagai konsekuensinya.
Akibat lainnya adalah kemacetan, karena frekuensi kereta yang semakin tinggi maka setiap saat jalan darat harus ditutup untuk memberikan kesempatan kereta terlebih dulu. Sekarang saja, jika kereta lewat minimal memerlukan waktu 15 menit berhenti dan membuat kemacetan
minimal 1 kilometer di kota-kota sedang dan bertambah dua sampai tiga kali lipat pada kota-kota padat.
Kemacetan di Lamongan, Jawa Timur kini seolah menjadi menu wajib pengguna lalu lintas darat Pantura akibat rel ganda ini. Konstruksi rel yang buruk acap kali membuat patah sumbu roda truk besar dan akhirnya mogok di tengah jalan. Sepanjang konstruksi rel tersebut
tidak dibetulkan, citra rel ganda akan buruk karena akan menjadi sasaran kemarahan pengguna jalan kota soto tersebut.
Lalu Lintas Kontainer
Diyakini sumber kemacetan parah di seluruh Indonesia saat ini karena truk-truk yang membawa barang dengan tonase berat. Truk berat yang berkecepatan rendah karena berkaitan dengan kelaikan kendaraan ditimpangi dengan kualitas jalan yang buruk, praktis membuat kemacetan
parah tidak akhir.
Saat ini ada satu juta truk kontainer per tahun yang hilir mudik Surabaya-Jakarta dan inilah yang menjadi sasaran rel ganda. Jonan harus mampu memindahkan lalu lintas kontainer dari semula menggunakan trailer menjadi kereta dan untuk itu harus disiapkan peralatan
handling memadai pada depo-depo kereta api.
Keterbatasan peralatan pada titik-titik hub jalur kereta api membuat persepsi bahwa distribusi barang dengan menggunakan truk diklaim lebih ekonomis dari sisi ongkos. Biaya per distribusi barang dari ujung timur Jawa ke ujung barat adalah Rp 5 juta dan memerlukan waktu 3
hari. Barang bahkan bisa berhenti di depan tujuan dan tidak ada lagi perpindahan moda yang menyebabkan biaya tambahan (handling charges) lagi. Biaya menggunakan moda kereta dengan satuan jarak yang sama per kontainer memang lebih murah Rp 2,5 juta dalam waktu 1 hari sampai
depo tujuan. Namun karena terbatasnya sarana bongkar muat di stasiun atau depo, pembongkaran barang malah memerlukan 2 hari dan ekstra biaya handling lagi. Malah masih diperlukan penggantian moda transportasi lagi sampai tujuan dan ongkosnya tidak murah. Total justru pelaku usaha dibebani dengan biaya lebih tinggi jika menggunakan moda kereta api.
Pengoperasian rel ganda tidak sekaligus menyelesaikan seluruh masalah transportasi di Jawa. Memang, sektor ini mempunyai pareto terbesar
dari keseluruhan sistem transportasi, jika diselesaikan tentu membawa dampak kepada sektor lainnya. Namun, logistik adalah keseluruhan sistem yang menyangkut integrasi transportasi moda laut, darat dan udara. Nilai agregat dari  keseluruhan sistem ini dengan infrastruktur sejauh ini memberikan kontribusi biaya 24,6 persen, dan diharapkan lebih kecil lagi dengan perbaikan secara konsisten.
Jonan betapapun masih menyisakan dan mewarisi masalah pekerjaan palang pintu dan juga ongkos pengiriman kontainer yang jatuhnya lebih mahal dibanding menggunakan truk trailer. Sarana handling di depo atau stasiun mutlak perlu dilengkapi begitu juga dengan transportasi
feeder-nya agar rantai logistik tidak putus di tengah jalan yang berkonsekuensi mahal. Tenaga pengemudi ribuan eks truk trailer yang nanti menjadi pengangguran baru juga harus dicarikan solusinya agar tidak membuat masalah sosial baru.
Rel ganda bernilai proyek Rp 10,5 triliun itu mungkin akan segera selesai di Jawa, namun problem ikutannya yang muncul sepertinya belum selesai dan ini adalah PR kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Menhub Jonan sebagai pejabat definitifnya.

                                                                                                               ———- *** ———–

Rate this article!
Tags: