Bupati Sumenep Berharap Rumah Makan Buka Menu Berbahan Dasar Daun Kelor

Bupati Sumenep, A Busyro Karim didampingi ketua TP PKK Sumenep,Nurfitriana Busyro

Sumenep, Bhirawa
Pemerintah Kabupaten Sumenep menginginkan Festival Cipta Menu Daun Maronggi (kelor) menjadi cikal bakal lahirnya rumah makan dengan berbahan daun kelor. Pasalnya, di Kabupaten ujung timur Pulau Madura ini potensi daun kelor itu relatif besar.
Bupati Sumenep, A Busyro Karim mengatakan, festival cipta menu daun kelor (maronggi, bahasa Madura) jangan sekedar sebagai kegiatan seremonial, tapi harus ada program berkelanjutan upaya pengembangan daun kelor dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumenep. “Kami di pemerintahan berharap, setelah lomba cipta menu ini OPD terkait harus proaktif memfasilitasi pengembangan daun melor di Sumenep. Salah satunya adanya rumah makan khusus yang menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman berbahan baku dari daun kelor,” kata Bupati saat membuka Festival Lomba Cipta Menu dengan berbahan baku daun kelor, (28/04).
Bupati optimis, dengan adanya rumah makan khas daun kelor akan membuka peluang usaha baru di Sumenep. Sebab, masyarakat tidak hanya menanam pohonnya untuk keperluan keluarga, tapi juga sebagai penambah penghasilan keluarganya. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menjuluki daun kelor sebagai “daun ajaib”. Sebab, berdasar penelitian, daun tersebut berjasa sebagai penambah kesehatan berharga murah selama 40 tahun di negara-negara miskin di dunia. Bahkan sebagai ramuan ampuh sepanjang hidup yang khasiatnya bisa menyembuhkan lebih dari 300 jenis penyakit.
“Saat ini, daun kelor itu telah menjadi primadona bagi seluruh masyarakat di dunia, namun masyarakat Sumenep masih mempercayai dan memanfaatkan daun kelor hanya sebagai sayur biasa dan pengusir setan. Untuk itu kita bersama-sama merubah kepercayaan itu dengan memanfaatkan daun kelor untuk menolak kemiskinan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” harapnya.
Beberapa tahun terahir ini, lanjutnya, sudah ada kelompok yang memproduksi daun kelor hingga bernilai ekonomis. Misalnya, kelompok Nurul Jannah di Bluto yang mampu memproduksi 30-40 ton daun kelor kering perbulan untuk dijadikan serbuk dan jamu. “Tingginya permintaan daun kelor harus menjadi peluang industri oleh masyarakat Sumenep yang hasilnya sudah diekspor ke berbagai negara, seperti di Blora. Ada pengusaha bisa sukses memproduksi daun kelor sebagai teh celup yang peminatnya berbagai negara dengan omzet puluhan juta rupiah perbulan,” ucapnya. [sul]

Tags: