Cegah Kekerasan Anak

foto ilustrasi

Bulan November (2021) menjadi periode paling kelam pada kasus kekerasan seksual pada anak. Terutama terjadi di Malang, dan Lumajang (Jawa Timur). Tersibak puluhan anak di bawah umur menjadi korban, sampai di-eksploitasi sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial). Masa pandemi dengan tekad mengurangi kegiatan di pusat keramaian, malah menjadi petaka di alam ruang privat. Pemerintah perlu meningkatkan kampanye pencegahan kekerasan pada anak, serta advokasi korban (berani melapor).
Kasus kekerasan yang melibatkan anak (sebagai korban, dan pelaku) sesungguhnya bagai fenomena gunung es. Kasus yang dilaporkan hanya sebagian kecil. Karena mayoritas masyarakat meng-anggap sebagai aib keluarga. Ironisnya, kasus kekerasan pada anak makin meningkat pada masa pandemi. Dilakukan oleh orang terdekat anak, yang seharusnya melindungi. Berdasar catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) terdapat lebih dari enam ribu laporan.
Melalui sistem informasi online (Simfoni) PPA, tercatat tren naik selama masa pandemi. Pada tahun 2019 (sebelum pandemi) tercatat 11 ribu kasus, didominasi kekerasan seksual 6.454 kasus, disusul kekerasan fisik 3.401. Juga terdapat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebanyak 111 kasus, penelantaran 850 kasus, dan eksploitasi anak 106 kasus. Tahun 2020, tindak kekerasan pada anak naik menjadi 11.278 kasus (naik 2%). Masih didominasi kekerasan seksual sebanyak 6.980 kasus (naik 8,1%).
Pada tahun 2021 sampai bulan September, terjadi 9.428 kasus. Terdiri dari kekerasan seksual 5.628 kasus, kekerasan fisik 2.274 kasus, dan kekerasan psikis 2.332 kasus. Serta terdapat TPPO sebanyak 213 kasus, dan eksploitasi anak sebanyak 165 kasus. Sangat memprihatinkan. Karena jumlah kasus kekerasan pada anak biasanya makin meningkat pada bulan Desember.
Situasi “Darurat Kekerasan Anak,” telah dinyatakan sejak 12 tahun silam, bertepatan dengan Peringatan Hari Anak Ke-5 (tahun 2014 lalu). Namun selama 12 tahun pula suasana kenyamanan anak makin memburuk. Semakin banyak anak menjadi korban kekerasan fisik, maupun pelecehan seksual. Bagai pepatah bara dalam sekam, yang berpotensi menjadi api besar.
Pada tahun 2017, telah coba diupayakan menjadi titik balik sebagai tahun kebahagiaan anak. Seluruh lokasi: taman kota, sekolah, perkampungan, sampai jalan raya, akan menjadi tempat yang menjamin tumbuh kembang anak dengan baik. Bisa dimulai dengan berbagai pemberian penghargaan “lokasi layak anak.” Semacam peng-anugerahan Adipura kepada pemerintah daerah (propinsi, kabupaten dan kota). Realitanya, kekerasan anak tak kunjung menurun.
Keamanan anak menjadi tanggungjawab masyarakat dan pemerintah. Seluruh tempat, terutama di kampung, di sekolah dan di tempat hiburan, juga di mal dan pusat perbelanjaan, wajib menjadi “kawasan layak anak.” Sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi, bahwa anak memiliki hak asasi yang melekat, wajib diwujudkan oleh penyelenggara negara. Dalam UUD pasal 28B ayat (2), dinyatakan, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Tetapi kenyataannya, sistem dan upaya perlindungan anak belum memadai. Kekerasan pada anak semakin memprihatinkan, dengan berbagai modus. Hingga tindak pidana cyber-crime (17%), juga melibatkan anak. Yang paling memprihatinkan, lebih separuh kekerasan pada anak terjadi pada masalah peng-asuhan. Ini sudah diluar nalar pikiran sehat kemanusiaan. Orang terdekat anak-anak yang seharusnya melindungi, malah menjadi pelaku kekerasan!

Kejahatan seksual pada anak sudah pada titik sadis dan diluar nalar sehat. Maka ke-seksama-an terhadap sistem perlindungan anak, menjadi sangat urgen, strategis dan kritis. Diperlukan reformasi pembinaan mental anak, melalui keteladanan orangtua. Serta pemberlakuan hukuman maksimal mencapai efek jera.

Halaman 4, Kamis, 02 Desember 2021
T a j u k

Cegah Kekerasan Anak

Bulan November (2021) menjadi periode paling kelam pada kasus kekerasan seksual pada anak. Terutama terjadi di Malang, dan Lumajang (Jawa Timur). Tersibak puluhan anak di bawah umur menjadi korban, sampai di-eksploitasi sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial). Masa pandemi dengan tekad mengurangi kegiatan di pusat keramaian, malah menjadi petaka di alam ruang privat. Pemerintah perlu meningkatkan kampanye pencegahan kekerasan pada anak, serta advokasi korban (berani melapor).
Kasus kekerasan yang melibatkan anak (sebagai korban, dan pelaku) sesungguhnya bagai fenomena gunung es. Kasus yang dilaporkan hanya sebagian kecil. Karena mayoritas masyarakat meng-anggap sebagai aib keluarga. Ironisnya, kasus kekerasan pada anak makin meningkat pada masa pandemi. Dilakukan oleh orang terdekat anak, yang seharusnya melindungi. Berdasar catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) terdapat lebih dari enam ribu laporan.
Melalui sistem informasi online (Simfoni) PPA, tercatat tren naik selama masa pandemi. Pada tahun 2019 (sebelum pandemi) tercatat 11 ribu kasus, didominasi kekerasan seksual 6.454 kasus, disusul kekerasan fisik 3.401. Juga terdapat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebanyak 111 kasus, penelantaran 850 kasus, dan eksploitasi anak 106 kasus. Tahun 2020, tindak kekerasan pada anak naik menjadi 11.278 kasus (naik 2%). Masih didominasi kekerasan seksual sebanyak 6.980 kasus (naik 8,1%).
Pada tahun 2021 sampai bulan September, terjadi 9.428 kasus. Terdiri dari kekerasan seksual 5.628 kasus, kekerasan fisik 2.274 kasus, dan kekerasan psikis 2.332 kasus. Serta terdapat TPPO sebanyak 213 kasus, dan eksploitasi anak sebanyak 165 kasus. Sangat memprihatinkan. Karena jumlah kasus kekerasan pada anak biasanya makin meningkat pada bulan Desember.
Situasi “Darurat Kekerasan Anak,” telah dinyatakan sejak 12 tahun silam, bertepatan dengan Peringatan Hari Anak Ke-5 (tahun 2014 lalu). Namun selama 12 tahun pula suasana kenyamanan anak makin memburuk. Semakin banyak anak menjadi korban kekerasan fisik, maupun pelecehan seksual. Bagai pepatah bara dalam sekam, yang berpotensi menjadi api besar.
Pada tahun 2017, telah coba diupayakan menjadi titik balik sebagai tahun kebahagiaan anak. Seluruh lokasi: taman kota, sekolah, perkampungan, sampai jalan raya, akan menjadi tempat yang menjamin tumbuh kembang anak dengan baik. Bisa dimulai dengan berbagai pemberian penghargaan “lokasi layak anak.” Semacam peng-anugerahan Adipura kepada pemerintah daerah (propinsi, kabupaten dan kota). Realitanya, kekerasan anak tak kunjung menurun.
Keamanan anak menjadi tanggungjawab masyarakat dan pemerintah. Seluruh tempat, terutama di kampung, di sekolah dan di tempat hiburan, juga di mal dan pusat perbelanjaan, wajib menjadi “kawasan layak anak.” Sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi, bahwa anak memiliki hak asasi yang melekat, wajib diwujudkan oleh penyelenggara negara. Dalam UUD pasal 28B ayat (2), dinyatakan, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Tetapi kenyataannya, sistem dan upaya perlindungan anak belum memadai. Kekerasan pada anak semakin memprihatinkan, dengan berbagai modus. Hingga tindak pidana cyber-crime (17%), juga melibatkan anak. Yang paling memprihatinkan, lebih separuh kekerasan pada anak terjadi pada masalah peng-asuhan. Ini sudah diluar nalar pikiran sehat kemanusiaan. Orang terdekat anak-anak yang seharusnya melindungi, malah menjadi pelaku kekerasan!

Kejahatan seksual pada anak sudah pada titik sadis dan diluar nalar sehat. Maka ke-seksama-an terhadap sistem perlindungan anak, menjadi sangat urgen, strategis dan kritis. Diperlukan reformasi pembinaan mental anak, melalui keteladanan orangtua. Serta pemberlakuan hukuman maksimal mencapai efek jera.

——- 000 ——–

Rate this article!
Cegah Kekerasan Anak,5 / 5 ( 1votes )
Tags: