Dana PSKS Munculkan Konflik Sosial

Samidi lapor polisi karena dana PSKS dirampas perangkat desa.

Samidi lapor polisi karena dana PSKS dirampas perangkat desa.

Nganjuk, Bhirawa
Kompensasi kenaikan BBM bersubsidi bagi warga miskin di Kabupaten Nganjuk akhir-akhir ini justru memunculkan masalah sosial baru. Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) menimbulkan konflik horizontal dan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat bawah. Karena tidak seluruh warga miskin mendapat kucuran dana PSKS atau dananya jatuh ke tangan orang mampu secara ekonomi.
Istianah,  perempuan berusia 33 tahun asal Desa Sonobekel Kecamatan Tanjunganom yang tergolong miskin ini tidak mendapat dana PSKS. Lebih ironis lagi, Istianah yang menderita penyakit tumor pada wajahnya ini juga tidak mendapat kartu Jaminan Kesehatan atau Kartu Indonesia Sehat (KIS). “Orangtua saya sudah tua dan hanya sebagai buruh tani,” ujar Istianah saat didatangi Bhirawa di rumahnya, Selasa (9/12).
Padahal sejak lama, Istianah dan keluarganya memiliki surat keterangan miskin dari pihak pemerintah desa. Namun demikian tetap saja dia tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, mulai dari bantuan sembako, PSKS dan lain-lain. Bahkan program Presiden Joko Widodo soal jaminan sosial maupun jaminan kesehatan tidak pernah mampir ke tangan Istianah. “Saat orang lain mengantri mendapatkan dana kompensasi BBM, saya hanya di rumah saja  karena tidak mendapat dana PSKS,” tutur Istianah.
Istianah mengaku, dia bersama kedua orangtuanya sudah berulang kali menanyakan ke pihak desa soal bantuan untuk orang miskin namun hingga kini mereka tidak pernah mendapatkan bantuan. “Saya dan keluarga cuma bisa pasrah, meskipun bantuan pemerintah untuk orang miskin tidak pernah kami terima,” keluh Istianah.
Lain halnya dengan Samidi (55) warga RW 01/RT 001 di Desa Putren, Kecamatan Sukomoro, dana PSKS yang telah diterimanya malah diminta paksa oleh perangkat desa setempat.  “Bukan karena nilai uangnya, tapi malu sudah terlanjur diketahui banyak orang, uang yang sudah menjadi hak keluarga saya, tiba-tiba dirampas,” keluh Samidi.
Tidak terima dengan perlakuan perangkat desanya, pria yang bekerja sebagai buruh tani ini lapor ke polisi. Bahkan Samidi juga menyampaikan keluhannya ke Presiden Joko Widodo lewat layanan pengaduan pesan pendek dengan nomor 08122600960.
Menurut Samidi, sebelum jadwal penyaluran dana PSKS dibagikan, dia didatangi Ketua RT Kasiran sambil membawa surat undangan untuk pengambilan bantuan kompensasi BBM di Balai Desa. Setelah tanda tangan dan uang diterima penuh, Samidi langsung pulang dan melanjutkan pekerjaannya mencetak batu bata di tepi sungai.
Tidak lama setelah itu, Samidi diminta menyerahkan uang Rp 100 ribu kepada Ketua RT yang katanya untuk uang pemerataan bagi warga miskin yang tidak menerima. Setelah uang Rp 100 ribu diberikan, sekitar satu jam kemudian Samidi kembali didatangi oleh perangkat desa dan meminta seluruh uang dana pencairan PSKS. Meski akhirnya menyerahkan uang pencairan dana PSKS, adu mulut pun sempat terjadi antara Samidi dengan perangkat desa.  Perangkat desa menyebut, dana PSKS yang terlanjur diterima Samidi salah sasaran. Seharusnya dana PSKS yang diterima Samidi adalah dana milik warga lain di RW 01/RT 002 Dusun Putren Desa Putren, bernama Samidin. Padahal orang yang bernama Samidin tergolong mampu dan memiliki sawah seluas 1,5 hektare lebih. “Dana bantuan yang saya terima itu adalah benar-benar sudah sesuai nama saya. Pasalnya, di Dusun Putren Desa Putren tersebut hanya ada satu nama Samidi. Lebih-lebih, pada masa pemerintahan SBY, saya juga menikmati dana BLT,” ujar Samidi.
Merasa diperlakukan tidak adil, akhirnya Samidi bersama Suparti istrinya melapor ke Polsek Sukomoro dan berkirim SMS kepada Presiden Joko Widodo lewat layanan pengaduan khusus. [ris]

Rate this article!
Tags: