Darurat Perdagangan Miras

Foto Ilustrasi

Mabuk cukrik (minumas keras oplosan), telah membunuh 31 orang di sekitar Jakarta. Selalu berulang terjadi setiap tahun di berbagai daerah, berpotensi menjadi darurat peredaran minuman keras. Ironisnya, selalu terjadi pada kawasan “kantung kemiskinan” di daerah urban. Serta kawasan daerah dengan tingkat pendidikan rendah. Penyalahgunaan miras (minuman keras) masih selalu menjadi ancaman, terutama pada kalangan usia produktif.
Berdasar catatan WHO (World Health Organization, organisasi kesehatan dunia dibawahkan PBB), sebanyak 3,3 juta orang akibat minuman keras. Berdasar fakta di berbagai daerah, secara asas hukum eksternalitas mewajibkan campur tangan pemerintah. Agar tragedi serupa tidak berulang makin masif, menghindarkan generasi penerus dari ancaman kerusakan mental.
Maka pemerintah (dan daerah) berkewajibansetidak-tidaknya menerbitkan payung hukum, termasuk Peraturan Daerah (Perda) tingkat kabupaten dan kota. Inovasi payung hukum pernah dilakukan oleh MA (Mahkamah Agung). Yakni, melalui putusan perkara Mahkamah Agung Nomor 42,tertanggal 18 Juni 2013. Isi amar-nya,pemerintah daerah diperintahkan segera membentuk Perda, dalam rangka mengendalikan dan mengawasi minuman beralkohol(mihol).
Tujuan amar putusan MA itu pastilah bagian upaya menjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Jawa Timur merespons positif putusan MA tersebut, melalui penerbitan Perda tentang Peredaran Miras dan minuman beralkohol. Perda telah disahkan (DPRD) pada akhir bulan Ramadhan 2014 lalu. Selanjutnya, Badan Legislatif DPR juga merencang penerbitan UU (Undang-Undang) tentang Larangan Minuman Beralkohol.
Rancangan UU terdiri dari 7 bab isi, dengan 22 pasal, untuk memperketatproduksi dan penjualan segala jenis mihol. Pengertian tentang minuman beralkohol, dalam UU tercantum dalam Ketentuan Umum (pasal 1). Yakni minuman yang mengandung etanol (C2H5OH) bahan hasil pertanian. Etanol mengandung karbohidrat diperoleh dari proses fermentasi dan destilasi. Serta tanpa destilasi tapi dengan cara tambahan perlakuan khusus.
Pada Bab ketiga pasal 5 berisi larangan. Setiap orang dilarang memproduksi minol golongan A, B, C, miholtradisional, serta minuman beralkohol campuran dan racikan (oplosan). Juga dilengkapi larangan(pasal 6), memasukkan, menyimpan, mengedarkan dan atau menjual seluruh jenis mihol. Serta pasal 7 larangan mengkonsumsi seluruh jenis mihol.
Bab keempatpasal 9 ayat (1) mengatur kewenangan pemerintah pusat dan daerah melaksanakan pengawasan terhadap mihol. Mulai proses produksi, memasukan, menyimpan, mengedarkan, menjual, dan mengonsumsi. Sedangkan pasalayat (2) mengatur pengawasan mihol dilaksanakan tim terpadu yang dibentuk pemerintah pusat dan daerah. Regulasi akan cukup menanggulangi produksi dan peredaran miras maupun mihol.
Hasil riset terbaru WHO, bahwa mengkonsumsi mihol maupun miras sangat rentanterhadap kesehatan. Bisa meracuni seluruh bagian tubuh sampai pada tataran sel. Kebiasaan menenggak mihol dan miras, memicu munculnya lebih 200 penyakit kronis diantaranya kanker dan sirosis hati. Riset yang telah di-rilis,takni takaran konsumsi tidak boleh lebih lebih dari 15 liter alkohol murni per-tahun.
Pada ukuran harian yang biasa digunakan saat ini (kadar alkohol 5%),terlarut sebagai campuran minuman 300 liter per-tahun. Efek seketika menenggak miras, adalah in-hibitor sistem saraf pusat, sehingga emosi sulit dikontrol, dan reaksi motorik melambat. Karena itu miras dan mihol diwaspadai di seluruh dunia, dilarang diperjual-belikan di sembarang tempat.
Namun miras bukan hanya dominasi produk pabrikan (industri) besar. Melainkan juga dibuat di dalam rumah. Berbagai daerah juga memiliki miras khas. Misalnya brem (Bali), dan tuak (Jawa). Namun kebiasaan menenggak miras di kampung, kini semakin berkurang. Dianggap sebagai keterbelakangan pendidikan, serta dikategorikan minuman preman (penjahat dan residivis).

——— 000 ———

Rate this article!
Darurat Perdagangan Miras,5 / 5 ( 1votes )
Tags: