Debat Isu Lingkungan

Masyarakat di berbagai belahan dunia telah merasakan dampak kerusakan lingkungan. Terasa pedih karena harus kehilangan anggota keluarga, tersapu banjir bandang, dan longsor. Termasuk terjebak badai salju. Musim dingin terasa menusuk tulang. Musim panas terasa sangat menyengat. Seluruh musim (hujan dan kemarau) juga terasa menyulitkan. Pada tiga tahun terakhir, seluruh wilayah dunia, Eropa, Amerika, Asia sampai Afrika, merasakan bencana, yang disebabkan menyusutnya daya dukung lingkungan.

Tiga Cawapres telah berdebat membahas topik lingkungan hidup. Meliputi tema Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup, Sumber Daya Alam dan Energi, Pangan, Agraria, serta tema Masyarakat Adat dan Desa. Masing-masing nampak telah memperisapkan diri. Termasuk strategi menjawab pertanyaan “lawan.” Walau jawaban terasa berbelit, tidak fokus pada pertanyaan. Tetapi menggali kepedulain Cawapres pada isu Lingkungan Hidup, sangat penting. Sebagai garansi hidup harmoni dengan alam.

Eksploitasi alam, tak jarang menimbulkan dampak pedih. Alih fungsi lahan dan hutan, setidaknya telah rutin terjadi sejak 15 tahun terakhir. Selama itu pula masyarakat menderita, menerima dampak berupa banjir, dan longsor. Organisasi lingkungan hidup global mencatat semakin banyak tragedi bencana alam disebabkan peng-rusakan lingkungan. Di seluruh dunia, semakin banyak kawasan terancam banjir dan longsor, bersamaan cuaca ekstrem.

Misalnya, banjir besar di propinsi Hebei, China (Juli 2023), ibukota Beijing, lumpuh. Hulu sungai luruh membawa material longsoran, menerjang permukiman, dan ladang pertanian. menjadi bencana banjir paling parah selama 140 tahun terakhir. Bersamaan tragedi banjir bandang komunitas (ahli) air sedunia berkumpul di Beijing, menyelenggarakan kongres air se-dunia (ke-18).

Kebutuhan air makin meningkat di seluruh dunia, namun tidak di-ikuti ketersediaan air yang memadai. Sehingga isu sumber air bersih, dan sanitasi lingkungan, menjadi problem global yang harus diselesaikan bersama. Kongres Air di Beijing, mengusung tema “Air untuk semua: Harmoni antara Manusia dan Alam.” Bukan teknologi (air) per-pipa-an yang dibahas. Melainkan ekosistem esensial, isu tentang penanaman kembali sebanyak-banyaknya pohon.

Pada hari yang sama, terjadi banjir dan longsor, yang menimpa Libya (di benua Afrika). Setidaknya telah dicatat lebih dari dua ribu orang tersapu air bah. Sekitar lima ribu orang orang dinyatakan hilang. Bencana hidro-meteorologi makin sering terjadi. Makin terasa pedih karena banyak warga masyarakat menjadi korban jiwa yang tertimbun longsor. Pertanda penyusutan daya dukung lingkungan makin meluas. Pemerintah perlu menata ulang konsep penguatan ekosistem esensial.

Realitanya, banyak pula korban hidro meteorologi, berkait kerusakan ekosistem esensial. Alih fungsi ekosistem esensial paling brutal dilakukan melalui pembakaran hutan dan lahan (Karhutla). Semakin banyak hutan gundul, karena ditebang dan dibakar. Terjadi alih-fungsi secara masif, dan illegal. Namun sebagian besar dilakukan oleh sindikat “kebanditan” bermotif ekonomi. Juga bermotif huru-hara politik nasional.

Isu ekosistem esensial, walau telah lama menjadi perbincangan wahana lingkungan, tetapi selalu disusupi penyimpangan kebijakan. Terutama peraturan investasi, dan pembangunan. Di Indonesia, penjagaan ekosistem esensial sesungguhnya menjadi spirit sejak berabad-abad silam. Dahulu nenek moyang memiliki cara sistemik melindungi lingkungan. Antaralain melindungi setiap pohon besar dengan menutupkan sarung pada pohon.

Juga terdapat aksi spiritual melindungi pohon dengan metode “peng-angker-an” kawasan, sehingga tidak terusik. Menjadi metode perlindungan ekosistem esensial. Bahkan konstitusi menjamin lingkungan hidup yang baik, sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM). Tercantum dalam UUD pasal 28H ayat (1). Maka pemerintah berkewajiban meng-audit kondisi lingkungan hidup. Mencegah bencana alam yang disebabkan ulah manusia melalui penegakan disiplin tataruang.

——— 000 ———

Rate this article!
Debat Isu Lingkungan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: