Percepat Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Nol Persen di 2024

Upaya penurunan jumlah penduduk miskin termasuk penghapusan kemiskinan ekstrem sebagai target perwujudan Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045 tidaklah mudah. Seharusnya tahun 2029 kemiskinan Indonesia telah tuntas. Namun, faktanya garis kemiskinan negara maju sekitar tiga kali lipat dibandingkan dengan standar yang digunakan Indonesia sekarang. Jika garis kemiskinan tersebut digunakan, menurut Bank Dunia, kemiskinan Indonesia mencapai 61,7%. Jika tahun 2029 kemiskinan tidak terentaskan, apakah mungkin dalam 15 tahun berikutnya negeri ini patut menjadi negara maju?

Sungguh sebuah ironi jika negeri ini mendapat predikat sebagai negara maju, tetapi juga menyandang predikat sebagai negara miskin. Logis jika realitas kalkulasi itupun sontak menarik menjadi sorotan dan pemerintah pun perlu terus melaksanakan strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan, khususnya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dengan target 0%, meskipun tren penurunannya sudah dalam track yang diharapkan.

Berdasarkan hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) pada Maret 2023, angka kemiskinan ekstrem sudah berada pada 1,12% atau mengalami penurunan sebesar 0.92% poin dari periode Maret 2022, yang merupakan penurunan angka kemiskinan terbesar dalam 5 tahun terakhir. Sementara itu, Susenas Maret 2023 menunjukkan bahwa angka kemiskinan nasional baru mencapai 9,36% atau masih dibawah target RPJMN 2020-2024 yakni 6,5-7,5%. Oleh sebab itu, diperlukan pendekatan kebijakan khusus melalui berbagai program di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, untuk dapat menurunkan sedikitnya 1,86% poin untuk mencapai 7,5% pada 2024,(Kompas, 17/1/2024).

Dalam rangka pencapaian sasaran penghapusan kemiskinan ekstrem dan penurunan angka kemiskinan yang lebih signifikan di 2024, maka sangat diperlukan peningkatan dukungan APBN, komitmen dan dukungan pembiayaan dari pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, hingga tingkat desa yang lebih optimal, melalui pengalokasian APBD dan APBDesa yang lebih afirmatif di daerah hingga tingkat desa. Selebihnya, penanggulangan kemiskinan dan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem bisa konsisten dilakukan dan dikoordinasikan oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan pemerintah desa, serta mitra non-pemerintah seperti swasta, perguruan tinggi, organisasi masyarakat sipil, dan lainnya dapat lebih intensif dikolaborasikan.

Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum Univ. Muhammadiyah Malang.

Tags: