Dewan Desak Pemerintah Perketat Pengawasan Daging

DPRD Jatim, Bhirawa
Beredarnya daging celeng di kabupaten Bojonegoro dan seju,lah daerah memunculkan reaksi keras dari Anggota DPRD Jatim. Para politisi ini menganggap pengawasan yang dilakukan oleh instansi kurang maksimal.
Di sisi lain, dengan semakin mahalnya harga daging sapi, membuat oknum atau mereka yang tidak bertanggungjawab untuk menjual daging celeng yang dioplos dengan daging sapi.
Ketua Fraksi PPP Jatim, Musyaffa Noer menegaskan dengan beredarnya daging celeng di Bojonegoro itu menunjukan pemerintah kecolongan dalam hal pengawasan, dan ini membutuhkan perhatian.  Ini artinya tingkat pengawasan keluar-masuk barang harus diperketat.
“Oplosan daging celeng baru ditemukan dilakukan pedagang Bojonegoro, kemungkinan besar juga terjadi di daerah lain dan belum ditemukan. Untuk itu pemerintah bersama dengan aparat kepolisian dan seluruh jajaran SKPD terkait harus memperketat pengawasan, karena beredarnya daging celeng inj bukti lemahnya pengawasan. Jika tidak hal serupa akan kembali terjadi,” ujar pria yang juga Anggota Komisi C DPRD Jatim, Senin (25/8).
Musyaffa menegaskan, oplosan daging celeng ini bisa jadi imbas dari tingginya harga daging, sehingga cara-cara yang tidak benar dilakukan. Padahal disisi lain Jatim surplus daging sapi seperti yang disampaikan gubernur. Artinya banyak pedagang nakal yang memainkan harga, oknum-oknum seperti ini yang harus ditindak tegas dan diberi sangsi.
“Disperindag, Dinas Peternakan bersama aparat kepolisian harusnya bekerjasama dalam memperketat pengawasan semaksimal mungkin, sekaligus memberi sangsi tegas kepada para pedagang nakal, agar hal yang sama tidak terjadi di tempat lain,” tegas politisi yang juga Ketua DPW PPP Jatim ini.
Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, Ka’bil Mubarok. Menurutnya , maraknya peredaran daging celeng di masyarakat akibat minimnya pengawasan pemerintah di lapangan.
Karena itu, pihaknya setuju ada sangsi tegas bagi mereka atau oknum yang berada dibalik jual beli daging celeng tersebut. Apalagi dalam Perda nomor 3/2012, disana jelas dicantumkan sanksi pidana minimal enam bulan kurungan, mengingat pelanggaran tersebut termasuk dalam rana kriminalisasi atau hukum pidana.
”Jadi saya sampaikan disini jika maraknya peredaran daging celeng, khususnya di Bojonegoro akibat pengawasan yang longgar. Disisi lain si pengoplos mencoba mencari keuntungan ditengah mahalnya harga daging sapi, yang sebenarnya di Jatim soal stok daging mencukupi dan berada di harga normal,”paparnya.
Ditambahkannya, selain pengawasan dari institusi terkait juga masyarakat diminta tidak terpancing dengan harga daging murah. Pasalnya, sesuai temuan di lapangan, rata-rata harga oplosan memang sangat murah dibanding dengan harga daging sapi asli.
”Karenanya masyarakat harus curiga jika ada orang yang menjual daging dengan harga murah. Bisa saja daging tersebut adalah daging celeng. Kalau menemukan seperti itu, maka masyarakat diminta segera melapor ke aparat kepolisian. Karena hal itu termasuk kasus kejahatan dan kriminalisasi,”papar pria asli Sidoarjo ini. [cty]

Tags: