Diduga Jaringan Teroris, Staf Dishubkominfo Ditangkap Densus 88

Anggota Densus 88 saat mengumpulkan barang bukti milik terduga teroris Achmad Ridho Wijaya di Perum Griya Permata Alam Blok JM-07 RT 007/RW 011, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Sabtu (20/2). [cahyono]

Anggota Densus 88 saat mengumpulkan barang bukti milik terduga teroris Achmad Ridho Wijaya di Perum Griya Permata Alam Blok JM-07 RT 007/RW 011, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Sabtu (20/2). [cahyono]

Kab Malang, Bhirawa
Penangkapan lima orang terduga teroris di wilayah Kabupaten Malang oleh Anggota Kepolisian dari  Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror, pada Jumat (19/2) malam, tidak hanya menggemparkan masyarakat kabupaten setempat saja, namun pejabat dan staf Pemkab Malang pun juga merasakan kegemparan itu.
Sebab, dari empat orang yang ditangkap anggota Densus  88 tersebut, salah satunya adalah berstatus PNS dari Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Pemkab Malang yakni bernama Achmad Ridho Wijaya (40), yang bertempat tinggal di Perumahan (Perum) Griya Permata Alam Blok JM-07 RT 007/RW 011, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Dengan seorang terduga teroris berstatus PNS Dishubkominfo, hal ini dibenarkan Sekretaris Dishubkominfo Kabupaten Malang Untung Sudarto, Minggu (21/2), saat dihubungi Bhirawa melalui telepon selulernya. Dia membenarkan jika Achmad Ridho Wijaya masih terdaftar sebagai staf Dishubkominfo Pemkab Malang. Sedangkan Ridho masuk Pemkab Malang pada 2010, karena dia pindahan dari Kalimantan.
“Dia juga sempat bilang jika mau mengundurkan diri dari PNS, tapi secara resmi surat pengunduran dirinya hingga kini belum disampaikan pada kami. Hingga Ridho dan keempat temannya ditangkap Anggota Densus 88 atas dugaan jaringan teroris,” ungkap Untung.
Menurut dia, sosok Ridho selama bekerja di Dihubkominfo dulu bisa dikatakan rajin, tapi dalam dua tahun terakhir ada perubahan dalam dirinya. Di antaranya terkait bergaul dengan teman-temannya seperti ada jarak. Selain itu, dia juga sering salat sendiri dan jarang bareng salat berjamaah. Sehingga dengan adanya perubahannya itu, maka teman-temannya juga heran, padahal sebelumnya dia itu supel dan suka bergaul.
Dalam kesempatan itu, Untung juga menegaskan, jika Ridho itu mulai tak masuk kerja sejak 28 Desember 2015. Karena tidak masuk kerja secara berturut-turut, maka dia sudah dipanggil sekaligus diberi peringatan pertama. Panggilan pertama agar dia bisa memberikan  klarifikasi kenapa tidak masuk kerja selama hampir dua bulan.
“Karena panggilan pertama dia tidak hadir, maka kami kembali memberikan surat panggilan kedua atau peringatan kedua, dan pada Senin (22/2) hari ini seharusnya dia datang ke Kantor Dishubkominfo, tapi dia terlebih dahulu ditangkap Densus 88,” tandasnya.
Perlu diketahui, anggota Densus 88, pada Jumat (19/2) malam tidak hanya menangkap Achmad Ridho Wijaya saja, tapi juga menangkap keempat orang yang diduga jaringan teroris pimpinan Santoso, yakni Rudi Hadianto alamat Perum Permata Regency I blok SA- 11 A, Desa Dau, Kecamatan Dau, Romli yang bertempat tinggal di Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, dan Badrodin yang beralamatkan di Jalan Kamboja No 43 Perum Green Hills Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, kesemuanya masuk wilayah Kabupaten Malang, dan Nazarudin Mochtar beralamatkan Bekasi, Jawa Barat (Jabar).
Sedangkan penangkapan kelima orang tersebut secara bersamaan dan dalam satu lokasi, yaitu di Jalan Raya Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Mereka ditangkap anggota Densus 88 saat berada di dalam sebuah mobil niaga. Dalam satu mobil tersebut juga didalamnya terdapat Achmad Ridho Wijaya yang saat ini masih berstatus PNS di lingkungan Pemkab Malang. [cyn]

Tags: