DKPP Kabupaten Probolinggo Siapkan Revitalisasi Tembakau Kasturi Bromo

Tembakau kasturi Bromo yang kini tinggal belasan ha.

Pemkab Probolinggo, Bhirawa
Persoalan pemasaran tembakau Kasturi di Sukapura diakui oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Probolinggo. Untuk menyelamatkan budidaya ‘green gold’ ini, pemerintah mengandeng swasta bermitra dengan petani. “Sama seperti bawang putih, tembakau Kasturi pernah mengalami kejayaan di Sukapura. Namun saat ini mengalami kemerosotan.
Karena itu, kami berkoordinasi dengan DKPP untuk mencari solusi terbaik agar bisa mengembalikan kejayaannya. Sehingga warga mempunyai banyak pilihan dalam mengembangkan komoditas pertanian,” hal ini diungkapkan Camat Sukapura, Yulius Christian, Minggu (3/2).
Menurut Kasi Tanaman Perkebunan Semusim Evi Rosellawati, wilayah Sukapura sendiri, tidak masuk dalam wilayah pengembangan komoditi tembakau. Meski begitu, pihaknya tidak mengabaikannya. Tahun ini, DKPP mengandeng sebuah perusahaan dari Surabaya. Perusahaan swasta ini, bermitra dengan petani di Desa Kedasih.
“Mereka melakukan penelitian untuk mengetahui kualitas Kasturi di Desa Kedasih. Harapannya nanti, perusahaan itu bermitra dengan petani untuk membudidayakan tembakau Kedasih. Sehingga kejayaan tembakau Kasturi dapat diraih kembali. Dengan begitu, perekonomian dan kesejahteraan petani terangkat,” ujarnya.
Sementara untuk bantuan sarana dan prasarana untuk menunjang kualitas tembakau Kasturi belum dilakukan oleh DKPP. “Saat ini masih berupa penyuluhan dan bimningan teknis. Kalau bantuan alat-alat pertanian, belum. Mungkin kalau perkembangannya bagus, nanti akan kami anggarkan,” kata Evi.
Koordinator Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Sukapura, Abdur Rahman, menuturkan pada masa jayanya, petani mengandalkan pembelian oleh perusahan rokok Djarum. Bibit dan saprodi (sarana produksi) disediakan oleh perusahaan. Petani tinggal merawat dan memanennya, tanpa perlu memikirkan penjualan. Pada 1991, banyak tenaga ahlinya dikirimi ke NTB. Kemudian 1995, Djarum benar-benar hengkang dari Sukapura dan tidak melakukan pembelian tembakau Kasturi.
“Kami sendiri tidak tahu alasan pasti mereka hengkang. Meski begitu, pasca hengkangnya Djarum, petani masih tetap menanam tembakau Kasturi dengan mengandalkan pedagang dari Kabupaten Jember. Namun, permainan harga dan tata niaga yang tak pasti, membuat petani resah. Lambat laun, areal tanam tembakau Kasturi menyusut dan hanya menyisakan belasan hektar saja,” tuturnya.
Saat ini, tembakau Kasturi hanya diusahakan oleh petani di dua desa, yakni Kedasih dan Pakel. Luasnya hanya sekitar 14 hektar, Kedasih 10 hektar dan pakel 4 hektar. Padahal pada era 80-90an, luas lahannya lebih dari 200 hektar. Tembakau itu, diusahakan petani di 6 desa, yakni Sukapura, Kedasih, Pakel, Sariwani, Sapi Kerep dan Wonokerto.
Dekade 90-an, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo dikenal sebagai salah satu penghasil tembakau Kasturi. Diterpa problem pemasaran, Kasturi Bromo terancam mati suri, meski hasilnya sangat menggiurkan. Tembakau Kasturi sendiri, tidak dirajang seperti tembakau Paiton dan Menyono, melainkan diproses dalam bentuk krosok (daun utuh kering). Daun yang matang kemudian disujen (tusuk), dengan isi 4-5 lembar daun tembakau.
Selanjutnya diperam selama 2 hari agar warna tembakau menjadi cerah. Pasca itu, daun tembakau dijemur sekitar 10-12 hari untuk maksimalkan warna dan kualitas. “Kalau sudah kering total, kemudian didinginkan semalam supaya tidak keropos. Selanjutnya menyortir tembakau (racak) berdasarkan warna, ukuran dan kualitas tembakau. Kalau sudah terpilah-pilah, lantas dibal untuk dijual ke pedagang dari Jember,” tutur Ngatulam, petani tembakau Kasturi.
Di tingkat petani, harganya mencapai Rp. 30 ribu per kilogram. Dengan harga saat ini, budidaya tembakau Kasturi sangat menjanjikan hasilnya. Sebagai contoh lahan miliknya seluas 2,5 hektar, mampu menghasilkan 3,75 ton tembakau. Dengan asumsi harga Rp 30 ribu, maka ia mendapat penghasilan kotor sebesar Rp 112, 5 juta.
Sayang, saat ini banyak petani yang enggan menanamnya. Sebab, terkendala pemasaran. Dimana tidak ada gudang tembakau atau perusahaan yang bersentuhan dengan petani. Mereka hanya mengandalkan pedagang asal Jember.
Saat ini pertanian tembakau Kasturi hanya diusahakan oleh petani di dua desa, yakni Kedasih dan Pakel. Luasnya hanya sekitar 14 hektar, Kedasih 10 hektar dan pakel 4 hektar. Padahal pada era 80-90an, luas lahannya lebih dari 200 hektar. Diusahakan petani di 6 desa, yakni Sukapura, Kedasih, Pakel, Sariwani, Sapi Kerep dan Wonokerto. Dengan produktivitasnya 1,5 ton per/ha, maka dalam 1 tahun mampu menghasilkan 300 ton tembakau Kasturi.
“Karena itu, kami berharap pemerintah daerah, bisa menjembatani petani. Agar ada perusahaan rokok yang mau membeli langsung ke petani, sehingga petani kembali bergairah. Selain itu, Kasturi Bromo ini tidak punah karena tidak lagi dibudidayakan oleh petani,” harap Suriyanto.(Wap]

Tags: