Dramatisasi Hukum

Karikatur Korupsi versus OrasiTidak dimungkiri jika masyarakat Indonesia memang senang menonton drama, terlebih lagi yang dramatis. Ini terbukti industri hiburan yang memiliki unsur tontonan berkembang pesat.
Baik dalam bentuk sinetron di layar kaca, film di layar lebar, konser musik dari berbagai genre, sandiwara tradisional, hingga layar tancap. Kita menyaksikan setiap acara itu digelar, penonton membeludak dan antrean panjang. Film-film impor box office laris manis, sinetron televisi membuat penonton ketagihan, konser musik bintang dunia yang sedang top jangan ditanya.
Banyak para penggemar dari luar daerah yang rela menginap dan berdesakdesakan untuk menyaksikan aksi panggung sang bintang pujaan. Masyarakat kita yang gemar drama ini menuntut kreativitas para pelaku industri hiburan dalam membuat tontonan dramatis yang akan menyedot banyak penonton. Semakin banyak drama ditonton semakin banyak keuntungan yang diperoleh.
Karena itu, drama menjadi kata kunci penting dalam kamus hiburan Tanah Air. Namun, sejatinya kehausan masyarakat akan tontonan yang dramatis itu tidak hanya menginspirasi para pelaku industri hiburan. Tapi, sudah menyebar luas ke lintas wilayah. Termasuk ranah yang sebenarnya tidak terkait langsung dengan dunia sandiwara dan tontonan.
Wajar jika seorang aktor, aktris, seniman, musisi, atau penyanyi selalu melatih kemampuan akting mereka agar selalu menjadi perhatian penonton di panggung. Para pejabat publik kita pun sudah lama tertular virus drama ini. Mereka berupaya menarik perhatian publik dan media massa dengan perilaku yang dramatis meski secara substansi pesan yang ingin disampaikan biasa-biasa saja.
Ketika seni peran sudah masuk ranah politik yang terjadi adalah kebohongan dan kepalsuan. Rakyat tidak serta-merta terhanyut saat melihat pemimpinnya menitikkan air mata dengan penuh penghayatan saat tampil di televisi. Gaya komunikasi pejabat publik yang dramatis terbukti telah menjadi tren yang menggoda dalam beberapa tahun terakhir.
Fenomena blusukan yang dipopulerkan kembali oleh Joko Widodo sebelum menjadi presiden terbukti menjadi magnet besar menarik perhatian masyarakat. Dengan begitu, Jokowi yang berasal dari daerah bisa terpilih menjadi gubernur DKI dan kemudian langsung melejit menjadi presiden Republik Indonesia.
Gaya blusukan yang dikemas dramatis akan memancing media massa untuk meliput kegiatan itu. Karena itu, entah terinspirasi gaya politik kemasan itu atau tidak, banyak pejabat publik yang harus bermain drama dulu untuk mendapat perhatian khalayak.
Tidak hanya di level eksekutif (pemerintahan) atau legislatif (DPR dan DPD), aparat penegak hukumnya pun tidak sedikit yang harus menggunakan drama untuk memamerkan eksistensi mereka. Maka itu, kemudian muncul tren ”yang penting eksis”. Soal itu baik atau tidak, pantas atau tidak, itu nomor kesekian.
Nah , yang berbahaya ketika ada target eksis yang harus dipenuhi. Dengan demikian, semakin banyak drama yang harus dibuat. Ini berarti semakin banyak pula cerita yang dipaksakan menjadi drama atau memaksakan sesuatu yang penting dramatis. Apa yang terjadi di penegakan hukum kita dalam dua tahun terakhir tak luput dari kesan drama-dramaan ini.
Ada aksi berlebihan yang tidak seharusnya dilakukan para penegak hukum dalam penetapan tersangka, penangkapan, maupun pemeriksaan tersangka atau saksi. Ada semacam kesengajaan menjadikan orangorang yang ditarget (biasanya nama-nama tenar) sebagai objek dari drama yang sedang dirancang.
Tentu ini tidak semua kasus. Tapi, tidak sedikit kasus hukum yang justru lebih ramai lakon dramanya daripada cerita substansi hukumnya. Ihwal seperti ini patut kita sayangkan. Penegakan hukum bukanlah wilayah yang pantas untuk didramatisasi.
Karena akan banyak penyesatan dan bias jika substansi hukum didramatisasi demikian rupa dengan tujuan mengejar rating. Apa yang dilakukan KPK, kejaksaan, maupun kepolisian dalam menegakkan hukum harus dijauhkan dari dramatisasi itu.

                                                                                                                ———- ooo ———-

Rate this article!
Dramatisasi Hukum,5 / 5 ( 1votes )
Tags: