Dugaan Pungli UNBK Masuk Jalur Hukum

Kepala SMKN 12 Surabaya Abdul Rofiq menunjukkan surat tanda terima laporan polisi atas perkara penghinaan yang dituduhkan ke Kepala SMK Dr Soetomo Surabaya, Kamis (7/4).

Kepala SMKN 12 Surabaya Abdul Rofiq menunjukkan surat tanda terima laporan polisi atas perkara penghinaan yang dituduhkan ke Kepala SMK Dr Soetomo Surabaya, Kamis (7/4).

Dinas Kumpulkan Kepala Sekolah Anggota Sub Rayon 10
Surabaya, Bhirawa
Dugaan pungli Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Surabaya memasuki babak baru. Pihak Sub Rayon 10 (SR-10) Surabaya yang diketuai SMKN 12 mengadukan hal itu ke kepolisian dengan perkara penghinaan.
Selain melapor, sekolah-sekolah anggota SR-10 tersebut juga dikumpulkan Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya dan saling kompak membantah dugaan tersebut. Dari 9 anggota, hanya 7 orang yang hadir. Antara lain, Kepala SMK Al Islah, SMK PGRI 14, SMK Wahana Karya, SMK PGRI 3 Surabaya, SMK Yesta, dan SMK IPIEMS dan SMKN 12 sendiri.
Kepala SMKN 12 Surabaya Abdul Rofiq menegaskan, tidak ada pungutan yang dibebankan ke sekolah dalam pelaksanaan UNBK. Karena itu, pihaknya langsung melaporkan ke kepolisian ketika dituduh menarik pungutan oleh Kepala SMK Dr Soetomo Surabaya Juliantono Hadi. “Itu tidak benar. Fitnah,” ucapnya, Kamis (7/4).
Anton, sapaan akrab Kepala SMK Dr Soetomo dilaporkan dengan perkara penghinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 KUHP. Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) bernomor 474/IV/2016/SPKT/RESTABES SBY. “Karena tertekan dengan pemberitaan tuduhan pungli, hari ini (kemarin) kami lapor pihak berwajib,” kata Rofiq.
Rofiq melanjutkan, pihaknya tidak pernah maupun memiliki rencana agar sekolah menyetor sejumlah uang kepada ketua sub rayon. “Saya tegaskan lagi tidak ada tarikan di sub rayon 10 dalam pelaksanaan UNBK. Apalagi yang dibebankan ke siswa,” terang dia.
Rofiq menerangkan rincian anggaran yang dimaksud oleh Anton dianggap tidak resmi. “Tidak ada kop dinas dan tanda tangan saya. Mana saya tahu rincian itu dari mana dan buat apa,” terangnya.
Hal senada juga diungkapkan Kepala SMK IPIEMS Surabaya Ahmad Fauzi. Dia mengatakan tidak ada tarikan apapun dalam SR-10. Sebelumnya, dia mengaku seluruh anggota SR-10 sudah berkoordinasi dalam pelaksanaan UNBK. Namun, dalam pertemuan tersebut, lanjutnya, tidak ada sekalipun membahas pungutan sekolah yang harus dibayarkan ke ketua sub rayon. “Kami hanya membahas tentang koordinasi secara teknis. Tidak ada setoran apapun dalam SR-10,” terang Fauzi.
Secara teknis yang dimaksud seperti pengawas. Dalam satu sub rayon, pengawas ujian akan tukar silang antar sekolah. Misal pengawas SMKN 12 akan berjaga ke SMK IPIEMS. Begitu juga sebaliknya. “Tidak ada bayaran apapun,” katanya.
Pernyataan mereka berbanding terbalik dengan ungkapan Kepala SMK Dr Soetomo Juliantono Hadi. Laki-laki yang akrab disapa Anton tersebut kepada wartawan menerangkan ada tarikan untuk anggaran UNBK. Setiap siswa harus menanggung Rp 122 ribu. Dengan begitu, semakin banyak jumlah siswanya, maka semakin besar biaya yang harus disetorkan sekolah ke sub rayon. Tarikan tersebut, lanjutnya, jelas membebani pihak sekolah.
Apalagi tarikan sudah berlangsung cukup lama. Tahun lalu, pihak sekolah dikenai biaya Rp 84 ribu per siswa. Dikarenakan UNBK, tahun ini malah besaran tarikan naik menjadi Rp 122 ribu. Namun, pernyataan Anton tersebut mendapat perlawanan dari anggota sub rayon 10 lainnya dan dianggap sedang dalam kondisi kalut. “Namanya juga orang lagi kalut. Mana saya tahu itu anggaran apa,” kata Fauzi.
Fauzi justru menceritakan Kepala SMK Dr Soetomo sedang kalut karena menghadapi banyak masalah akhir-akhir ini. Di antaranya ialah masalah dengan yayasan internal SMK Dr Soetomo yang mengakibatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (Bopda) tidak cair.
Sementara itu, Kepala SMK Wahana Karya Dibyo yang sebelumnya telah mengaku membayar ke sub rayon akhirnya juga membantah. Dibyo berdalih biaya yang dikeluarkannya adalah untuk pengawas sekolah yang ditugaskan dari sekolahnya untuk mengawasi sekolah lain. “Memang sudah membayar. Tapi yang saya maksud itu membayar untuk pengawas sebesar Rp 50 ribu ditambah Rp 25 ribu untuk transpor,” kata dia.
Senada dengan Dibyo, Kepala SMK Al Islah Mudzakir mengungkapkan hal serupa. Padahal, sebelumnya Mudzakir juga mengakui sudah melakukan pembayaran ke sub rayon.
Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Reni Astuti mengaku belum dapat memastikan apakah setoran sekolah ke sub rayon tersebut masuk dalam pungutan liar. Menurutnya, sekolah hanya perlu mengeluarkan biaya untuk kebutuhan penyelenggaraan UNBK di masing-masing sekolah saja. “Kalau sifatnya koordinasi dengan sub rayon itu seharusnya tidak ada pungutan,” ujarnya.
Salah satu anggaran koordinasi yang dimaksud seperti biaya pengawas. Reni menerangkan pengawas mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat. Satu pengawas sekitar Rp 100 ribu per hari. “Itu sudah ada dari pemerintah pusat. Jadi sekolah tidak perlu lagi mengerluarkan biaya untuk pengawas,” terang alumnus ITS Surabaya tersebut.
Dia menerangkan, sekolah harus memastikan apakah anggaran tersebut mendapatkan persetujuan dari Dindik Surabaya. “Kalau tidak ada tanda tangan dari dinas, ya itu tidak resmi,” katanya. Reni melanjutkan Dindik harus menelusuri terkait pungutan tersebut. Dindik Surabaya juga wajib memberikan juknis resmi segala bentuk anggaran sekolah. Dia berharap semua pihak dapat fokus dalam penyelenggaraan UNBK. “Jangan sampai kondisi ini membebani siswa,” pungkasnya. [tam]

Rate this article!
Tags: