Dugaan Sunat Bantuan Bedah Rumah di Jombang Bukan BSPS Kemen PUPR

Salah satu rumah warga Mojojejer yang mendapatkan bantuan bedah rumah terpaksa harus berhenti karena dananya habis, Selasa (9/8). [ramadlan]

Salah satu rumah warga Mojojejer yang mendapatkan bantuan bedah rumah terpaksa harus berhenti karena dananya habis, Selasa (9/8). [ramadlan]

Pemprov, Bhirawa
Munculnya pemberitaan yang menyebut adanya dugaan pemotongan anggaran bantuan bedah rumah, program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) langsung diluruskan Kepala Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jatim Gentur S Prihantono, selaku Atasan Langsung Satuan Kerja (Satker) Penyediaan Perumahan Kemen PUPR.
Menurut dia, bedah rumah warga miskin di Desa Mojojejer, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang tidak masuk dalam program BSPS milik Kemen PUPR. Sebab program yang menggunakan dana APBN sejak 2006 lalu itu tidak masuk di Desa Mojojejer, Kecamatan Mojowarno. Tapi masuk di desa lain di Kabupaten Jombang.
“Di Jombang total ada 300 rumah di lima desa, dua kecamatan yang masuk dalam program BSPS. Jadi bisa saya pastikan program yang diduga disunat anggarannya itu bukan anggaran program BSPS milik Kemen PUPR,” kata Gentur, dikonfirmasi, Rabu (10/9).
Lima desa yang dimaksud Gentur itu yakni, Desa Keboan, Desa Ketapang Kuning dan Desa Ngusikan masuk Kecamatan Ngusikan. Sementara dua desa lainnya yaitu Desa Tapen dan Desa Kudu Banjar Kecamatan Kudu.
Seperti diberitakan Bhirawa sebelumnya, sejumlah warga miskin Desa Mojojejer, Kecamatan Mojowarno penerima bantuan bedah rumah mengeluhkan adanya pemotongan dana Rp 1-1,5 juta  bantuan bedah rumah dari Kementerian Perumahan Rakyat melalui Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang seharusnya sebesar Rp 10 juta.  Pemotongan itu disebut-sebut untuk biaya administratif.
Dari informasi yang didapat Gentur, program bedah rumah di Desa Mojojejer, Kecamatan Mojowarno, adalah program daerah yang menggunakan dana APBD Jombang. “Jadi program itu program anggaran APBD Jombang. Bukan APBN atau APBD Jatim,” ungkapnya.
Gentur memastikan, anggaran program BSPS sulit bisa diselewengkan atau dipotong. Sebab penerima bantuan tidak menerima uang secara tunai, tapi berupa buku tabungan Bank Jatim. Dengan bantuan fasilitator anggaran itu dicairkan tapi tidak diterima penerima, tapi langsung ke toko bangunan. Nilainya pun sesuai jumlah bantuan tidak ada pemotongan.
“Teknisnya, anggaran dari Kemen PUPR turun ke Bank Jatim berupa buku tabungan. Agar penerima bantuan bisa menggunakan uangnya, harus menunjuk toko bangunan tertentu untuk mengambil bahan bangunan yang diperuntukkan merenovasi rumah. Dibantu fasilitator, uang di rekening dicairkan lantas diberikan langsung ke toko bangunan. Jadi penerima bantuan tidak menerima uang tunai, tapi berupa barang bangunan,” paparnya.
Besaran bantuan pun bervariasi. Ada yang senilai Rp 7,5 juta untuk renovasi rumah rusak sedang, Rp10 juta untuk renovasi rumah rusak ringan dan Rp 15 juta untuk renovasi rumah rusak berat. “Kalau data siapa yang berhak menerima bantuan ini datanya dari daerah. Kita yang melakukan verifikasi di lapangan. Apakah layak atau tidak menerima bantuan,” jelasnya.
Di Jatim, kata Gentur, pada 2016 ini ditargetkan ada 4 ribu rumah yang bisa diperbaiki melalui program BSPS. Hingga sekarang sudah ada 3.820 yang sudah mendapat SK Dirjen Perumahan dan segera turun anggaran BSPS-nya. “Pada 2017 nanti kita usulkan ada 10 ribu rumah yang diusulkan mendapat bantuan BSPS. Tapi tidak tahu berapa yang disetujui,” katanya. [iib]

Tags: