Duh, Warga Megale Bojonegoro Manfaatkan Air Keruh Sisa Embung

Memprihatinkan-warga-desa-Megale-mengambil-air-keruh-yang-tersisa-diembung-desa-setempat-untuk-keperluan-sehari-hari.-[achmad-basir/bhirawa]

Memprihatinkan-warga-desa-Megale-mengambil-air-keruh-yang-tersisa-diembung-desa-setempat-untuk-keperluan-sehari-hari.-[achmad-basir/bhirawa]

Bojonegoro,Bhirawa
Warga Dusun Jintel,Desa Megale, Kecamatan Kedungadem, Kabupetan Bojonegoro terpaksa memanfaatkan air keruh tersisa di embung untuk kebutuhan sehari-harinya. Padahal air tersebut jelas-jelas tidak higines.
Air embung diambil dari embung pinggir desa dekat dengan areal persawahan terpaksa digunakan karena kemarau panjang yang melanda wilayah itu mengakibatkan sumur- sumur milik warga mengering.
“Kami sulit mendapatkan air bersih pada musim kemarau ini, Jadi air ini yang masih bisa kami pakai ” kata warga setempat, Sulkan, saat mengambil air di embung desa setempat, kepada Bhirawa, Selasa (6/10) kemarin.
Dimana air keruh tersebut dia gunakan untuk mandi dan menyuci. Sedangkan untuk minum dan memasak, dia lebih memilih untuk membeli air isi ulang. Sebab, dia tidak mungkin mengonsumsi air keruh tersebut.
Sulkan memanfaatkan air embung yang tidak higenis itu sejak Juli lalu karena sumur mereka mengering.
“Kami sudah biasa menggunakan air embung itu. Walaupun sering juga digunakan untuk pertanian,” kata Sulkan..
Awalnya, embung tersebut adalah andalan warga untuk memasok air bersih disejumlah 450 KK. Karena tidak kunjung turun hujan, embung tersebut terus menyusut karena airnya diambil terus oleh warga.
“Tinggal ini airnya. Mungkin masih bisa bertahan selama lima hingga sampai tujuh hari lagi,” tegasnya..
Menurut Sulkan, sebagian warga Desa Megale sudah banyak yang mengambil air di desa lain. Salah satunya di Waduk Pedang yang ada di Desa Kepohkidul. Jarak waduk dari desa tersebut cukup jauh, sekitar 7 kilometer dari rumah kediaman.
“Ya gimana lagi untuk mendapatkan air kita harus cari ditempat lain. Karena disini sudah tidak ada airnya,” terang.
Meski pemkab beberapa kali sudah mendroping air bersih, kata Sulkan, itu tidak mencukupi. Sebab, kebutuhan orang tidak hanya mandi dan untuk menyuci baju. Merekapun juga perlu memberi minum ternaknya.
”Kalau air bantuan dari pemkab hanya cukup untuk mandi saja,” katanya.
Salim, warga lainnya mengatakan, selain mencari air di desa lain,warga juga banyak yang membeli air. Satu jeriken isi 30 liter air dengan harga Rp 2.500. Kebutuhan dalam sehari mereka bisa membeli empat jeriken. Jika, diakumulasi sebulan mereka bisa menghabiskan uang sebesar Rp 300 ribu untuk konsumsi air saja.
“Kalau dihitung memang mahal, karena itu kebutuhan yang mendasar,” katanya.
Dia berharap pemerintah mengatasi masalah ini dengan tuntas. Krisis air di daerahnya selalu menjadi langganan kala kemarau melanda.Sebab, jika musim kemarau terjadi dua bulan lagi, mereka akan semakin susah.Selain Megale sejumlah desa lainnya juga mengalami hal yang sama, yaitu Tlogoangung, Sidomulyo, dan Kepohkidul.
Krisis air bersih melanda hampir seluruh daerah di Bojonegoro. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro, Andik Sudjarwo, membagi-bagikan air bersih bagi warga di yang membutuhkan air bersih.
“Sumur warga mulai mengering, akibat kemarau panjang. Saya membantu menyuplai air bersih kepada masyarakat untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka sehar-hari,” kata Andik.
Andik Sudjarwo mengatakan, pihaknya sudah melakukan sebanyak 400 tangki dari BPBD, bantuan tersebut tersebar di 66 desa, 117 dusun dengan jumlah penduduk  sebanyak 24.389 KK dan 80.514 jiwa. Masing-masing tangki berkapasitas 5.000 liter dan di distribusikan ke desa-desa yang membutuhkan pasokan air bersih.[bas]

Tags: