Dunia Tak Lagi Sepi

Judul : Sajak Dwiwangga
Penulis : Penyair Malang Raya
Tahun : 2020
Penerbit : Garudhawaca
Halaman : 244
ISBN : 978-623-6521-38-0
Peresensi : Vito Prasetyo

Andaikan ini sebuah fragmen, yang dimainkan oleh para seniman dari pelbagai unsur seni, maka kisah ini ibaratnya seperti membaca sebuah sejarah. Pergeseran budaya akibat adanya perubahan era yang begitu drastis, membuat kelangsungan budaya kembang-kempis, dan kadang hanya berpasrah pada situasi baru yang memunculkan paradigma baru dalam beberapa catatan sejarah. Tetapi karena nilai karsa puisi yang begitu tinggi dalam perpaduan estetika, maka budaya itu ditampilkan dengan corak baru. Yang sebetulnya hanya mendaur-ulang catatan tersebut. Sejarah yang selalu menampilkan keberanian-keberanian kisah heroik, pastinya sosok heroik tersebut tidak lepas dari kisah asmara. Maka dengan bahasa puisi perpaduan kisah itu menjadi alur cerita yang ditampilkan pada masa sekarang.

Membaca lokalitas budaya dalam tekstur dan gestur puisi tentu ada keunikan tersendiri. Berangkat dari ide-ide beberapa orang yang cukup prihatin dengan geliat kehidupan seni budaya di Malang, maka ide ini harus direalisasikan dalam karya nyata. Manifestasi budaya adalah catatan masa yang senantiasa berbenturan dengan era baru, dengan terjadinya perubahan sosial yang begitu drastis. Maka dengan penggalian catatan sejarah yang menampilkan ciri tersendiri, tentu dibutuhkan tema yang sesuai.

Memang, dunia terasa dingin dan sunyi, jika tidak tersentuh dan bagaimana mengangkatnya kembali. Untuk merealisasikan ide dan keinginan ini, melalui kerjasama dengan Dewan Kesenian Malang (DKM), disepakati untuk dituangkan dalam Buku Antologi Puisi. Proses panjang yang dilewati, sehingga buku ini baru bisa terealisasi di akhir Bulan Desember lalu.

Buku Antologi Puisi “Sajak Dwiwangga” lahir dalam perjalanan musim pandemi yang berkepanjangan, sehingga tentunya memiliki analog dalam presentasi sosial. Jika dalam referensi literasi, yang memuat nama Dwiwangga dapat diartikan seseorang yang memiliki kemauan keras, bakat bisnis dan wibawa. Sejatinya, sebuah nama memang tidak mencerminkan kualitas pribadi seseorang, namun dengan menggunakan nama yang bagus akan membantu seseorang berperilaku positif.

Bagaimana kita menggabungkan catatan sejarah dalam lokalitas budaya, sedikit banyaknya berhubungan dengan hal-hal yang sering kita anggap mistik, tetapi tidak mengurangi prinsip humanisme, maka makna “Dwiwangga” juga memiliki hitungan numerologi. Sedikit antagonis dalam hitungan ini, karena nama “Dwiwangga” dalam hitungan angka berjumlah 89. Yang artinya dalam perilaku atau kepribadian memiliki sifat-sifat berorientasi pada usaha praktis, pada status, dan pencari kekuasaan.

Manifestasi budaya lokal yang begitu plural, tidak boleh ditangkap sebagai sebuah catatan yang cukup bersandar pada keberadaan atau kepedulian pemerintah setempat. Tetapi bagaimana membangun komitmen para pelaku seni dalam mengangkat tema-tema lokal yang begitu besar potensi ke-pariwisataan-nya. Di Malang, sebagai salah satu objek wisata adalah kampung warna-warni, yang sudah disulap menjadi image positif, dibanding beberapa tahun silam, yang dianggap sebagai kampung kumuh. Latar belakang ini bisa dianggap bahwa perjalanan budaya itu, selalu ingin mengedepankan estetika.

Bagaimana memformulasikan tema ini, dan kemudian mengangkatnya dalam Buku Antologi Puisi, diharapkan giat seni terutama semarak kehidupan sastra di Malang, dapat kembali bangkit, dan menghasilkan karya-karya lain yang tetap menjaga eksistensi nilai-nilai budaya. Sajak Dwiwangga, meski ditulis oleh penyair Malang, tidak mengurangi kualitas dari persaingan karya sastra. Ini semata-mata untuk menghadirkan kembali nilai-nilai kecintaan para seniman, bahwa memang dunia tak lagi dingin.

Buku Antologi Puisi “Sajak Dwiwangga” diterbitkan dalam dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Pertimbangan ini tentunya melihat visi ke depan, bahwa karya sastra itu adalah daya imajinasi yang harus bisa dibaca oleh dunia luar. Konsep perpaduan antara seni lukis, seni musik dan puisi, menggambarkan nilai-nilai budaya yang saling mengikat satu sama lainnya. Konteks dimana dinamika zaman akan membaca sesuatu yang berbeda.

———- *** ———–

Rate this article!
Dunia Tak Lagi Sepi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: