Dusun Bedander Kental dengan Sejarah Era Airlangga hingga Majapahit

Sumur Mbujo di Dusun Bedander diyakini warga setempat sebagai sumur tempat mandi Raja Jayanegara saat bersembunyi di dusun tersebut ketika terjadi pemberontakan Ra Kuti. [Arif Yulianto]

Menelusuri Sejarah Dusun Bedander Di Kabuh Jombang (Bagian 2)
Kab Jombang, Bhirawa
Sebagai daerah bersejarah yang disebut di Kitab Pararaton, Dusun Bedander yang berada di Desa Sumber Gondang, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang memiliki sejarah kental dengan cerita penyembunyian Raja Jayanegara, Raja Kerajaan Majapahit yang memerintah pada tahun 1309-1328 Masehi saat peristiwa pemberontakan Ra Kuti tahun 1319 Masehi.
Sejumlah arkeolog dan pakar kebudayaan pun memberikan penjelasan tentang sejarah Dusun Bedander dan hubungannya dengan kisah penyembunyian Raja Jayanegara. Penjelasan pertama diberikan oleh arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim, Wicaksono Dwi Nugroho.
Wicaksono yang mengaku pernah melakukan penelitian arkeologis di daerah Kabuh, Jombang pada tahun 2007 sampai 2008 yang lalu itu mengungkapkan, Dusun Bedander kental dengan sejarah era Airlangga hingga Majapahit. “Kampung lama di jalur kuno ke Tuban,” kata Wicaksono, lewat pesan WhatsApp (WA), Sabtu (11/4) malam.
Dia membenarkan jika Raja Jayanegara pernah disembunyikan di daerah Medander seperti yang disebutkan di Kitab Pararaton. Namun ia mengatakan, apakah yang dimaksud dengan Medander itu yakni Bedander.
Wicaksono juga mengungkapkan jika pernah ada peninggalan arkeologis dari beberapa masa di daerah Kabuh, Jombang seperti pecahan-pecahan keramik dari fragmen (Dinasti) Song, Yuan, Ming, dan Qing yang bercampur jadi satu.
Selain Wicaksono, Ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU, Kyai Agus Sunyoto juga memiliki pendapat yang sama. Agus Sunyoto berpendapat, sejauh yang ia pahami, Bedander yang disebut Pararaton sebagai persembunyian Jayanagara saat Ra Kuti memberontak yakni Bedander di Kabuh Jombang, meski ada yang meyakini Bedander di Bojonegoro. “Sebab, Bedander di Kabuh sangat dekat dengan asal Gajah Mada di sekitar Modo di Lamongan,” kata Kyai Agus Sunyoto, Minggu (12/4) malam.
Agus Sunyoto juga menerangkan, situs terkait kisah Gajah Mada menunjuk adanya ciri kepercayaan lokal sisa peradaban Megalithik seperti punden, punden berundak, tugu, termasuk punden Nyai Andongsari, yang semula punden pada tahun 2000-an dibangun jadi makam lslam.
Sementara itu, Arkeolog Arkenas, Titi Surti Nastiti dalam makalahnya berjudul Prasasti Kusambyan : Identifikasi Lokasi Madander dan Kusambyan, mengungkapkan, pemberontakan yang dipimpin oleh Kuti (Pakuti) pada tahun 1319, kali ini istana Majapahit berhasil diduduki oleh pemberontak yang menyebabkan Jayanegara harus ke luar istana. Jayanegara pergi malam dari istana pada malam hari menuju Badander, dan hanya ditemani Bhayangkari (Pasukan Pengawal Raja) yang berjumlah 15 orang yang dikepalai oleh Gajah Mada.
Dilanjutkan pada makalah tersebut, nama Bedander, di Kabupaten Jombang terdapat dusun bernama Bedander yang masuk wilayah Desa Sumber Gondang dan Dander yang masuk ke wilayah Desa Manduro, keduanya masuk ke Kecamatan Kabuh. Meskipun secara toponimi mempunyai kemiripan dengan Bedander, akan tetapi masih perlu pembuktian untuk mengetahui yang mana yang lebih mungkin sebagai Desa Bedander yang disebutkan dalam Pararaton.
Masih menurut makalah tersebut, hasil survey di Dusun Dander yang pada umumnya dihuni oleh orang Madura tidak membuktikan adanya tinggalan arkeologis. Nama Dander pun ternyata dari nama Bedander, karena Desa Manduro merupakan gabungan dari dusun-dusun dari desa yang berdekatan yang menyumbangkan sebagian wilayahnya. Dengan alasan itu, maka nama dusun yang disumbang oleh Dusun Bedander dinamakan Dusun Dander.
Menurut makalah tersebut, sementara hasil penelitian di Dusun Bedander, Desa Sumber Gondang ada beberapa lokasi mengandung tinggalan arkeologis. Di pemakaman Dusun Bedander, ditemukan bata-bata kuna yang sudah tidak utuh lagi.
Sebaran pecahan keramik yang berasal dari masa Dinasti Song (abad ke 10-13 M) sampai masa kolonial (abad ke 19-20 M). Ukuran bata paling besar dengan panjang yang dapat diukur 31 sentimeter x 24 sentimeter × 7 sentimeter. Selain itu di tengah pemukiman Dusun Bedander juga ditemukan tinggalan arkeologis berupa dorpel dan lumpang. [Arif Yulianto]

Tags: