Elaborasi Budaya Madura

Judul Buku : Madura Niskala
Penulis : Royyan Julian
Penerbit : Basa Basi
Tahun Terbt : Cet, I. Januari 2022
Tebal Buku : 168 hlm; 14×20
ISBN : 978-623-305-260-3
Peresensi : Muhtadi.Z
Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur.

Resistensi kebudayaan Madura, di zaman mega digital saat ini, perlu diapresiasi. Meski beberapa lanskap kebuadayaan Madura tidak mampu bertahan-mungkin karena bersifat baru atau bisa jadi tidak mampu menyesuaikan dan memilih membunuh dirinya sendiri-menjadi alasan fundamental. Namun satu yang pasti, kebudayaan Madura merupakan ruang gerak masyarakat yang mengkorelasikan teologis dan sosial.

Royyan Julian dalam buku terbarunya ini hendak mengajak pembaca untuk menyelami kebudayaan Madura secara aplikatif yang ditranformasikan ke bentuk metodologis. Seolah sengaja, Royyan Julian memberikan ruang bebas kepada pembaca untuk menafsir posisi kebudayaan Madura dalam arus utama mega digital. Seakan menginstruksikan bahwa di tengah-tengah arus informasi dengan kecanggihan yang tak kasat mata, Madura Niskala, menginvasikan kebudayaan Madura ke suatu dimensi yang secara presisi itulah tempatnya.

Seperti dalam, Madura Niskala, berisi pemaknaan kritis terhadap tradisi Hindu-Buddha yang dahulunya merupakan bentuk paten suatu pemakaman orang mati. Dimana, sebelum Islam merenovasi regulasinya, bila ada orang mati, masyarakat setempat akan melakukan perayaan kematian yang di dalamnya dihiasi hal-hal bernuansa negatif; pesta arak, dan berjudi. Pada dasarnya, masyarakat Madura tidak memiliki romantisme untuk mengenang orang mati, sehingga budaya Hindu-Buddha menjadi ikon utama dalam mengenangnya. Namun ketika Islam masuk, revitalisasi kebudayaan Madura atau romantisme dalam mengenang orang mati perlahan digubah dangan tetap mempertahankan bentuk. Agama Islam tentang alam gaib dan eskatologinya nyaris menjadi satu-satunya sumber dan kawan niskala begi orang-orang Madura yang tidak memiliki filosofis metafisik yang khas sebagaimana etnis Jawa dan Bugis.(hlm.165)

Sedikit berbeda dengan, Ziarah ke Masa Silam dan Tiga Wali Gubuk, yang secara epitemologis memberikan pandangan dimana suatu romantisme terjadi namun tidak terawat dengan baik, sehingga pemakaman “orang penting” tidak mendapat perawatan optimal baik dari yang memilki otoritas dan kekerabatan. Mengubah situs makam tua menjadi obyek wisata tidak hanya menanggung beban moral, tetapi juga memikul tanggung jawab intelektual.(hlm.20) Bisa jadi, statemen ini menjadi hal primodial untuk merawat dan menjaga kultur atau kepercayaan masyarakat Madura dalam mengeksplorasi suatu pekuburan “orang penting”.

Barangkali, masyarakat Madura tempo dulu memang lebih mengakrabi hal-hal mistis, sehingga tidak sedikit orang Madura memiliki kekuatan magis baik untuk mendatangkan rezeki, menyembuhkan orang kesurupan, dan hal-hal yang sulit dibenarkan akal. Bahkan nyaris, bisa jadi tradisi kultur, bahwa kekuatan mistis tersebut diturunkan secara praksis melalui metafisik; lewat mimpi. Kulturalitas inilah yang tercermin, Kesaktian Ikan-Ikan dan Keluarga Paranormal, yang memvonis masyarakat Madura-untuk saat ini, bisa jadi-dari segi kultur. Representasi geografis ini menjadi alasan mendasar mengapa Madura, meski untuk saat ini, menerapkan ajaran yang sudah bertahun-tahun ada.

Menyakini dunia metafisik, barangkali bisa disebut sebagai pragmatis orang Madura, sebab seperti halnya istilah taneyan lanjhang yang seraca tegas merepresentasikan kepramagtisan masayarakat Madura, yakni enggan bergumul dengan komunitas luas. Sehingga taneyan lanjhang suatu komunitas yang terdiri dari darah sendiri yang ditengarai bidhik di ujung barat taneyan yang menyimbolkan bahwa itu tetua komunitas tersebut. Hal ini tercermin dalam esai Royyan Julian, Kosmologi Pragmatis Manusia Madura. Hampu senada dengan, Tidak Menncari Madura yang Hilang, yang kepragmatisan manusia Madura berorientasi pada ranah kesenian.

Tetapi yang jelas, Royyan Julian, hendak mengingatkan kembali akan eksistensi posisi kebudayaan di arus utama jagat digital. Penulis asal Pamekasan tersebut hendak menjadikan kebudayaan Madura benar-benar dimiliki setiap individu, mengingat sedikitnya peran yang diambil setiap person orang Madura. Secara tidak langsung, Royyan Julian, hendak mengesampingkan rasa apatisme terhadap kebudayaan kerena berlandaskan pada pendahulu, bahwa orang Madura selalu mempercayai hal mistis.

———- *** ———-

Rate this article!
Elaborasi Budaya Madura,5 / 5 ( 1votes )
Tags: