Gaduh Sistem Zonasi

Hampir di setiap daerah, pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) memicu kegaduhan. Penyebabnya adalah sistem zonasi yang membuat siswa tidak leluasa lagi memilih sekolah. Selain itu, kuota zonasi inipun dipatok minimal 90 persen. Pasal tersebut dipertegas melalui Permendikbud no 51 tahun 2018 yang mengatur PPDB.
Kejadian kegaduan dibeberapa daerah yang paing memberatkan aadalah terkait dengan kuota zonasi yang dipatok minimal 90 persen. Sisanya kuota siswa berprestasi dan non zonasi masing-masing lima persen. Ditambah dengan harus antre panjang dengan kata lain mencari sekolah dengan cara balapan. Point inilah yang dinilai paling kaku, sehingga menyulut kegaduhan dimana-mana.
Sebagai pendidik penerapan sistem zonasi pada penerimaan siswa saat ini sebenarnya bagus, karena dapat memeratakan akses pendidikan. Itu artinya, tidak ada kasta di sekolah. Bertujuan untuk keadilan. Termasuk memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk bersekolah di sekolah yang dekat rumah.
Seperti dilansir dari laman kemdikbud.go.id, tahun ini, upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang dimotori Prof. Dr. H. Muhadjir Effendy, MA untuk mendobrak mental sekolah favorite, benar benar dilaksanakan. Zonasi dianggap solusi paling tepat untuk tujuan tersebut. Namun, apa daya secara teori sangat bagus, tapi secara teknis banyak komplain dimana-mana. Sepertinya masih jauh panggang dari api. Riilnya, sistem penerimaan siswa berbasis zonasi itu justru menuai tanggapan minor oleh sebagian besar masyarakat.

Asri Kusuma Dewanti
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Rate this article!
Gaduh Sistem Zonasi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: