Gubernur Jatim Pertimbangkan Pemutihan Pajak Kendaraan Tahun Ini

Sejumlah pemilik kendaraan motor saat memanfaatkan fasilitas pemutihan pajak. Pemprov Jatim saat ini tengah mengkaji perlu tidaknya melakukan pemutihan pajak kendaraan jelang akhir tahun ini.

DPRD Jatim, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo masih mempertimbangkan apakah perlu ada pemutihan pajak kendaraan atau tidak di Jatim tahun ini. Pendapatan daerah yang cenderung stagnan atau berkurang menjadi alasannya.
“Belum (untuk melakukan pemutihan pajak, red). Kami berpikir, bagaimana kalau pemutihan ditahan terlebih dahulu. Saya ajak diskusi Komisi C (DPRD Jatim),” ujar gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo tersebut, Selasa (3/10).
Pada tahun sebelumnya, Pemprov Jatim selalu melakukan pemutihan pajak kendaraan bermotor. Jadwalnya tiga bulan di akhir tahun. Masyarakat dibebaskan dari sanksi administrasi berupa kenaikan dan atau bunga kendaraan bermotor. Di samping pembebasan pokok dan sanksi administrasi berupa kenaikan dan atau bunga BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) atas penyerahan kedua dan seterusnya (BBN II) untuk kendaraan pelat kuning.
“Memang kita kekurangan uang (pendapatan). Kita stagnan. Ini yang sedang kita kaji, apakah strategi mencari uang dengan pemutihan itu pas. Apakah mengurangi beban (dengan pemutihan) bisa menjadi alternatif agar ekonomi jalan,” bebernya kepada wartawan.
Dua pilihan yang disebutkan itu, diakuinya sedikit membingungkan bagi Pemprov Jatim. Masihkah tepat menerapkan kebijakan pemutihan pajak kendaraan bermotor atau tidak. Sebab, menurut Pakde Karwo, ada dua tipe pemerintah dalam menerapkan keputusan saat mengalami krisis. Satu dengan menurunkan pajak agar geliat ekonomi masyarakat tetap jalan. Ataukah tetap menarik pajak yang sesuai untuk mengisi kas.
Sebelumnya, data yang dimiliki Wakil Ketua Komisi C DPRD Jatim Renville Antonio dari sejumlah UPT milik Badan Pendapatan Daerah di Jatim ada potensi kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBNKB sebesar 2 persen. Yaitu menjadi 37 persen. Kemudian juga kenaikan pajak rokok yang cukup signifikan, yakni sebesar Rp 120 miliar.
Mengenai berkurangnya DAU (Dana Alokasi Umum), politisi asal Partai Demokrat ini menyebut terkait belum stabilnya ekonomi dalam negeri. Hal tersebut dapat dilihat dari diubahnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 50 Tahun 2017. Bahkan selama 2017 ini perubahan dilakukan hingga tiga kali. Di mana perubahannya dinamis, artinya menyesuaikan dana yang ada di APBN. Kalau dipersentasikan dengan sistem ini maka potensi DAU Jatim akan kehilangan Rp 100 miliar.
“Kami berencana akan melakukan konsultasi ke Kementerian Keuangan. Sebab saat ini dalam proses penyusunan anggaran, kami masih menggunakan data DAU lama yaitu sekitar Rp 300 miliar. Kalaupun kemudian ada kabar seperti ini maka akan kita bicarakan saat membahas Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2017 pada Juli mendatang,” kata Renville. [cty]

Tags: