Gubernur Pastikan Surabaya Tak Boleh Kelola SMA/SMK Sendiri

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Anggaran Gaji Guru Kurang Rp 128 Miliar
Pemprov Jatim, Bhirawa
Keinginan Wali Kota Surabaya Ir Tri Rismaharini menghadap Gubernur Jatim Dr H Soekarwo untuk membicarakan soal pengelolaan SMA/SMK mendapat respon positif. Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Jatim mempersilakan Risma menyampaikan unek-uneknya.
“Iya saya diajak Bu Risma ketemu. Sudah saya persilakan, kita jagongan bareng gitu,” tuturnya saat ditemui, Kamis (1/12).
Pakde Karwo mengungkapkan dalam pengelolaan SMA/SMK oleh provinsi daerah tetap dipersilakan untuk terlibat. Namun untuk masalah pengelolaan, tetap di tangan provinsi sebagaimana amanat Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
“Kalau minta mengelola sendiri tidak bisa karena sudah ada undang-undangnya. Harus diubah dulu undang-undangnya,” kata orang nomor satu di Jatim ini.
Gubernur memastikan tidak ada dasar apapun yang bisa digunakan oleh kabupaten/kota untuk mengelola SMA/SMK. “Pergub tidak bisa, perda saja rontok dengan adanya undang-undang itu,” tandasnya.
Lebih lanjut Pakde Karwo menjelaskan, meski tidak bisa mengelola, kabupaten/kota tetap dibolehkan mengalokasikan anggaran. Anggaran tersebut digunakan untuk membantu masyarakat Surabaya yang akan sekolah di Surabaya. “Itu sudah kita keluarkan SE (Surat Edaran)-nya. Sebenarnya untuk menjawab Surabaya, tapi kita berikan untuk seluruh Jatim,” kata dia.
Dalam prinsip penganggaran, Pakde Karwo menjelaskan, pemerintah pusat boleh membantu daerah. Begitu juga daerah boleh membantu untuk daerah lain, seperti dari kabupaten/kota ke provinsi. “Di undang-undang itu tidak diatur hanya provinsi yang boleh membantu kabupaten/kota. Artinya Surabaya juga boleh membantu masyarakatnya dengan menganggarkan untuk SMA/SMK. Nanti mekanismenya seperti apa kita bicarakan lagi dengan Kemendagri,” kata dia.
Disinggung soal kekurangan anggaran, Pakde Karwo tidak membantah. Pihaknya mengaku, sampai saat ini anggaran untuk gaji guru masih kurang Rp128 miliar. Itu lantaran Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat tidak bertanbah tahun depan. “Hanya untuk guru honorer SMA/SMK. Kalau PNS sudah aman tidak ada masalah,” katanya.
Untuk mengatasinya, lanjut Pakde, sementara yang bisa digunakan adalah dana dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS). “Kita juga masih bicarakan dengan Departemen Keuangan kekurangannya,” tutur Pakde Karwo.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni pesimistis jika anggaran yang dialokasikan Pemkot Surabaya untuk SMA/SMK dapat terserap. Itu karena dalam nomenklaturnya tetap menggunakan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (Bopda). Nilainya cukup tinggi, yakni Rp180 miliar. “Saya sudah mengingatkan dalam rapat paripurna agar itu dipertimbangkan lagi,” kata dia.
Sayangnya, nomenklatur anggaran tersebut tetap disetujui. Padahal itu tidak sesuai dengan ketentuan PP No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. “Sekarang tinggal gubernur yang akan mengevaluasinya. Kalau memang tidak sesuai ketentuan, maka gubernur bisa memberikan saran-saran untuk diperbaiki,” kata politisi asal PKS ini.
Reni menuturkan Bopda sengaja dialokasikan sebagai antisipasi ketika tuntutan mengelola SMA/SMK itu dikabulkan. Hal itu justru berisiko karena tidak akan bisa benar-benar digunakan. “Saya khawatir pemkot hanya ingin menunjukkan kesan peduli, tapi sudah tahu tidak bisa dicairkan. Sementara ada mekanisme yang sudah klir tapi tidak digunakan,” kata dia.
Reni mengatakan kebijakan untuk mengalokasikan Bopda cukup aneh. Sebab, pengalaman pada triwulan IV tahun anggaran 2016 pencairan Bopda yang jelas-jelas sudah ada aturannya tidak berani mencairkan. Sekarang malah menganggarkan Bopda SMA/SMK yang tahun depan justru sudah bukan dalam kewenangannya. “Kalau serius menganggarkan mestinya melalui bantuan keuaangan khusus. Nanti anggaran dan peruntukannya yang mengatur  pemkot. Tapi yang mengelola provinsi dengan kontrak sebelumnya,” pungkasnya. [tam]

Tags: