Gubernur Usul Perubahan Bagi Hasil Pajak

Gubernur-Jatim-Dr-Soekarwo.

Gubernur-Jatim-Dr-Soekarwo.

Surabaya, Bhirawa
Pemprov Jatim mengusulkan kepada Komisi XI DPR RI untuk skema rekonstruksi (perubahan) sistem perpajakan nasional yang lebih berkeadilan dengan menitikberatkan pada faktor cost recovery terhadap locus entitas penghasil di daerah. Selain itu kekhususan daerah sebagai sarana memperkuat daya saing daerah dan peningkatan kualitas pelayanan dasar masyarakat di daerah serta aspek kausalitas antara pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan dengan pertumbuhan ekonomi juga perlu dipertimbangkan.
“Rekonstruksi sistem perpajakan nasional dibagi dua sudut pandang dalam perhitungan persentase, yaitu simetris berlaku umum secara nasional dan asimetris dengan memperhatikan faktor kekhususan daaerah seperti pendidikan, kesehatan, kemiskinan, daya beli, IPM, infrastruktur dan faktor lain yang bersifat spesifik sesuai atribut masing-masing daerah,” ujar Gubernur Jatim Dr H Soekarwo di hadapan rombongan Komisi XI DPR RI terkait usulan revisi UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Minggu (28/2).
Menurut Pakde Karwo sapaan akrab Soekarwo, kontribusi Jatim terhadap penerimaan negara pada 2015 mencapai Rp 145,48 triliun. Kalau ditambah potensi cukai dari Jatim, totalnya bisa mencapai Rp 155,89  triliun atau setara dengan 13,41 persen dari total penerimaan negara dari pajak dan cukai yang mencapai Rp 1.162,4 triliun. “Tapi yang kembali ke Jatim melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) hanya Rp 1,6 triliun,” tegasnya.
Penerimaan pajak yang dikembalikan ke daerah, lanjut Soekarwo baru ada dua jenis. Pertama, PPh Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WP OPDN) dengan komposisi 80 persen pusat dan 20 persen daerah. Dan kedua, PPh Pasal 21 dengan komposisi 80 persen pusat dan 20 persen daerah.  “Kami mengusulkan supaya pembagiannya diubah, 70 persen pusat dan 30 persen daerah atau mengalami kenaikan 10 persen,” beber Pakde Karwo.
Sayangnya, kata mantan Sekdaprov Jatim, empat pajak yang lain seperti PPh Final, PPh Pasal 25/29 WP Badan, PPh Pasal 23 serta PPN dan PPnBM belum ada bagi hasil ke daerah padahal potensinya cukup besar untuk menambah penerimaan dana bagi hasil bagi pemerintah daerah. PPh Pasal 25/29 WP Badan yang berlaku saat ini, masuk ke kantor pusat yang mayoritas berada di Jakarta. Padahal perusahaannya ada di daerah,  sedangkan sisanya masuk ke pemerintah pusat.
“Potensi Jatim dari empat pajak itu mencapai Rp 10 triliun per tahun. Kami minta adanya bagi hasil ke daerah penghasil sebesar 30 persen. Jika terealisasi, DBH Jatim bisa naik menjadi Rp 18,8 triliun, ” tegas Pakde Karwo.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Soepriyatno mengapresiasi usulan dari Pemprov Jatim yang meminta adanya keadilan dalam sistem bagi hasil pajak agar pembanguan di daerah bisa semakin berkembang. “Usulan rekonstruksi sistem bagi hasil pajak dari Jatim itu sangat bagus dan akan kami perjuangkan di DPR RI melalui revisi UU No 33 Tahun 2004,” jelas politisi asal Partai Gerindra.
Diakui Supriyatno, upaya revisi UU No 33 Tahun 2004 ini dilakukan untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Pasalnya, pada 2016 ini penerimaan pajak diprediksi turun hingga Rp 250 triliun akibat harga CPO, minyak mentah mengalami penurunan drastis. Bahkan Presiden RI Joko Widodo menginginkan adanya Tax Amnesty (pengampunan pajak) pada wajib pajak yang enggan  membayar pajak kepada negara.
Kendati demikian pihaknya tidak akan meloloskan begitu saja jika tidak memberikan dampak signifikan terhadap penerimaan negara. “Kasihan wajib pajak yang patuh tidak dapat apa-apa termasuk UMKM. Sementara para pengemplang pajak justu mendapat pengampunan. Ini jelas tidak akan memicu ketidakadilan,” terang ketua DPD Partai Gerindra Jatim.
Wajib pajak yang patuh itu didominasi pelaku UMKM, sedangkan pengemplang pajak justru pengusaha besar. [cty]

Tags: