H Sutrisno, Kepala Desa Penggila Bonsai di Bondowoso

H Sutrisno, saat memamerkan bonsai antik miliknya di kediamannya di Desa/Kecamatan Cerme Kabupaten Bondowoso. [sawawi]

Dapat Menambah Penghasilan, Menjadi Sarana Menghibur Keluarga
Kab Bondowoso, Bhirawa
Desa Cerme, Kecamatan Cerme, Kabupaten Bondowoso yang berbatasan langsung dengan Situbondo ternyata tidak hanya dikenal sebagai basis tumbuhnya ekonomi kreatif di Kota Tape. Melainkan juga dikenal sebagai pusat penghasil tanaman hias jenis bonsai-adenium terbaik di daerah tapal kuda. Ini diketahui, dari salah satu penggila bonsai-adenium kesohor asal Desa Cermee bernama H Sutrisno.
Panasnya terik matahari di halaman rumah H Sutrisno tak membuat penghobi dan penggila bonsai-adenium luluh untuk melihat pajangan bunga yang penuh dengan arsitektur seni tersebut. Para pecinta bonsai-adenium tak takut dengan sengatan panas untuk bisa melihat dari dekat pajangan ratusan pohon bonsai-adenium unik milik H Sutrisno. Bahkan sebaliknya, para pecinta bonsai betah berlama-lama untuk melihat tanaman hasil kreasi tangan H Sutrisno bersama pekerjanya tersebut. “Banyak yang melihat pajangan bonsai saya kesini (Desa Cermee, red),” ujar kades dua periode tersebut.
Mantan bacaleg PPP itu bahkan mengaku tak sedikit yang datang dari kalangan pecinta tanaman hias jenis bonsai-adenium ke rumahnya asal luar Jawa. Diantaranya, sebut alumnus Fakultas Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jember itu, dari Bali, Lombok, Jakarta, Surabaya dan beberapa daerah tapal kuda Jatim seperti Probolinggo, Pasuruan, Situbondo dan Banyuwangi. “Mereka ada yang berminat beli dan ada yang sebagian hanya silaturrahmi (menikmati indahnya bonsai),” kupasnya.
Untuk membuktikan H Sutrisno sebagai penggila bonsai-adenium, tak tercatat sudah berapa kali ia ikut kontes bonsai adenium di Bondowoso dan daerah Kabupaten/Kota terdekat. Untuk bisa meraih juara, H Sutrisno mengaku harus bersaing dengan penggila bonsai dari Semarang, Madura, Jakarta dan Bali. Banyak perbedaan dari tekstur bonsai hasil kreasi para pecinta bonsai yang tersebar dari luar Bondowoso. “Ikut kontes bonsai-adenium ini sangat menarik karena mampu memberikan hiburan bagi keluarga dan masyarakat, terutama pecinta bonsai yang ada di Kota berjuluk Republik Kopi ini,” terang H Sutrisno.
H Sutrsino mengkisahkan, awal kecintaanya kepada bonsai-adenium, saat isterinya suka memajang aneka bunga di halaman rumahnya. Lambat laun, H Sutrisno bertandang ke rumah salah satu temannya di Bondowoso, yang notabene penghobi berat bunga bonsai-adenium. Nah dari sanalah, kata alumni SMAN 1 Tapen, Bondowoso itu, muncul ketertarikan serupa untuk memajang bunga bonsai. Dari awal hanya memiliki satu bunga bonsai, kini dihalaman rumah H Sutrisno, sudah ratusan bonsai berhasil ia koleksi. “Hobbi pada tanaman bonsai ini sangat berbeda rasaya dengan hobbi kepada jenis tanaman lain. Sepertinya setelah melihat tekstur dan desain batang batang bunganya yang unik, rasa puas langsung melegakan hati,” ungkap H Sutrisno.
Untuk mendapatkan tanaman bunga bonsai yang mahal dan unik, H Sutrisno tak harus membeli kepada koleganya sesama pengoleksi bonsai-adenium. Sebaliknya, H Sutrsino, justeru mengajak para pekerjanya untuk keliling ke berbagai pegunungan untuk mencari tanaman yang bisa di reka menjadi tanaman bonsai. Tak cukup sekali, kupas H Sutrisno, disaat pulang kerja sebagai Kades Cermee atau saat libur akhir pekan, ia seketika berkelana mencari batang kayu untuk selanjutnya dijadikan bonsai-adebium. “Kalau sudah cinta sama bonsai, tidak ada rasa capeknya kami berkeliling mencari pohon yang layak di ubah menjadi bunga bonsai,” tegas H Sutrisno.
H Sutrisno tak bermaksud tinggi hati, sebab beberapa dari hasil pembuatan bunga bonsainya pernah ditawar dengan harga selangit hingga tembus puluhan juta rupiah. Bunga bonsai itu, ujarnya, tidak akan dijual oleh H Sutrisno karena memiliki cerita yang unik dan mengharukan baginya. Namun tak sedikit diantara puluhan bunga bonsainya yang ia buat hanya memiliki harga standart, karena jenis bunganya yang tidak terlalu terkenal. “Kecintaan kepada tanaman ini (bonsai, red) sudah puluhan tahun saya tekuni. Hasilnya lumayan. Selain untuk memenuhi hobi juga untuk menambah pertemanan,” pungkas H Sutrisno.
Disisi lain, H. Afandi, pecinta tanaman bonsai asal Desa Curahkalak, Kecamatan Jangkar, Situbondo, mengatakan setiap kontes bonsai-adenium diyakini selain dapat mendongkrak peningkatan ekonomi masyarakat juga dapat menambah PAD sebuah daerah. Tak hanya itu, kata H Afandi, hobbi kepada tanaman bonsai juga bisa memberikan pekerjaan baru bagi masyarakat yang ada di Situbondo maupun Bondowoso. Tak hanya itu, sisi positif dari mencintai tanaman bonsai-adenium, dimata H Afandi, juga memberikan peningkatan pendapatan bagi keluarganya. “Jadi kalau kita menicintai bonsai secara tidak langsung sudah membantu program pemberdayaan masyarakat,” papar H Afandi.
Lebih jauh H Afandi menerangkan, dirinya pernah mengadakan ajang kontes bonsai-adenium tingkat nasional baru baru ini. Dari ajang itu, ada tanaman bonsai yang bertarif termahal hingga Rp 300 juta milik peserta asal Ungaran Semarang dan peserta asal Pamekasan, Madura. Bonsai tersebut sempat ditawar Rp 250 juta namun tidak dilepas oleh pemiliknya. Sebaliknya, ungkap H Afandi, setiap ajang kontes bonsai juga ada bonsai yang bertarif termurah hingga Rp 300 ribu. “Setiap ada ajang kontes bonsai saya selalu merasakan kepuasan. Apalagi bisa melihat langsung bonsai unik berharga ratusan juta rupiah,” pungkas. [Sawawi/Samsul Tahar]

Tags: