Hari Pancasila “Final”

Hari perumusan Pancasila (1 Juni) sebagai filosofi dasar negara, telah “final” sejak tahun 1945. Tercantum dalam alenia ke-4 muqadimah UUD (Undang-Undang Dasar) 1945. Pakta Pancasila tetap tercantum dalam “Konstitusi” RIS (Republik Indonesia Serikat). Juga semakin dikukuhkan dalam UUD Sementara tahun 1950. Ke-ajek-an (kontinuitas) Pancasila sebagai pakta kenegaraan telah “final,” dipahami sebagai kebutuhanbersama tatacara penyelenggaraan negara.
Tetapi segolongan masyarakat (sangat minoritas) dalam tataran sosial, masih coba memperdebatkan ke-absah-an Pancasila sebagai pakta filosofi negara. Golongan radikal “kiri,” pernah coba menggantikan Pancasila dengan ideologi komunisme. Begitu pula golongan radikal “kanan,” coba mengusulkan syariat Islam sebagai dasar negara. Padahal perbedaan sengit ideologi telah selesai diperbincangkan sejaktahun 1945, pada forum BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
BPUPKI, beranggota 69 orang, termasuk tujuh anggota pasif (perwakilan pemerintahan militer Jepang) sebagai fasilitator keabsahan forum. Sisanya, 62 orang anggota aktif, seluruhnya merupakan tokoh pergerakan nasional dari berbagai daerah. Selama sidang BPUPKI, ditampilkan tiga pembicara tokoh pergerakan sekaligus intelektual lintas daerah.Yakni, Mr. Mohammad Yamin (budayawan dan ahli hukum), Dr. Soepomo (lulusan Leiden, Belanda), dan Ir. Soekarno.
Ketiganya menyampaikan pakta filosofi dasar negara sebagai syarat utama berdirinya suatu negara bangsa. Terdapat kemiripan, dan seluruhnya terdiri dari lima dasar pakta. BPUPKI menunjuk sembilan anggotanya sebagai perumus pakta dasar negara. Terjadi perdebatan sengit terhadap dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar,” yang di dalamnya terdapat Pancasila. Rumusan awal disepakati pada 14 Juli 1945 (oleh Mr. Mohammad Yamin, disebut sebagai Piagam Jakarta).
Tetapi pada sore hari 17 Agustus 1945, perwakilan dari Indonesia Timur, dan golongan ajaran kebatinan (daerah-daerah) menyatakan keberatan terhadap “draft”Piagam Jakarta. Keberatan itu niscaya bisa mengancam keutuhan negara bangsa yang baru beberapa jam di-proklamir-kan. Namun dengan prinsip persatuan nasional, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) termasuk tokoh-tokoh perwakilan Islam dapat menyepakati keseluruhan isi UUD 1945. Tak terkecuali penghapusan frasa kata “dengan kewajiban menjalan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Selain itu juga terdapat perubahan lain. Diantaranya, pasal 6 ayat (1) menjadi, “Presiden ialah orang Indonesia asli.” Namun puncak ke-final-an Pancasila, telah dinyatakan dalam Dekrit Presiden (5 Juli tahun 1959. Bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945, dan sebagai satu rangkaian konstitusi. Serta dikuatkan dalam Keputusan MPR Nomor XX/MPRS/1966.
“Pancasila sebagai dasar negara, sudah final.” Begitu pidato Rais Aam Syuriyah PB-NU, (alm) KH Achmad Shiddiq, setelah terpilih pada Muktamar NU ke-27. Sebagai pucuk pimpinan NU (Nahdlatul Ulama), perlu memberikan pernyataan publik terhadap hasil muktamar yang diselenggarakan di Situbondo, Jawa Timur (tahun 1984). Terutama isu strategis, perihal asas tunggal Pancasila, yang menjadi perdebatan kalangan agama.
Pidato Rais Aam Syuriyah PB-NU itu, bagai “gong,” pertanda dimulainya pengakuan Pancasila sebagai asa setiap ormas dan partai politik. Sejak pidato itu, tiada lagi perdebatan tentang Pancasila. Setelah itu, seluruh ormas dan partai politik, wajib ber-asas Pancasila. Selama tiga dekade, diulang-ulang oleh lima Presiden. Dengan kata-kata yang persis pula! Termasuk oleh presiden Jokowi.
Peng-gagas-an Pancasila juga senafas denganShahifah Madinah.Senafas denegan Magna Carta, milik Inggris yang digagas pada 15 Juni 1215. Senafas pula dengan Declaration of Independence of USA (Kemerdekaan Amerika Serikat).Juga senafas dengan deklarasi revolusi Perancis “La Déclaration des droits de l’Homme et du citoyen.”Melalui dasar negara, penyelenggaraan negara diatur sesuai hukum yang bersumber pada adat dan budaya bangsa.
——— 000 ———

Rate this article!
Tags: