Hasil Produksi Batik Rato WMS Sumenep Terjual Hingga Luar Kota

Salah satu pembatik saat membatik

Sumenep, Bhirawa
Kualitas produksi batik Rato WMS Kabupaten Sumenep terbilang bagus. Buktinya, peminat batik tersebut tidak hanya dikalangan warga Sumenep, melainkan dari luar Kota Keris ini, bahkan hingga Surabaya dan Sidoarjo. Peminatnya bukan hanya kalangan warga biasa, melainkan dari kalangan pejabat, seperti anggota DPRD dan pejabat Pemda.

Pendamping Pelatihan Batik WMS, Busaki mengatakan, keberadaan Batik Rato WMS ini untuk menampung masyarakat yang kreatif dan ingin meningkatkan kreatifitasnya dibidang membatik. Setelah beberapa tahun berdiri ternyata tidak hanya menghasilkan produk yang berkualitas, tapi juga menambah penghasilan mereka yang mau berkreasi. “Tujuan awal untuk menampung orang-orang yang kreatif. Ternyata, banyak yang minat dan sekarang sudah menghasilkan uang juga dari hasil produksi batik tersebut,” kaya Busaki, Rabu (21/10).

Menurutnya, batik yang diproduksi itu merupakan corak khas Sumenep. Peminat dari hasil produksi batik tersebut tidak hanya dikalangan masyarakat Sumenep, tapi juga Surabaya, Sidoarjo dan Situbondo. Yang memesan pun bukan kalangan masyarakat biasa, tapi kalangan birokrat dan anggota DPRD. Baik itu pemesan atau pembeli dari Sumenep sendiri maupun luar Sumenep. “Kalau yang memesan mas, ada yang dari Surabaya, Sidoarjo dan Situbondo. Yang banyak dari birokrasi di lingkungan Pemkab Sumenep. Mereka anggota dewan dan kalangan birokrasi,” ucapnya.

Harga batik tersebut antara Rp 300-750 ribu per potong. Tingginya harga tergantung kain dan corak yang dihasilkan oleh tangan-tangan kreatif tersebut. Pemesan juga bisa memesan corak sesuai keinginannya, meski Rato WMS juga telah memiliki corak dan khas tersendiri. “Kalau soal harga per potongnya bisa bersaing dengan tempat produksi batik lainnya. Kami jamin lebih murah, tapi kualitas tetap bersaing juga,” tegasnya.

Di Batik Rato WMS ini memiliki 10 orang di rumah produksi. Rumah Batik Rato WMS ini juga memiliki cabang di kecamatan-kecamatan yakni Bluto, Ganding dan Pragaan. Masing-masing rumah produksi di kecamatan ada 15 orang. “Selain berproduksi, kami juga sering mengadakan pelatihan dan pendampingan membatik,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menambahkan, omset rumah produksi batik Rato WMS ini relatif tinggi, bisa mencapai puluhan juta perbulannya. Namun, sejak pandemi Covid-19, ada penurunan omset. Tapi tidak sampai membuat mandegnya produksi batik. “Pesanan tetap ada, tapi memang lebih rendah dibanding sebelum pandemi. Tapi tidak sampai merugi, produksi tetap jalan dan tetap bisa menghidupi mereka yang ada di tim produlsi,” tegasnya. [sul]

Tags: