Hoax Penculikan Anak

Hoax isu penculikan anak telah menimbulkan kegelisahan mendalam. Walau belum pernah terbukti benar. Posting penculikan anak bukan hanya masif di medsos (media sosial) melalui share berantai. Melainkan juga menjadi pembicara hangat di warung kopi, sampai di cafe. Pembicaraan Kekerasan pada anak semakin memprihatinkan, dengan berbagai “bumbu” modus. Termasuk isu perdagangan organ tubuh. Kepolisian di berbagai daerah telah menyatakan, seluruh informasi anak sebagai informasi palsu.

Isu penculikan anak bisa meruntuhkan ke-wibawaba-an pemerintah, terutama (Polisi). Seolah-olah negara dalam keadaan tidak aman. Hoax penculikan anak, marak tersebar di Sulawesi Selatan, kawasan Jabodetabek, dan Surabaya raya. Hoax tersebar melalui media sosial (medsos) WhatsApp grup, Twitter, facebook, dan TikTok. Padahal sesungguhnya, isu hanya membonceng berita (yang benar-benar terjadi) di Makassar, pada pertengahan 8 Januari (2023) lalu.

Korban Bernama Sadewa (11 tahun) murid kelas V SD Batua, Makassar, Sulawesi Selatan. Sehari-hari dikenal biasa membantu orangtua dan neneknya. Pulang sekolah, Sadewa biasa bekerja menjadi buruh angkat barang, dan tukang parkir di depan minimarket. Penghasilannya sekitar 50 ribu per-hari. Penculikan, dan pembunuhan terhadap Sadewa, dilakukan oleh 2 remaja. Karena tergiur informasi jual-beli organ tubuh manusia yang tersebar di media sosial (medsos).

Namun kedua remaja pelaku gagal memperoleh “pembeli” organ tubuh, serta keburu ditangkap Polisi. Kasus pembunuhan anak oleh 2 remaja telah menjalani rekonstruksi dengan 35 adegan. Walau masih tergolong anak, dipastikan pelaku akan memperoleh hukuman maksimal. Serta hukuman berdasar UU 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak. Karena tergolong pembunuhan berencana, dengan motif penjualan organ tubuh.

Setelah tragedi Sadewa, Kementerian Kominfo (menindaklanjuti permintaan Polisi), telah menutup 7 laman jual beli organ tubuh. Sehingga perlu tindak lanjut mem-pidana-kan laman jual-beli organ tubuh, karena tergolong transplantasi illegal. Ikatan Dokter Indonesia (IDI), juga memastikan ancaman hukuman berlapis terhadap tenaga kesehatan (Nakes) yang terlibat dalam perdagangan tubuh manusia. Seluruh ijazah, sertifikasi keahlian, dan izin praktek, pasti akan dicabut

Kementerian Kominfo, patut lebih aktif menutup (dan mem-pidana-kan) laman organ jual-beli organ tubuh, lebih sistemik. Hoax penculikan anak, sudah kerap terjadi. Sudah pernah viral pada tahun 2017, dan ramai pada tahun 2014 lalu (sebelum maraknya media sosial). Sebenarnya, penculikan anak hanya terjadi secara kasuistik di daerah. Modusnya, murni bertujuan pemerasan disertai ancaman. Tetapi sindikat penculikan anak telah “dibersihkan” oleh Polisi.

Cerita tentang anak hilang, beberapa tahun lalu, juga terjadi pada kalangan anak jalanan (dan keluarga pengemis). Sering terjadi anak jalanan tidak nampak di tempat mangkal (lokasi mengemis) biasanya. Ternyata, pengemis anak di-perdagang-kan oleh sindikat, serta lokasi mengemisnya dipindah. Modus pindah lokasi mengemis menjadi sumber asal cerita tentang anak hilang.

Anak Indonesia, tergolong memiliki “perlindungan” hukum memadai, sampai jaminan konstitusi. UUD pasal 28-B ayat (2), meng-amanat-kan: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi.” Indonesia juga meratifikasi Konvensi Internasional Hak Anak. Tetapi penegakan hukum terhadap tindak kekerasan pada anak masih menggunakan KUHP. Hukumannya tak seberapa, sehingga menyebabkan banyak kasus serupa terulang.

Video viral penculikan anak dimasukkan dalam karung, sudah dipastikan hoax. Namun orangtua memikul tanggungjawab utama keselamatan anak. Guru di sekolah juga dapat berperan aktif turut menjamin keamanan (dan kenyamanan) murid, terutama TK dan SD. Serta Pemerinta Daerah dapat berperan lebih aktif, melaui razia pengamen, pengemis dan gelandangan.

——— 000 ———

Rate this article!
Hoax Penculikan Anak,5 / 5 ( 1votes )
Tags: