Hukuman Mati Tak Menyelesaikan Masalah Korupsi

Surabaya, Bhirawa
Upaya melakukan tuntutan hukuman pidana mati bagi koruptor yang digawangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau akan dijatuhi hakim di pengadilan dinilai tak akan menyelesaikan masalah tindak pidana korupsi di Indonesia.
Sesuai aturan soal hukuman kepada koruptor ada di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Namun, sampai detik ini belum ada koruptor dihukum mati.
Hal ini disampaikan Ketua Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Surabaya, Hariyanto, S.H., M.Hum saat ditemui Bhirawa di kantornya, Jumat (10/1/2020). Menurutnya, hukuman mati yang ditujukan kepada koruptor dinilai tidak akan menyelesaikan masalah yang merugikan bangsa.
“Sesuai Undang-undang, saya kira ada hukuman maksimal. Seperti seumur hidup, kalau diterapkan hukuman mati pun itu juga tidak menyelesaikan masalah,” katanya.
Bukan maksimalnya hukuman, lanjut Hariyanto, melainkan penyadaran perilaku penyelenggara Negara. “Itu yang perlu secara terus menerus digelorakan. Jangan sampai terlena,” tambahnya.
Hal ini disampaikan Hariyanto pasca Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dalam operasi tangkap tangan (OTT). Pihaknya mengaku prihatin lantaran masih ada para kepala daerah yang tersandung kasus korupsi. “Kita patut prihatin, aparatur penyelenggara negara tertangkap KPK,” ujarnya.
Ditengah gencarnya transparansi dan akuntabel, lanjutnya, masih banyak pejabat yang terkena OTT KPK. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu dibenahi sistem pencegahan korupsinya.
“Undang-undangnya sudah bagus, bergantung pada perilaku pejabatnya. Dimana, masih mementingkan sakunya pribadi, bukan mengacu pada pembelaan masyarakatnya,” imbuhnya.
Oleh sebab itu, kata dia, yang perlu digarisbawahi itu adalah sistem perencanaan dan anggaran harus transparansi disamping eksekusi di lapangannya. “Disitulah untuk mencegah korupsi,” paparnya.
Sebagai akademisi hukum, Hariyanto menyebut sudah ada 14 kepala daerah di Jatim telah ditangkap KPK. Hal ini menunjukkan bahwa dari 38 Kabupaten/Kota, hampir separohnya telah tersandung kasus korupsi.
“Hampir semua penyelenggara Negara di Jatim kena KPK. dari 38 Kabupaten/Kota ini hampir mendekati separoh terkena OTT KPK. Ini perlu introspeksi semua. Keterlibatan masyarakat juga peduli terhadap terhadap penyelenggaraan pembangunan. Kalau keterlibatan masyarakat masif bisa mengurangi tingkat korupsi. Inilah fungsi pencegahannya,” tandasnya. [geh]

Tags: