Inflasi Sidoarjo Segera Dievalusi Tiap Tri Wulan

Foto: ilustrasi

Sidoarjo, Bhirawa
Catatan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kab Sidoarjo, Inflasi bulanan di Sidoarjo pada Maret 2017 kemarin sebesar 1,65%. Menurut Kasi Distribusi BPS Sidoarjo, Samsidar SE, pada bulan yang sama tahun 2016 lalu sebesar 3,03%. Sedangkan pada tahun 2015, sebesar 3,20%.
”Malah pada tahun 2014 lalu sebesar 7,67%,” jelas Samsidar, ditemui saat menjadi narasumber dalam rapat evaluasi Inflasi Tri Wulan Sidoarjo 2017, Rabu (10/5) kemarin, di Setda Sidoarjo.
Samsidar menjelaskan, selama lima tahun (2011-2015) lalu, laju pertumbuhan perekonomian di Sidoarjo stabil. Tapi dalam dua tahun terakhir, terjadi pelambatan. Ini terjadi seiring dengan perlambatan ekonomi secara Nasional dan Internasional. Tetapi pertumbuhan ekonomi di Sidoarjo, menurut catatan BPS, banyak mendapat kontribusi dari tiga sector diantaranya, industry pengolahan yang dilakukan UMKM dan Usaha Besar, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi.
Kepala Bagian Perekonomian Kab Sidoarjo, Drs Samsu Rizal menambahkan, tahun 2017 ini kondisi inflasi di Sidoarjo akan dievaluasi tiap Tri Wulan. Agar bisa cepat responsive dalam mengatasi terjadinya inflasi yang berimplikasi pada masyarakat. ”Pada tahun lalu, evaluasi masih kita lakukan setahun sekali,” katanya mengakui.
Tahun 2017 ini, kata Syamsu, Inflasi Tri Wulan pertama di Sidoarjo, yakni Januari sampai Maret, akan dievalusi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sidoarjo. Dengan mengevaluasi inflasi tiap Tri Wulan, harapannya TPID Sidoarjo, kata Rizal, bisa cepat dalam mencari solusi menekan naiknya inflasi. Karena naiknya inflasi berimbas pada kenaikan harga yang tentunya memberatkan masyarakat.
Narasumber dari Bank Indonesia (BI) yang ada di Surabaya, Wilujeng Rengganis, kondisi inflasi memang harus stabil dan terkendali. Karena bila tidak terkendali sampai kondisinya tinggi, maka akan bisa menurunkan kesejahteraan masyarakat.
”Yang bagus adalah kondisinya stabil, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga dan bagi investor ada kepastian dalam berusaha,” paparnya.
Menurutnya, inflasi di Prov Jatim pada Bulan April 2017 sebesar 0,29%. Inflasi di Prov Jatim menurutnya memang termasuk tinggi dibanding Provinsi lain di Pulau Jawa. Karena itu Jatim termasuk penyumbang tinggi inflasi Nasional, setelah DKI Jakarta. ”Maka harus jadi perhatian kita bersama, kita harus konsen,” katanya.
Dalam Bulan April kemarin, sejumlah hal yang menjadi penyumbang inflasi di Prov Jatim, katanya adalah seperti naiknya harga emas, tarif listrik, angkutan udara, dan komoditas Sembako.
Karena itu, kata Wilujeng, perlu perhatian berbagai pihak dalam ikut mengendalikan kenaikan inflasi ini. Salah satu yang biasanya dilakukan oleh Pemerintah baik Pusat atau Daerah dalam menekan naiknya inflasi ini adalah dengan menggelar oprerasi pasar Sembako. [kus]

Tags: