Isra’ Mi’raj “Mendinginkan” Suasana Politik

(Rajabiyah Meningkatkan Spiritual dan Kesalehan Sosial)

Oleh::
Yunus Supanto
Wartawan Senior Penggiat Dakwah Sosial Politik

Selama sebulan Rajab (sejak 8 Maret), mayoritas muslim Indonesia terlibat kegiatan kegamaan: puasa sunnah, istighotsah doa bersama, dan berziarah. Serangkaian kegiatan Rajabiyah, berujung pada peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Tahun ini, peringatan Isra’ Mi’raj bersamaan waktu dengan pelaksanaan UN (ujian nasional) siswa kelas XII. Serta persiapan UN murid kelas IX. Banyak sekolah menyelenggarakan tur keagamaan (ziarah), sekaligus meningkatkan kecerdasan spiritual siswa.
Tiada yang lebih penting selain berdoa untuk kesuksesan UN, bisa meraih nilai memadai. Kecerdasan spiritual dapat menjadi tonggak yang menyokong kecerdasan intelektual. Berbagai upaya peningkatan kecerdasan spiritual, setelah berdoa, juga dilakukan muhasabah (mawas diri membedah perasaan), dibimbing tutor. Muhasabah, bagai pengakuan dosa, sekaligus tekad memperbaiki diri. Nyaris tiada yang bisa bertahan tanpa cucuran air mata. Tetapi setelah menangis, terasa plong.
Kegaiatan remaja (kelas IX dan kelas XII), berbeda dengan kegiatan orangtua pada blantika politik. Karena peringatan Isra’ Mi’raj tahun ini juga bersamaan dengan jadwal kampanye rapat terbuka (rapat umum) pilpres dan pemilu legislatif serentak. Namun banyak pula kegiatan kampanye terbuka juga berisi acara doa bersama. Termasuk yang diselenggarakan oleh beberapa Kodam bersama komunitas masyarakat, menggelar istighiotsah untuk pemilu damai.
Istighotsah Rajabiyah pada penghujung jadwal kampanye, dapat dijadikan momentum “pendinginan” suasana kebatinan sosial nasional. Harus diakui, pilpres (2019) kali ini terasa makin panas. Karena memperhadapkan konstituen secara diametral, vis a vis antara dua pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Ditambah ke-gaduh-an pada medis sosial (medsos) yang semakin memuncak. Jutaan ujaran kebencian, hoax (berita bohong), dan di-share bebas.
Bahkan berbagai institusi ke-negara-an, termasuk Pengadilan, Mahkamah Konstitusi, dan KPU (Komisi Pemilihan Umum), menjadi target sasaran hoax, dan fitnah. Sampai TNI (Tentara Nasional Indonesia), dinistakan sebagai militer yang lemah. Negara pun gampang ambruk. Maka tanpa pendinginan kebatinan sosial, kerukunan nasional akan terkoyak. Maka benar diselenggarakan istighotsah pada peringatan Isra’ Mi’raj. Doa bersama tanpa bendera partai politik (parpol), juga tanpa gambar paslon Capres.
Peristiwa Isra’ Mi’raj, merupakan periode titik bangkit ke-agama-an (dan kebatinan sosial). Menjadi takdir Ilahi, bagai revolusi risalah ke-nabi-an Rasulullah SAW, sekaligus me-reformasi total metode dakwah. Sekaligus ujian paling berat kaum beri-iman. Merespons peristiwa Isra’ Mi’raj, hanya ada dua jawaban: Percaya, atau menolak kabar perjalanan hingga melampaui Sidratil Muntaha. Yang percaya, akan tetap dalam barisan kaum beriman (muslim). Yang ragu-ragu akan ditinggal dalam keadaan munafik.
Tonggak Ilmu Pengetahuan
Sungguh tidak mudah percaya (secara logika), bahwa perjalanan malam hari antara kota Makkah ke Yerussalem (pulang balik, pp), bisa ditempuh hanya dalam waktu semalam. Walau dengan kuda balap yang tercepat, berlari tanpa henti. Jarak antara kota Makkah dengan Madinah, sejauh seklitar 1.500 kilometer (dua kali jarak Surabaya ke Jakarta). Dengan perjalanan darat (mobil) berkecepatan 80 kilometer per-jam, bisa ditempuh dalam waktu 15,5 jam (930 menit) non-stop, tanpa istirahat.
Tetapi Isra’ Mi’raj, juga menjadi dokumentasi peradaban manusia. Sebab saat ini, ternyata, perjalanan dari Makkah ke Yerussalem bisa ditempuh jauh lebih cepat. Hanya sekitar 1 jam 20 menit. Yakni dengan pesawat super-sonik, Concorde. Memiliki kecepatan jelajah 2,04 mach (dua kali lebih cepat dibanding kecepatan suara). Sedangkan kecepatan suara 1.238 kilometer per-jam. Yang lebih cepat adalah kecepatan cahaya, 300 ribu kilometer (biasa ditulis 3×10 pangkat 5 kilometer) per-detik.
Secara perlahan, peradaban manusia telah mampu membangun alat transportasi super cepat. Bahkan Concorde, juga harus “pensiun” pada tahun 2003. Dianggap ketinggalan zaman, kurang cepat. Karena sangat diharapkan bisa diproduksi alat transportasi secepat kilat (cahaya). Peristiwa Isra’ Mi’raj, juga menjadi pengajaran manusia tentang “terbang” menembus ruang angkasa. Kelak, manusia juga menemukan banyak planet setara bumi, bahkan ribuan kali lebih besar ukuran bumi.
Peristiwa Isra’ Mi’raj juga penuntun ke-ilmu-an dan pengetahuan tentang waktu (tahun cahaya) sebagai cara ukur jarak jagad-raya semesta. Pada abad millennium, jarak antar-planet, tidak cukup diukur dengan kilometer. Melainkan dengan kecepatan cahaya, yakni, 300 ribu kilometer per-detik. Karena yang terlibat Isra’ Mi’raj, merupakan entitas cahaya. Malaikat Jibril, diciptakan dari bahan cahaya mulia. Serta “kendaraan” buraq, secara harfiah berarti gemerlap cahaya.
Begitu pula Nabi Muhammad SAW, berawal penciptaan sebagai Nur Muhammad, merupakan entitas cahaya. Seperti pesawat Concorde, yang memiliki kecepatan 500 kali kecepatan jalan kaki manusia. Maka buraq, bisa memiliki ribuan kali kecepatan “penumpangnya” (malaikat Jibril dan Nabi Muhammad SAW) yang sama-sama sebagai entitas cahaya. Sehingga dengan “buraq” bisa ditembus jarak sejauh ribuan tahun cahaya, hanya dalam semalam (sekitar 8 jam).
Entitas Nur Muhammad merupakan penciptaan pertama, sebelum Tuhan menciptakan malaikat, jin, alam akhirat, dan jagad raya semesta. Saat itu, calon makhluk yang akan menjadi Nabi Muhammad SAW, masih berupa cahaya. Hal itu disebutkan dalam hadits Qudsi (firman Allah yang tidak termasuk sebagai ayat Al-Quran). Juga disebutkan, bahwa seluruh penciptaan Ilahi, dijadikan sebagai dukungan perjalanan karir Nur Muhammad, sebagai peng-hulu Nabi dan Rasul Allah pada akhir zaman.
Bangkit dari Kesulitan
Pada hadits lain disebutkan, bahwa “mahar” pernikahan pertama umat manusia (Nabi Adam a.s., dengan bunda Hawa a.s.), adalah pengucapan dua kalimat syahadat. Termasuk menyebut kesaksian Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Maka percaya terhadap peristiwa Isra’ Mi’raj, sesungguhnya tidak bisa ditakar dengan kecerdasan intelektual (IQ, intelectual quotient). Melainkan wajib ditimbang dengan kecerdasan spiritual (SQ, spiritual quotient).
Sastra Jawa (Islam) juga mengadopsi penciptaan Nur Muhammad. Bahkan terdapat tokoh (fiktif) lain yang diciptakan pertama oleh Sang Hyang Wenang. Yakni, Batara Ismaya alias tokoh Semar, sebagai pengiring kelompok komunitas shaleh (Pendawa). Bahkan Betara Guru (raja para dewa) adalah “saudara muda” dan sekaligus tunduk pada Semar (sebagai saudara tua). Tokoh Semar, hanya terdapat dalam pakem pewayangan Jawa (Indonesia). Tidak dikenal dalam pewayangan di India.
Bangkit dari masa sulit, selalu menjadi tema peringatan Isra’ Mi’raj. Negara secara resmi rutin (telah 69 kali) menyelenggarakan peringatan Isra’ Mi’raj. Negara lain dengan penduduk mayoritas muslim, juga menyelenggarakan hal yang sama. Hal itu menandakan, bahwa peringatan Isra’ Mi’raj memiliki makna (urgensi) strategis. Sebagai penglipur spiritual sosial. Tidak putus pengharapan, melainkan terus berupaya (dan berdoa).
Hari esok yang lebih baik, menjadi doa (dan upaya) utama Nabi Muhammad SAW pada masa sulit. Amul Huzni (masa paling sulit), pernah dialami kanjeng Nabi SAW, sekitar tahun 619 masehi (9 tahun dari masa kenabian). Pada setahun itu, Khadijah r.a. (istri Nabi SAW) dan Abu Thalib r.a. (paman sekaligus wali asuh Nabi SAW) meninggal dunia. Padahal, istri dan paman beliau SAW, merupakan pelindung utama secara fisik, moral, sosial, dan ekonomi.
Andai Nabi SAW “menyerah” pada situasi sulit, maka niscaya seluruh dunia akan tenggelam dalam kegelapan. Ilmu (dan pencerahan) yang diajarkan melalui Al-Quran, bisa mandeg. Ahli tarikh (sejarah Islam), meyakini bahwa kehidupan dunia (serta moralitas) saat itu pada situasi kritis. Karena kebencian dan serangan kepada Nabi SAW makin gencar dan terang-terangan. Periode kritis, juga dialami oleh seluruh utusan Allah yang terdahulu Teraniaya oleh bangsanya.
Sampai suatu malam, tanggal 27 bulan Rajab (tahun 620 masehi), Nabi Muhammad SAW pasrah merebahkan diri di sisi Ka’bah. Saat itulah malaikat Jibril membawa Nabi SAW melaksanakan isra’ (perjalanan dari Mekkah ke Yerusalem). Lalu berlanjut mi’raj menghadap Allah sang Maha Pencipta. Inilah pesan utama Isra’ Mi’raj, bahwa pada masa sulit, pasti akan terdapat momentum kebangkitan (pengharapan).
Maka Isra’ mi’raj, mestilah dipahami sebagai pengharapan rakyat. Yakni, bahwa para pemimpin akan meneladani sifat Nabi SAW : berbuat benar, dapat dipercaya, cerdas (menguntungkan rakyat), dan selalu hadir melindungi.

——— 000 ———

Tags: