Jamsos Pekerja Rentan, Siapa Mau Peduli?

Oleh :
Tjitjik Rahayu
Wartawan Harian Bhirawa Biro DKI Jakarta

Jaminan sosial (jamsos) ketenagakerjaan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi pekerja. Pemerintah sendiri terus berupaya mendorong kepersertaan jaminan sosial ketenagakerjaan yang saat ini diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan merupakan badan hukum publik yang menyelenggarakan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan. Jaminan sosial tersebut akan memberikan manfaat bagi para pekerja, seperti Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, hingga Jaminan Pensiun.
Bagi pekerja formal biasanya akan di-cover dengan tiga hingga empat program sekaligus. Hal ini memungkinkan karena iuran yang dibayarkan menggunakan sistem share antara pekerja dan juga pemberi kerja atau pengusaha. Sementara bagi pekerja informal umumnya hanya mengikuti dua hingga tiga program saja diluar dari program jaminan pensiun (JP), mengingat pembayaran pun sepenuhnya ditanggung oleh pekerja informal. Namun demikian, harus diakui masih banyak tenaga kerja informal yang belum mengikuti program jaminan sosial ketenagakerjaan tersebut. Banyak faktor yang melatari mengapa hal tersebut terjadi. Mulai dari faktor coverage sosialisasi yang belum efektif mengena hingga pelosok daerah, hingga persepsi asuransi yang masih dianggap sebagai cost yang membebani biaya bulanan pekerja informal.
Di luar pekerja formal dan informal, masih banyak juga temuan dilapangan mengenai pekerja informal yang masuk dalam kategori pekerja rentan. Dikatakan rentan karena pekerja tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga belum bisa untuk membayar iuran program BPJS Ketenagakerjaan. Pekerja rentan merupakan pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) yang penghasilannya hanya cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Dengan adanya berbagai keterbatasan yang ada, mereka belum cukup mampu untuk mengikuti program jaminan sosial.
Salah satu cara untuk mengindentifikasi pekerja rentan ialah dengan melihat kondisi kerja yang jauh dari nilai standar, memiliki resiko yang tinggi, berpenghasilan minim, rentan terhadap gejolak ekonomi dan tingkat kesejahteraan yang di bawah rata-rata. Para pekerja ini sangat rentan terhadap kemunduran ekonomi jika mengalami risiko, seperti kecelakaan saat bekerja ataupun meninggal dunia. Pekerja rentan lainnya adalah sektor-sektor yang hadir karena jenis dan perkembangan ekonomi baru seperti pekerja di sektor online. Sektor ini sedang tumbuh, namun juga sangat rentan bila terjadi perubahan ekonomi. Pekerja ojek online adalah termasuk salah satu jenis ekonomi baru. Sektor ini misalnya, akan sangat rawan terkena dampak sosial ekonomi apabila mengalami risiko kerja. Maka dari itu, perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan, khususnya program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), sangat penting untuk menghindari risiko-risiko pekerjaan yang rawan terjadi saat bekerja.
Pekerja rentan lainnya adalah masih banyaknya guru-guru honorer khususnya di level PAUD/TK yang penghasilan bulanannya masih jauh dari layak. Penghasilan ini tentu tidak sepadan dengan biaya kebutuhan sehari hari yang lebih dari angka tersebut. Imbasnya, para guru honor ini akan berpikir ulang untuk dapat mengikuti jaminan sosial ketenagakerjaan. Sementara pada sisi lain risiko yang mereka (guru honorer) hadapi tidak hanya mengintai pada saat bekerja, melainkan terjadi saat berangkat dan pulang dari bekerja. Lantaran itu, hadirnya BPJS Ketenagakerjaan adalah membantu mengurangi kerentanan sosial terhadap pekerja di Indonesia, sekaligus menjadikan mereka para pekerja yang mandiri dan tangguh. Dengan adanya perlindungan ini, pekerja rentan dapat bekerja dengan tenang untuk meningkatkan taraf hidup mereka dan mencapai kesejahteraan. Harapan berikutnya, agar ke depan para pekerja rentan dapat melanjutkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan mereka secara mandiri.
Memberikan Solusi
Jaminan sosial ketenagakerjaan merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia, terlebih para pekerja di sektor-sektor rentan. Pemerintah dan organisasi jaminan sosial harus mampu memberikan pilihan solusi kepada masyarakat apabila kapasitas fiskal yang dimiliki pemerintah terbatas sehingga tidak tersedia dana subsidi untuk para pekerja rentan. Dana donasi dapat berasal dari dana CSR (corporate social responsibility) perusahaan, baik swasta, BUMN, maupun sumbangan personal.
Upaya untuk mewujudkan semua pekerja termasuk pekerja rentang ikut jaminan sosial sesungguhnya telah dilakukan BPJS Ketenagakerjaan yang berinovasi membuat Gerakan nasional Perlindungan Pekerja Rentan (GN Lingkaran) setahun lalu. Gerakan tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan jaminan sosial kepada pekerja rentan melalui donasi masyarakat umum atau korporasi dalam pembayaran iuran program BPJS Ketenagakerjaan.
Pendanaannya bisa dilakukan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan atau individu-individu untuk membantu para pekerja rentan tersebut. Sehingga hadirnya program GN Lingkaran sejatinya membuka ruang bagi semua lapisan masyarakat pekerja baik itu formal dan informal dapat saling bahu membahu mewujudkan sistem jaminan sosial di Indonesia.
GN Lingkaran yang digagas BPJS Ketenagakerjaan menjadi salah satu terobosan pemberian perlindungan bagi pekerja yang masuk dalam kategori tersebut, yang jumlahnya cukup besar, terutama di daerah perkotaan. Hal ini didorong oleh pembangunan infrastruktur yang pesat dan kurangnya kesempatan kerja di daerah asal, mengakibatkan mereka tertarik untuk datang dan mengadu nasib di kota, khususnya Jakarta.
Para pekerja rentan ini tidak mampu untuk ikut perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan. Karena itu langkah BPJS Ketenagakerjaan mengembangkan sistem crowdfunding untuk donasi pembayaran iuran kepesertaan dengan memanfaatkan dana CSR atau sumbangan individu sungguh patut diapresiasi. Jumlah pekerja rentan yang telah dilindungi oleh GN Lingkaran per Oktober 2017 telah mencapai 300.000 orang di seluruh Indonesia. Angka yang mungkin belum seberapa disbanding dengan jumlah pekerja rentan di seluruh Indonesia. namun kalau gerakan itu secara massif terus dikembangkan tentu akan memberi sumbangan yang lebih signifikan lagi. Sehingga para pekerja rentan tersebut, tetap mendapatkan perlindungan jaminan sosial tanpa harus membebankan iuran kepada mereka. Lebih lagi GN Lingkaran sesungguhnya mencerminkan implementasi prinsip gotong royong yang diatur dalam Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
GN Lingkaran secara teknis dirancang dalam sebuah sistem elektronis berbasis web yang akuntabel dan transparan, sehingga dapat menjadi alternatif bagi lembaga filantropi maupun perorangan untuk menyalurkan donasinya secara tepat sasaran. Dengan sistem elektornis berbasis web, masyarakat hanya cukup mengunjungi laman dan dapat langsung melakukan pendaftaran atau registrasi sebagai donatur. Masyarakat selanjutnya dapat memilih status donasi sebagai pengusaha maupun pribadi. Hal ini tentunya memungkinkan tidak hanya batasan perusahaan yang dapat mengkonversikan kegiatan CSR nya untuk mendaftarkan pekerja rentan ke BPJS ketenagakerjaan sebagai wujud pemberian perlindungan, namun juga pada skala individu.
Di atas itu semua, GN Lingkaran sejatinya merupakan cerminan budaya masyarakat Indonesia, yang peduli serta bergotong royong untuk melindungi satu sama lainnya. Maka agenda besar berikutnya setelah membangun kesadaran melindungi diri dengan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, adalah mendorong kepdulian kita bersama baik individu maupun perusahaan untuk ikut memikirkan pekerja di lingkungan kita yang belum mendapat jaminan sosial. Salah satunya adalah dengan ikut serta berpartisipasi dalam Gerakan Nasional Perlindungan Pekerja Rentan (GN Lingkaran).

———– *** ————

Tags: