Jatim Siap Jadi Pilot Projek Ekonomi Syariah

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo memberikan pengarahan pada acara Launching dan Bedah Buku Perjalanan Perbankan Syariah di Indonesia.

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo memberikan pengarahan pada acara Launching dan Bedah Buku Perjalanan Perbankan Syariah di Indonesia.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Provinsi Jatim siap untuk dijadikan pilot project penerapan ekonomi syariah. Berbagai hal yang mendukung Jatim cocok untuk menjadi provinsi yang menerapkan ekonomi syariah. Menurutnya, kultur masyarakat Jatim sangat cocok untuk penerapan ekonomi syariah, sebab 90 persen dari penduduk Jatim adalah muslim.
“Kultur Jatim berbeda dengan daerah lain. Apabila dijadikan pilot project akan sangat tepat. Ada lebih sekitar enam ribu pondok pesantren ada di Jatim yang siap untuk mendukung sistem perbankan ekonomi syariah,” kata Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, saat Launching dan Bedah Buku Perjalanan Perbankan Syariah di Indonesia di Hotel JW Marriot Surabaya, Selasa (27/10).
Pakde Karwo sapaan akrab Gubernur Soekarwo, menuturkan, sistem ekonomi syariah faktor utamanya adalah masalah kepercayaan. dengan sistem kepercayaan yang bagus dibangun melalui Ponpes serta diberikan pelayanan yang bagus, perbankan syariah akan berjalan dan berkembang sebagaimana mestinya.
Sementara itu, Kepala Departemen Riset Kebanksentralan Bank Indonesia, Darsono, menuturkan Buku Perjalanan Perbankan Syariah di Indonesia sudah dirancang dan dipersiapkan selama dua tahun. Hal yang membuat tersusunnya buku agak lama dikarenakan penulis harus mengumpulkan semua narasumber yang menjadi pelaku dan pendiri perbankan syariah di Indonesia. “Dengan keyakinan dan  berbagai faktor serta kendala tidak mengurangi semangat untuk memperjuangkan sistem ekonomi yang berbasis syariah,” ungkapnya
Launching Buku Perjalanan Perbankan Syariah di Indonesia merupakan rangkaian dari Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2015. Kegiatan ini merupakan acara rutin tahunan yang dilaksanakan Bank Indonesia. ISEF merupakan satu kegiatan ekonomi dan keuangan syariah terbesar dan terdepan di Indonesia yang mengintegrasikan pengembangan sektor keuangan dengan perekonomian sektor riil.
ISEF 2015 merupakan kelanjutan dari penyelenggaraan ISEF 2014 yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia bersamaan dengan pertemuan Gubernur Bank Sentral Negara Anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Surabaya.
Tema ISEF 2015 adalah Empowering Islamic Economic adn Finance for the Prosperity of the Nations. Hal ini dilatarbelakangi peran aktif Indonesia sebagai poros pengembangan ekonomi syariah internasional yang mampu menjawab tantangan global terkait perkembangan keuangan syariah dunia serta relevansinya terhadap kesinambungan program pembangunan ekonomi inklusif.
Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa syarat bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia adalah adanya kebijakan yang mendorong ekonomi dan keuangan syariah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Untuk itu, koordinasi antar pemerintah dan lembaga di tingkat pusat dan daerah menjadi sangat penting. Salah satu tantangan yang besar adalah untuk memunculkan awareness pada masyarakat dan mendorong agar mengambil bagian dalam kegiatan ekonomi syariah,” kata Perry Warjiyo.
Lebih jauh lagi, Perry Warjiyo menyampaikan bahwa sinergi kebijakan dan pengaturan dari sisi makro dan mikro sangat penting dalam mendukung perkembangan pasar keuangan syariah. Selain itu, perlu adanya pengembangan produk pasar keuangan dan peningkatan efisiensi sektor keuangan. Seluruhnya harus didukung oleh sumber daya manusia yang memadai.
“Meski memiliki potensi yang besar untuk tumbuh dan berkembang, penetrasi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia saat ini masih tergolong rendah. Pada 2015, pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia hanya sebesar 4,61%,” paparnya.
Di Jatim, aset perbankan syariah pada Semester I 2015 adalah sebesar 11,56%, dibandingkan 15,65% pada Semester II 2014. Sejalan dengan itu, pertumbuhan pembiayaan Semester I 2015 pun mengalami penurunan, yaitu menjadi 29,01%, setelah sebelumnya mencapai 86,23% pada Semester II 2014. Sementara pertumbuhan DPK Semester I 2015 menjadi 11,49%, dari 18,92% pada Semester II 2014. Pertumbuhan DPK perbankan syariah ini masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan perbankan konvensional, meski memang keduanya cenderung mengalami penurunan.
Berdasarkan berbagai indikator tersebut, tampak bahwa masih banyak tantangan bagi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal inilah yang berusaha dijawab melalui diskusi dan seminar nasional dengan melibatkan berbagai lembaga ini. Dengan kompetensi dan kewenangan untuk merumuskan kebijakan strategis, seminar diharapkan akan membawa hasil yang konkret bagi perkembangan ekonomi syariah Jatim danbIndonesia. [iib.ma]

Tags: