Jumlah TKA Tiongkok di Jatim Tak Tinggi

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

(Masyarakat Diharap Melaporkan Jika Ada Pelanggaran)
Pemprov Jatim, Bhirawa
Disnakertransduk  memastikan jumlah tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok  tidak tinggi  di Jawa Timur seperti dikhawatirkan sejumlah pihak. Namun demikian , masyarakat diminta pro aktiff dengan melaporkan pada aparat terkait bila menemui pelanggaran ketenagakerjaan asing.
Kadisnakertransduk Jatim Dr H Sukardo mengatakan, jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang masuk di Jatim setiap tahunnya memang ada peningkatan.  “Jika dikatakan sampai 10 ribu tenaga kerja asal Tiongkok, namun di Jatim jumlahnya juga tidak begitu besar,” katanya.
Di Jatim, jJika tahun 2015 lalu jumlah TKA  1.600 orang, maka di tahun 2016 mencapai 3.460 orang. Adapun sekitar 40 persen dari Cina, Jepang 25 persen, India 13 persen, Malasyia 9 persen, Korsel 8 persen dan 3 persen. Dan mereka ini menempati posisi manajer, tenaga kesehatan, tenaga pengajar hingga koki.
“Meskipun 40 persen dari China namun jumlah itu masih kecil,” ujarnya.
Sebelumnya, Kemenaker RI juga tidak membenarkan pekerja asing asal Tiongkok akan membanjiri Indonesia, sebab jumlah TKA di Indonesia sekitar 14-16 ribu dalam periode satu tahun. Sebagaimana pekerja asing lain di Indonesia yang totalnya 70 ribuan, mereka keluar dan masuk dalam periode satu tahun itu.
Kembali Kadisnakertransduk Jatim mengatakan, pekerja asing juga tidak diperbolehkan menjadi pekerja kasar di Indonesia. Mereka hanya boleh menduduki jabatan-jabatan tertentu yang terbatas dan bersifat skilled, paling rendah adalah engineer atau teknisi.
“Pekerja kasar tidak boleh dan jika ada maka sudah pasti merupakan pelanggaran. Kalau ada pelanggaran ya ditindak, termasuk tindakan deportasi,” tegasnya.
Untuk menjadi pekerja asing, semuanya dikendalikan melalui perizinan dan syarat-syarat masuk. Izin itu mencakup izin kerja dan izin tinggal. Semua izin harus didapat sebelum yang bersangkutan masuk ke Indonesia. Pengurusan izin tidak boleh dilakukan oleh individu, tetapi oleh perusahaan yg akan mempekerjakan pekerja asing.
Syarat-syarat masuknya juga cukup ketat, diantaranya adalah syarat kompetensi, syarat pendidikan sesuai jabatan, pengalaman kerja, syarat alih keahlian kepada tenaga kerja Indonesia, ditambah sejumlah syarat administratif lainnya. Perusahaan pengguna pekerja asing juga wajib membayar dana kompensasi penggunaan tenaga kerja asing sebesar USD 100 per orang/ bulan yang dananya langsung disetorkan ke kas negara melalui bank.
Dikatakannya, kalau laporan pekerja asing asal Tiongkok ditemukan bekerja kasar di daerah, maka sudah masuk pada ranah pelanggaran. “Kasus ya kasus, ia harus ditangani melalui proses pemeriksaan dan penindakan hukum sesuai aturan, termasuk deportasi bagi pekerjanya,” katanya.
Jika menemukan pekerja asing yang bekerja kasar atau melanggar aturan, lanjut Sukardo, maka masyarakat bisa melaporkan pada Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) setempat dan/atau tembuskan ke Kementerian Ketenagakerjaan cq. Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan  K3.
Laporan-laporan masyarakat terkait pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja asing pasti ditindaklanjuti dengan pengecekan, pemeriksaan dan penindakan hukum sesuai ketentuan yang ada.
Dikatakannya, ada dua pelanggaran yang bisa dilakukan oleh pekerja asing secara umum. Hal pertama, pelanggaran imigrasi, yakni apabila pekerja asing tidak memiliki izin tinggal atau izin tinggalnya kedaluwarsa (overstayer). Dalam hal ini, pemeriksaan dan penegakan hukum dilakukan oleh pengawas Imigrasi di bawah Kementerian Hukum dan HAM.
Hal kedua, pelanggaran ketenagakerjaan, yakni apabila pekerja asing bekerja di wilayah Indonesia tanpa mengantongi izin kerja atau memiliki izin kerja tetapi penggunaan izin kerjanya tidak sesuai dengan izin yang dimiliki. Misalnya, izin kerja seseorang adalah atas nama PT. A tetapi yang bersangkutan di lapangan bekerja unt PT. B.
“Hal itu merupakan juga pelanggaran izin kerja dan dalam kasus semacam ini pemeriksaan serta penegakan hukumnya dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan,” katanya.
Sanksi bagi pelanggaran-pelanggaran tersebut diantaranya adalah deportasi bagi pekerja asing yang melanggar dan blacklist bagi perusahaan pengguna tenaga kerja asingnya.
Dikatakan Sukardo, selama pekerja asing memiliki izin (baik izin tinggal maupun izin kerja) dan tidak melanggar aturan, maka hal itu tidak ada masalah. Tetapi jika pekerja asing tidak memiliki izin (baik izin tinggal maupun izin kerja), maka itu adalah pelanggaran.
“Setiap pelanggaran pasti dilakukan pemeriksaan dan penindakan hukum, baik asalnya dari laporan masyarakat maupun hasil pengawasan dari Pengawas Imigrasi maupun Pengawas Ketenagakerjaan,” tandasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi E DPRD Jatim Agatha Retnosari menyampaikan, jika nanti ditemukan tenaga asing ilegal, pihak perusahaan juga harus dikenai sanksi. “Sanksi terkait perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing ilegal ini, akan kita bahas dalam Raperda Tenaga Kerja yang masih digodok,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Sedangkan Ketua Komisi E dr Agung Mulyono mengaku, tidak akan terburu menyelesaikan Raperda Tenaga Kerja. “Kalau kita tergesa-gesa, itu malah akan membuat Raperda banyak celah yang bisa dimanfaatkan tenaga kerja asing. Untuk itu, sekarang sedang kita pelajari agar tidak ada celah tersebut,” lata dia.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua DPRD Jatim Achmad Iskandar mengakui Raperda tentang Ketenagakerjaan akan tuntas sekira Agustus mendatang. Salah satu hal penting dalam Raperda itu agar daerah  untuk  evaluasi keberadaan tenaga kerja asing yang akan masuk.
Ia menerangkan untuk melindungi kepentingan tenaga kerja lokal, pihaknya  mendorong kepentingan pemerintah kabupaten maupun pemerintah kota se-Jatim mengevaluasi keberadaan TKA yang akan masuk.
“Dalam Perda nanti, kita utamakan kepentingan kabupaten/kota untuk ikut melakukan evaluasi terhadap tenaga kerja asing yang bakal masuk. Ini sebagai upaya mengawal kepentingan muatan lokal menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),” jelas Achmad Iskandar. [Rac.Cty]

Tags: