Kabupaten Tuban Darurat Formalin

Sejumlah nelayan saat melakukan pengawetan ikan hasil tangkapan di laut. (Khoirul Huda/bhirawa)

Sejumlah nelayan saat melakukan pengawetan ikan hasil tangkapan di laut. (Khoirul Huda/bhirawa)

(Pesisir Pantai Dominasi Pengawet Ikan)
Tuban, Bhiarawa
Pemerintah Kabupaten Tuban, dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan mensinyalir banyak masyarakat khsusnya para nelayan yang mengunakan bahan pengawet ikan atau berformalin. Hasil setelah dilakukan Inspeksi Mendadak (Sidak) di beberapa lokasi, dari 20 kecamatan beberap saat yang lalu.
“Saat ini ternyata bukan hanya di daerah pesisir yang mengunakan formalin, akan tetepi sudah merambah di pasar tradisioal pedesaan,” kata Kabid Pengolahan Hasil Perikanan (PHP) Dinas Perikanan dan Kelautan Tuban, Pujianto (02/11).
Mantan Camat Parengan ini juga menjelaskan bahan pengawet formalin maupun borak paling banyak dijumpai pada ikan asin, dan pindang. Kedua hasil olahan ikan tersebut paling banyak tersebar di Kecamatan Bancar, dan Palang, sementara 18 kecamatan lainnya juga banyak, akan tetepi seperti dua kecamatan yang berada di pesisir.
“Selian harga formalin lebih murah, dari pada menggunakan cairan asam berbahan alami, Meskipun setiap tahun telah dilakukan pembinaan, namun tidak sedikit pengolah ikan yang sadar dan beralih menggunakan bahan pengawet alami,” terang Pujianto.
Setiap kali pembinaan di kecamatan, timnya terus mendeteksi hasil ikan olahannya. Melalui cairan tester formalin, setiap sampel ikan kemudian dicelupkan. Apabila warna cairan tester tetap, menunjukan bebas formalin. Sebaliknya apabila warnanya berubah menjadi ungu berarti mengandung formalin. “Semakin pekat warna ungunya menunjukkan ikan tersebut mengandung formalin banyak,” jelasnya.
Pihaknya membagi cara mudah mendeteksi ikan berformalin. Pertama apabila ikan tidak dikerubuti lalat, ada indikasi mengandung bahan pengawet. Kedua kalau warna ikan sangat putih dan bersih harus diwaspadai, lebih baik memilih ikan asin yang wananya semu kemerahan. Terakhir, untuk ikan basah dapat dilihat insangnya ketika insang berwarna putih, dapat dipastikan mengandung bahan pengawet. Lebih baik memilih ikan yang warna insangnya masih merah.
Sementara, Kasi Meterologi dan Perlindungan Konsumen, Dinas Perekonomian dan Pariwisata Tuban, Sunaryo, juga menghimbau masyarakat untuk tidak mengkonsumsi ikan asin atau pandang berformalin. Hal tersebut dapat menimbulkan karsinogen yang berujung kanker. “Apabila dikonsumsi terus menerus beresiko pada penyakit kanker,” tegasnya.
Lebih baik ikan diolah dengan cara direbus, dari pada di beri formalin. Alasannya sama-sama tahan lama, dan tidak merugikan masyarakat banyak. Bagi pengusaha yang menggunakan formalin terancam dijerat Undang-undang (UU) Pangan Nomor Nomor 18 tahun 2012 Pasal 136. Sekaligus UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999.
Dari data Dinas Perikanan dan Kelautan, ikan berformalin telah menyebar di Kecamatan Bancar, Tambakboyo, Jenu, Tuban, Palang, Semanding, Merakurak, Plumpang, Rengel, Soko, Singgahan, Bangilan, dan Jatirogo.
Sebelumnya, Kepolisian Resort Tuban tekah mengerebeg tempat yang diduga produksi ikan asin berformalin, milik Ridwan di Desa Pabean, Kecamatan Tambakboyo Tuban dan telah ditetapkans sebagai tersangka. Akibat perbuatannya itu, pelaku diancam dua pasal sekaligus yakni pasal 136 (6) undang – undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan dan pasal 53 dan pasal 23 ayat 2 Undang – undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Dengan ancam hukuman pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 10 milyar. [hud]

Rate this article!
Tags: