Kebimbangan dan Pemberontakan Darul Islam di Indonesia

Judul : Lingkar Tanah Lingkar Air
Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Pertama, Januari 2019
Tebal : 168 halaman
ISBN : 978-602-031-860-8
Peresensi : Ratnani Latifah
Alumni Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara

Mengambil setting waktu di tahun 1946-1950, novel karya salah satu penulis kenamaan Indonedia-Ahmad Tohari ini, mengisahkan tentang pergerakan Darul Islam di Indonesia dan pergulatan batin salah satu anggota laskar tersebut. Kebimbangan, salah paham, kebencian dan rasa setia kawan telah membuat salah satu tokoh di novel ini memilih jalan keras yang harus dia terima dengan segala konsekuensinya.
Darul Islam atau Tentara Islam Indonesia sendiri merupakan kelompok yang beranggotakan orang Islam, yang ingin membentuk negara Islam di Indonesia. Mereka ingin Indonesia yang baru saja memproklamasikan kemerdekaan, agar memilih hukum Islam sebagai dasar negara. Mereka tidak ingin para komunis menguasai Indonesia. Kelompok yang diketuai oleh Sekarmaji Marijan Kartusuworyo, memiliki banyak anggota yang telah menyebar di berbagai daerah, dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan dan Sulawesi Selatan.
Diceritakan dengan gaya bercerita yang lugas, runtut dan mudah dipahami, membuat novel ini sangat menarik untuk dibaca. Apalagi dengan tema sejarah yang lekat dengan masa perjuangan di Indonesia. Melalui novel ini kita akan melihat kembali tentang sejarah kelam masa pemberontakan Daruh Islam yang dikemas dengan apik.
Sebagai penduduk Indonesia, Amid meski tinggal di pendalaman desa, memiliki keinginan untuk ikut berjuang dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajah Belanda. Bersama kedua sahabatnya, Kiram, Jun dan Kang Suyud mereka bergabung dalam tentara sukarela dalam membantu mengusir penjajah. Keputusan Amid itu telah didukung dan diajurkan oleh Kiai Ngumar guru Amid. Hadratus Syekh dari Jawa Timur pernah mengeluarkan fatwa untuk ikut berperang melawan Beladan.
“Berperang melawan tentara Belanda untuk mempertahankan negeri sendiri yang baru merdeka, wajib hukumnya bagi semua orang Islam. Dan siapa yang mati dalam peperangan melawan tentara Belanda yang kafis, dialah syahir.” (hal 24).
Sejak ikut bergabung dalam laskar tersebut, Amid pun memiliki keinginan suatu hari bisa menjadi tentara resmi negara. Namun siapa sangka, ketika keinginan itu sudah hampir dia raih di depan mata, sebuah tragedi mengenaskan terjadi. Tragedi yang kemudian menyeret Amid bergabung dengan TII (Tentara Islam Indonesia) atau disebut juga DI (Darul Islam). Menurut Kang Suyud, bergabung dengan DI adalah jalan terbaik dari pada harus bekerja sama dengan orang-orang yang tidak taat sembahyang.
Meski Amid sempat ragu dengan pilihannya untuk bergabung dengan DI-apalagi setelah dia mendengar nasihat-nasihat yang telah disampaikan oleh Kiai Umar tentang bagaimana memandang perbedaan antara orang Islam dan para komunis.
“Sejak zaman dulu para ulama hidup damai dengan para santri dan juga damai di tengah orang-orang abangan. Para ulama dulu bahkan tidak pernah membuat garis pemisah antara keduanya. Memang istilah santi dan abangan, bahkan juga wong dul-dulan, sudah lama ada. Namun dalam kehidupan sehari-hari mereka hidup dalam kebersamaab yang tidak dapat diragukan.” (hak 53).
Tapi, pada akhirnya Amid tetap terseret juga. Apalagi setelah dia dijadikan buronan oleh tentara Indonesia karena dianggap telah memberontak. Sejak itu hidup Amid menjadi tidak tenang. Dia harus berperang melawan orang-orang seiman dan juga penduduk negerinya sendiri, yang membuat Amid sedih dan merasa bersalah. Selain itu, dia juga harus hidup dalam persembunyian agar tidak tertangkap tentara RI. Hingga sebuah kesempatan untuk berdamai itu tiba. Serta kesempatan untuk mengabdi sebagai tentara RI. Kira-kira bagaimana nasib Amid dan kawan-kawannya?
Secara keseluruhan novel ini dieksekusi dengan apik. Saya suka dengan selipan-selipan sisi religius yang disisipkan penulis. Mengambil alur maju mundur, membuat kita tidak bisa menebak bagaimana akhir kisah ini. Bahkan hingga di akhir cerita, kita akan dikejutkan dengan cara penulis menyelesaikan ceritanya. Hanya saja dalam novel ini, penulis kurang berhasil membangun karaktet tokoh yang kuat.
Namun lepas dari kekurangannya, buku ini sangat menarik untuk dibaca. Selain kita bisa mengenal lebih dekat dengan sejarah Indonesia, kita juga diajarkan nilai-nilai kehidupan tentang pentingnya mencintai tanah air, pentinya memahami masalah ibadah dan bagaimana bersikap tenggangrasa dan saling menghormati perbedaan agama.

———— *** ————–

Tags: