Kejari Nganjuk Tetapkan Ketua LMDH Tersangka

8-foto ketut sudiarta-ris-1Nganjuk, Bhirawa
Daftar tersangka kasus korupsi bantuan sosial pada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Argo Mulyo Dusun Cabean Desa Sugih Waras, Kec Ngluyu kini bertambah. Setelah sebelumnya, Sekretaris LMDH Suparno sebagai tersangka, Minggu (7/9) kemarin giliran  Ketua LMDH, Satirun ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk.
Kasi Pidana Khusus (Kasi Pidsus), I Ketut Sudiarta SH mengatakan, keterlibatan Satirun yang juga Kamituwo Cabean karena dia mengetahui dan membubuhkan tanda tangan pada saat pembuatan proposal maupun pencairan dana serta penyerahan bantuan kepada 10 kelompok kerja. Bahkan, Satirun diduga terlibat pemalsuan tanda tangan penerima bantuan yang sebenarnya bantuan itu tak pernah diterima oleh anggota LMDH.
”Tahun 2005, LMDH Argo Mulyo menerima bantuan dari Gubernur Jatim sebesar Rp175 juta, tahun 2006 menerima bantuan dari Kementerian Koperasi sebesar Rp325 juta, tahun 2007 menerima Bansos Jatim senilai Rp350 juta dan tahun 2010 mendapat lagi dari Kementerian Koperasi senilai Rp350 juta,” papar Ketut Sudiarta.
Sebelum dana itu turun, lanjut Kasi Pidsus, LMDH terlebih dahulu mengirimkan proposal kepada insitusi yang mengucurkan dana. Dalam proposal itu, ditanda tangani Satirun sebagai Ketua dan Suparno sebagai Sekretaris dan diketahui kepala desa setempat. Ketika dana cair, untuk dapat mengambil uang dalam rekening LMDH, harus dibubuhi tanda tangan Suwaji sebagai bendahara. ”Saat pengambilan uang, bendahara hanya dimintai tanda tangan, namun tak tahu menahu keberadaan uang itu,” imbuh Ketut.   Parahnya lagi, dana yang cair pada tahun 2007 senilai Rp350 juta yang sedianya untuk pembibitan per orang beserta perawatanya dan pembelian mesin, ternyata tak dilakukan LMDH Argo Mulyo. Sehingga programnya dianggap fiktif. ”Tahun 2007 tak ada kegiatan, seharusnya dana itu untuk pembelian mesin, pembersihan lahan dan penanaman serta pembelian pupuk juga tak pernah ada, Ketua Pokja tak ada yang menerima, kerugian negara ditaksir mencapai Rp438 juta,”  beber Kasi Pidsus. Dari pencairan dana mulai tahun 2005 hingga 2010, Pokja yang berjumlah 10 ini tak pernah menerima kucuran dana lagi dari LMDH Argo Mulyo. Padahal seharusnya per kelompok mendapat subsidi Rp16 juta. ”Itu belum lagi munculnya kuitansi fiktif, hingga kini kedua tersangka tak mau mengaku telah memalsukan tanda tangan Pokja,” pungkas Kasi Pidsus.
Diberitakan sebelumnya, dana yang bersumber dari APBN dan dicairkan melalui Kementerian Koperai dan UKM ke rekening LMDH Argo Mulyo terjadi selama dua tahun anggaran. Tahun anggaran 2006, LMDH Argo Mulyo menerima kucuran dana Rp325 juta. Kemudian tahun anggaran 2010, Kementerian Koperasi kembali mengucurkan dana bantuan senilai Rp400 juta.
Total bantuan tahun 2006 sebesar Rp325 juta itu dengan rincian Rp225 juta untuk membangun pabrik dan Rp100 juta untuk budidaya per orang. Demikian juga pada tahun 2010, seharusnya dana bantuan Rp400 juta untuk pengembangan budidaya porang dan pabrik. Tetapi fakta di lapangan, tak ada anggota LMDH Argo Mulyo yang menerima bantuan. [ris]

Keterangan Foto : I Ketut Sudiarta, Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Nganjuk. [ristika/bhirawa]

Tags: