Kelamaan PJJ Siswa Jadi Lost Learning, Pemda Harus Proaktif Bantu PTM Juli 2021

Jakarta, Bhirawa.
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) oleh dampak pandemi Covid-19 selama setahun ini, efektivitasnya sangat kecil. Sebab tidak semua anak sekolah bisa belajar dengan baik. Karena tidak semua orang tua siswa, bisa berposisi sebagai pengganti Guru. Hanya sekitar 30% saja yang orang tuanya bisa berposisi sebagai pengganti Guru. Selebihnya yang 70% tidak dapat mengambil peran sebagai pengganti Guru. 

Dilandasi hal itu, anggota MPR RI yang Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda (PKB) memberi apresiasi kepada Pemerintah Daerah (Pemda) yang cukup berhati-hati dalam mengambil peran untuk kebijakan terkait PJJ. Seperti diketahui, lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri (Mendikbud, Menkes, Mendagri, Menag) Pembelajaran Tatap Muka (PJJ) dibuka bulan Juli 2021 mendatang. 

“Anak anak kita sudah kehilangan proses pembelajaran. Beberapa survei menyebutkan, sudah terjadi Lost Learning. Ini fakta dan sangat empirik. Jadi proses Lost Learning ini sudah terjadi selama lebih dari setahun. Kenapa bisa terjadi  hal itu ? Karena hasil survei menyatakan bahwa PJJ, efektivitasnya tidak lebih dari 30% saja,” ungkap Syaiful Huda dalam diskusi 4 Pilar MPR RI bertema “Persiapan Dibukanya Sekolah Tatap Muka di Era New Normal”, Senin (15/3). Nara sumber lainnya, anggota MPR RI (PKS) yang Wakil Ketua Komisi IX Kurniasih Mufidayanti.

Menurut Syaiful, PTM bagi siswa, pertama, hukum tertingginya adalah keamanan siswa. Tak bisa ditawar tawar lagi, karena semua harus tunduk pada konteks pada level ini, pada konteks ini. Kedua adalah, apakah kita setuju bulanJuli 2021 ini dibuka PTM.

“Kami di Komisi X sudah membahas ini dan bisa ditarik kesimpulan, atas nama Ketua Komisi X, saya dan kita mendukung siswa kembali ke bangku sekolah. Pertimbangannya, anak sudah kehilangan proses pembelajaran,” tandas Syaiful Huda yng KetuaKomisi X DPR RI.

Menurut dia, jika siswa tidak secepatnya kembali ke bangku sekolah, maka prosentase anak putus sekolah karena enggan sekolah lagi akan sangat banyak. Peyebabnya, antara lain, siswa terlanjur enak dapat duit hasil kerja membantu orang tuanya. Selama pandemi siswa sudah terlanjur beralih profesi menjadi pekerja.

“Ini catatan penting, kenapa kami Komisi X mendukung PTM dibuka Juli 2021 ini.Bayangan kami harus menjadi momentum siswa mendapatkan suasana belajar di sekolahnya lagi. Jadi ada problem psikologis anak anak kita, sudah nggak ngerasa  lagi jadi siswa. Tidak lagi merasa jadi pelajar. Hal ini banyak terjadi di berbagai daerah,” papar Syaiful.

Dikatakan, efek dari semua nya, ada situasi sosial, dimana ktika anak anak ini nggak dapat pantauan Guru. Juga tidak dapat dari orang tua nya yang sibuk cari makan, gak bisa berjualan, ter PHK dll. 

Oleh karenya, Komisi X mendorong adanya suasana memberi ruang sychologist terapi psikologi bagi pelajar kita. Supaya bisa masuk sekolah kembali tanpa lama lama lagi. Semangat nya adalah mengembalikan sychologi anak. Bahwa dia pelajar. Mengembali kan suasana sekolah di dlam hati mereka.

Kurniasih Mufidayanti, menyatakan, kebijakan PTM harus dibarengi ter- integrasi nya sudut pandang kesehatan dan sudut pandang pendidikan.Disertai dengandukungan dana yang tidak tergantung dari dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

“Artinya, kita masih melihat ada e va$luasi dan sejumlah catatan dalam mitigasi pandemi Covid-19 dari stakeholder nya. Kemudian keteraduan regulasi yang diambil dan juga solusi solusi yang bisa ter-integrasi antara satu sektor dengan sektor lainnya. Termasuk di dalamnya antara sektor kesehatan, sektor ekonomi dengan sektor kesehatan. 

“Jangan dikonfrontir, api bagaimana bisa disinergikan dan keselarasan menjadi satu titik temu,” kata Kurniasih. [ira]

Tags: