Kemarau Basah, Kebakaran Hutan di Kabupaten Probolinggo Menurun

DLH bangun sumur resapan di Bantaran.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kab.Probolinggo, Bhirawa
Musim kemarau basah yang terjadi tahun ini, berpengaruh terhadap intensitas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kabupaten Probolinggo. Jumlah Karhutla menurun dibandingkan tahun lalu.

Meski demikian, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo terus memantau potensi Karhutla. Tahun ini tren Karhutla menurun dibandingkan dengan tahun lalu. Dalam kurun Januari hingga pekan keempat Oktober, terjadi satu kali Karhutla di Kabupaten Probolinggo.

Personel Pusat Pengendalian Operasi-Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) BPBD Kabupaten Probolinggo Silvia Verdiana, Senin (25/10) menjelaskan, kemarau membuat lingkungan cenderung lebih panas. Dalam jangka panjang mengakibatkan kadar air dalam tanah lebih sedikit, sehingga menyebabkan kekeringan.

Hal ini akan membuat hutan dan lahan kondisinya lebih gersang. Banyak tanaman mengering, karenanya potensi kebakaran lebih besar.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa pada musim kemarau hutan dan lahan menjadi cenderung lebih gersang. Sebab, kebutuhan air tidak tercukupi,” katanya.

Pusdalops PB, menurutnya, mencatat sejak Januari hingga pekan keempat Oktober hanya terjadi satu kali Karhutla di Kabupaten Probolinggo.

Pada 10 Oktober di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura. Lahan seluas 14 hektare lahan di bawah Gunung Penanjakan terbakar. Api merambat dari wilayah Kabupaten Pasuruan ke wilayah Kabupaten Probolinggo.

“Tahun ini baru satu kejadian Karhutla, upaya pemadaman dilakukan secara manual,” katanya.

Sementara di waktu yang sama tahun lalu, terjadi tujuh Karhutla. Di antaranya pada Juli satu kebakaran lahan di Kecamatan Gending; bulan September terjadi empat Karhutla. Yaitu di Kecamatan Tegalsiwalan, Gending, Banyuanyar, dan Kecamatan Tiris. Sementara pada bulan Oktober ada dua Karhutla di Kecamatan Maron dan Kuripan.

Penurunan Karhutla tahun ini, menurutnya, terjadi karena Kabupaten Probolinggo mengalami kemarau basah. Sehingga dampak kekeringan tidak terlalu signifikan. Karenanya potensi kebakaran juga menurun.

“Kemarau basah mungkin saja menjadi penyebab turunnya angka Karhutla. Lingkungan tidak terlalu gersang. Rata-rata kebakaran yang terjadi disebabkan oleh human error. Yakni, ada yang membuang puntung rokok sembarangan,” tuturnya.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Probolinggo melakukan pembangunan sebanyak 42 sumur resapan di Desa Sumberkramat Kecamatan Tongas. Sumur resapan ini dibangun pada lahan di beberapa sekolah, kantor desa dan rumah penduduk di Desa Sumberkramat.

Kepala DLH Kabupaten Probolinggo Dwijoko Nurjayadi, Senin (25/10) mengatakan air hujan merupakan sumber air yang dapat dimanfaatkan sebagai imbuhan air tanah untuk mengatasi kekurangan air pada musim kemarau dan banjir pada musim penghujan.

“Pembangunan sumur resapan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan air hujan dengan cara meresapkan air hujan ke dalam tanah melalui lubang sumur. Tata cara pembuatan sumur resapan dapat berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2009 Tentang Pemanfaatan Air Hujan,” katanya.

Menurut Joko, panggilan Dwijoko Nurjayadi, Desa Sumberkramat dipilih sebagai lokasi dibangunnya sumur resapan karena merupakan salah satu desa di Kabupaten Probolinggo yang rawan kekeringan dan mengalami krisis air bersih.

“Bangunan sumur resapan sekurang-kurangnya terdiri dari bak kontrol yang berfungsi untuk menyaring air sebelum masuk ke sumur resapan, pipa pemasukan menuju sumur resapan dan pipa pembuangan yang berfungsi sebagai saluran limpasan jika air dalam sumur resapan sudah penuh,” jelasnya.

Joko menerangkan prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan (run off) dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tanah sebagai air resapan (infiltrasi).

“Semakin banyak air yang meresap ke dalam tanah, berarti akan semakin banyak air tanah tersimpan di bawah permukaan bumi,” tambahnya.(Wap)

Tags: