Kemendagri Tegur Pemkot Surabaya Tak Lakukan Gangguan Layanan Telekomunikasi

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah Saragih

Ombudsman Nilai Pengenaan Sewa Tak Sesuai UU 28 tahun 2009
Surabaya, Bhirawa
Berdasarkan surat yang dikeluarkan akhir November lalu, Pemerintah Kota Surabaya tetap bersikukuh untuk melakukan penertiban jaringan utilitas yang terpasang di sepanjang jalan di Kota Pahlawan tersebut.

Pemkot Surabaya berdalih penertiban atau pemotongan jaringan utilitas tersebut lantaran para operator telekomunikasi yang menggelar jaringan fiber optic tidak membayar sewa kepada pemerintah kota.

Sementara pada awal November lalu Kementerian Dalam Negeri sudah melayangkan surat kepada Pemkot Surabaya. Berdasarkan surat 555/6146/SJ Kementrian Dalam Negeri sudah memerintahkan Pemkot untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan layanan telekomunikasi dan broadband di Kota Surabaya.

Bahkan Kementerian Dalam Negeri menginstruksikan agar Pemkot Surabaya dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk menyelesaikan permasalahan sewa lahan ini. Kementrian Dalam Negeri tak ingin masalah penertiban ini menggangu transformasi digital yang tengah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo.

Selain itu surat dari Kementrian Dalam Negeri juga memerintahkan agar Pemkot Surabaya memberikan fasilitas atau kemudahan berusaha kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan infrastktur telekomunikasi secara transparan dan tidak diskriminatif.

Kementrian Dalam Negeri juga memerintahkan Pemkot Surabaya berperan aktif untuk menyediakan fasilitas bersama infrastruktur pasif telekomunikasi dengan biaya terjangkau dan tetap memperhatikan infrastruktur telekomunikasi yang sudah beroperasi.

Aksi ‘ngotot’ yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya ini disesalkan oleh Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah Saragih. Selain tidak mengikuti perintah Kementrian Dalam Negeri, Pemkot Surabaya berpotensi melanggar UU 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Dalam pasal 128 ayat 2 disebutkan bahwa objek retribusi atau daerah dikecualikan dari pengertian pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut.

“Ombudsman mendukung surat Kementrian Dalam Negeri yang ditujukan ke Wali Kota Surabaya atas tindak lanjut surat ATSI. Ombudsman menilai penggenaan sewa atau retribusi yang dilakukan Pemkot Surabaya merupakan suatu kekeliruan yang fatal.

Sewa itu ada unsur pendapatan yang sifatnya keuntungan. Menurut saya yang dilakukan Pemkot Surabaya aneh. Penyediaan layanan utilitas tidak seharusnya dikenakan sewa. Sebab PLN, PDAM, operator telekomunikasi dan penyelenggara gas melalui pipa melakukan pelayanan kepada publik dan mereka sudah membayar pajak ke pemerintah.

Seharusnya Pemkot Surabaya dapat melihat UU 28 tahun 2009 secara cermat dengan mengutamakan fungsi pelayanan kepada masyarakat di Kota Surabaya,” terangnya, Minggu (13/12).

Alamsyah menambahkan dalam penjelasan UU ini juga sangat jelas disebutkan penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah antara lain pemancangan tiang listrik, telekomunikasi atau penanaman dan pembentangan kabel listrik atau telpon di tepi jalan umum. Yang merubah fungsi dari lahan itu menurut Alamsyah ketika tanah sebagai aset Pemda itu dibangun gedung.

Berdasarkan UU Cipta Kerja, menurut Alamsyah seharusnya Pemkot Surabaya dan pemerintah daerah lainnya harus memberikan kemudahan berinvestasi bagi penyelenggara utilitas umum seperti penggelaran jaringan telekomunikasi yang dilakukan oleh operator. Bukan malah mempersulit dan menggenakan biaya yang tinggi.

Menurut Alamsyah , jika Pemkot Surabaya dan daerah lain ingin menata jaringan utilitas, seharusnya mereka mau membuatkan ducting bersama untuk seluruh penyelenggara utilitas umum. Seperti telekomunikasi, air,listrik dan gas alam.

“Karena ducting ini merupakan utilitas publik, setelah selesai dibuat Pemerintah Daerah harusnya operator telekomunikasi, listrik, air dan gas dapat memakai fasilitas tersebut dengan gratis. Sudah menjadi kewajiban Pemerintah yang menyiapkan sarana dan prasarana untuk kepentingan publik. Kalaupun ingin mengenakan sewa atau retribusi atas sarana dan prasarana yang disiapkan Pemerintah harganya harus diatur. Tujuannya agar tidak memberikan beban tambahan kepada masyarakat,” jelas Alamsyah.

Jika Pemkot Surabaya tetap ngotot untuk melakukan penertiban jaringan utiilitas, Alamsyah meminta agar para operator penyelenggara utilitas publik yang dirugikan dapat mengirim surat ke Kementrian Dalam Negeri dan Gubernur untuk dapat melakukan review terhadap kebijakkan yang dibuat oleh Pemkot Surabaya. Selain itu penyelenggara utilitas tersebut juga dapat melakukan gugatan hukum ke pengadilan.

“Apa lagi dasar penertiban itu hanya dari Peraturan Wali Kota. Dan itu mudah sekali bagi Kementrian Dalam Negeri dan Gubernur melakukan review Peraturan Wali Kota Surabaya. Kalau tidak ada solusi ya harus dibawa ke Pengadilan supaya tidak berlarut-larut dan menjadi kontra produktif bagi rencana pemerintah Presiden Joko Widodo yang ingin segera melakukan transformasi digital,” pungkas Alamsyah. [riq]

Tags: