Kepala DKP Kabupaten Madiun Ditahan Kejaksaan

Dikawal petugas kejaksaan, Kasubbag Perbendaharaan RSUD Nganjuk Lilis Setyorini turun dari mobil tahanan kejaksaan di depan Rutan Kelas IIB Nganjuk, Kamis (28/8).

Dikawal petugas kejaksaan, Kasubbag Perbendaharaan RSUD Nganjuk Lilis Setyorini turun dari mobil tahanan kejaksaan di depan Rutan Kelas IIB Nganjuk, Kamis (28/8).

Kab Madiun, Bhirawa
Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Madiun, Antonius Jaka Priyatna yang juga mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan, ditahan Kejaksaan Negeri Madiun  dalam kasus penipuan, Kamis (28/8).
Antonius datang ke kantor kejaksaan sekitar pukul 11.00  dan langsung menjalani pemeriksaan di ruang pidana umum. Setelah sekitar satu jam menjalani pemeriksaan, dengan dikawal beberapa petugas dari kejaksaan, ia langsung digiring menuju mobil operasional kejaksaan untuk dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I yang terletak di Jalan Yos Sudarso, Kota Madiun.
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bambang Setyo Hartono, penahanan yang dilakukan Kejaksaan terhadap Antonius karena perkaranya sudah P2 (Pelimpahan tahap dua) atau Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dikirim oleh penyidik Polres Madiun Kota beserta tersangka. Karena itu, wewenang sepenuhnya berada di tangan kejaksaan. “Sekarang wewenang ada pada kejaksaan. Karena perkaranya sudah P2,” kata JPU yang menangani perkara Antonius, Bambang Setyo Hartono kepada wartawan, Kamis (28/8).
Sebenarnya, lanjut Bambang, melalui penasihat hukumnya, Arif Purwanto, Antonius mengajukan surat permohonan agar tidak ditahan. Namun tidak dikabulkan dengan alasan subjektif. Yakni dikhawatirkan melarikan diri, mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti. “Ada surat permohanan dari pengacaranya agar tidak ditahan. Tapi tidak kita kabulkan,”tegas Bambang.
Untuk diketahui, perkara yang menjerat tersangka Antonius Jaka Priyatna, bermula dari pengurusan dana proyek infrastruktur Kabupaten Madiun pada 2013 dari pusat senilai Rp 25 miliar. Saat itu, bersama terpidana mantan Komisioner KPU Kota Madiun, Anton Sudarmanta, tersangka menjanjikan mampu mengurus anggaran dari pusat. Tapi syarat ada komitmen fee sebesar 7 persen.
Untuk itu kemudian 10 asosiasi kontraktor dikumpulkan guna dimintai fee sekitar Rp 1,6 miliar. Namun setelah uang diserahkan, ternyata proyek yang dijanjikan tidak turun. Karena merasa dirugikan, kontraktor yang sudah kehilangan uang melapor ke polisi.
Sedangkan perkara Anton Sudarmanta, sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Karena perkara kasasinya dengan Nomor 884 K/Pid/2013 tertanggal 23 Oktober 2013, sudah turun. Terpidana Anton Sudarmanta juga sudah dieksekusi kejaksaan untuk menjalani hukuman selama 3,5 tahun, sejak 12 Mei 2014 lalu. Atas perbuatannya, Antonius dijerat dengan pasal 378 yunto pasal 55 ayat (1) ke-1 tentang Penipuan, dengan ancaman hukuman selama 4 tahun penjara.

Mantan Direktur Ditahan
Sementara itu kasus korupsi barang farmasi di RSUD Nganjuk yang ditangani Polres Nganjuk selama setahun akhirnya mencapai puncak saat mantan Direktur RSUD Nganjuk dr Eko Sidharta dan Kasubbag Perbendaharaan Lilis Setyorini  ditahan kejaksaan. Penahanan dua tersangka korupsi Kamis (28/8) kemarin dilakukan setelah berkas pemeriksaan penyidik Polres Nganjuk dinyatakan lengkap atau P-21.
Kepala Kejari Nganjuk I Wayan Sumadana melalui Kasi Pidsus I Ketut Sudiarta menyatakan Eko Sidharta dan Lilis Setyorini sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengadaan barang farmasi habis pakai, yang dananya bersumber dari APBD 2012 senilai Rp 12.894.786.303.  Dari total anggaran tersebut, kerugian negara hasil audit BPKP mencapai Rp 1.053.689.276.
Dengan bukti tersebut, kejaksaan langsung melakukan penahanan terhadap kedua tersangka ke Rutan Kelas II-B Kabupaten Nganjuk. “Kami pihak kejaksaan tidak ingin ada pertanyaan dari masyarakat, karena itu kedua tersangka langsung ditahan setelah menjalani pemeriksaan sekitar 3 jam,” ujar I Ketut Sudiarta usai memeriksa kedua tersangka.
Pertimbangan jaksa dalam menahan kedua tersangka salah satunya lebih disebabkan karena kedua tersangka tidak mau mengembalikan kerugian uang negara. Artinya kedua tersangka tetap pada pendiriannya bahwa mereka merasa tidak bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi proyek pengadaan barang-barang farmasi di RSUD Nganjuk. “Keduanya tidak mau mengenbalikan uang kerugian negara, itu sama artinya mereka tidak mengakui kalau bersalah,” tegas Ketut Sudiarta.
Dalam kasus korupsi tersebut, dr Eko Sidharta dan Lilis Setyorini dijerat dengan pasal 2 dan 3 junto pasal 8 UU No 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karena kedua tersangka dianggap telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain, serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dengan lama hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 19 tahun kurungan.
Dalam kasus tersebut kedua tersangka menurut jaksa, terbukti melakukan tindakan penggelapan uang untuk pembelian obat-obatan, alat kesehatan, kedokteran, laboratorium dan radiologi. Sedangkan modusnya, kedua tersangka karena jabatannya mememinta pemasok barang farmasi untuk menyediakan dana khusus. [dar,ris]

Tags: